Gedung DPR RI .(Antara)
PENELITI Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus mengatakan Mahkamah Kehormatan DPR (MKD) harus menjadi hakim yang netral dalam menindaklanjuti laporan etik terhadap lima anggota DPR nonaktif.
Menurutnya, proses etik terhadap lima anggota DPR nonaktif MKD mesti menjadi ajang pembelajaran, tidak hanya bagi MKD, tapi juga DPR, dan partai politik.
Lucius mengatakan bagi MKD, proses sidang etik ini jadi ajang untuk memperlihatkan fungsi sebagai penegak etik yang beretika. Ia mengatakan MKD harus menjadikan prinsip etik sebagai pijakan dalam mengambil keputusan terhadap kelima anggota nonaktif, bukan justru menjadi ajang kongkalingkong dengan parpol.
"MKD harus bisa menjadi hakim yang netral sehingga bisa mendapatkan kepercayaan rakyat. Ingat bahwa proses MKD sekarang ini berhadapan langsung dengan sikap rakyat yang beberapa waktu lalu sudah ngotot meminta pemberhentian kelima anggota itu," kata Lucius kepada Media Indonesia, Jumat (31/10).
Lucius mengatakan bagi DPR, proses etik kelima anggota ini harus jadi momentum untuk memulai reformasi parlemen agar semakin representatif. DPR harus menjadi lembaga perwakilan rakyat, bukan sekedar jadi alat kekuasaan saja.
Selain itu, bagi parpol, proses di MKD ini terkait pentingnya membangun karakter kader agar tak sembarangan berbicara dan bersikap. "Kader-kader parpol harus punya pemahaman dan kesadaran yang kuat akan fungsi parlemen, sehingga mudah mengharapkan omongan dan tindakan mereka tidak menyakiti rakyat," katanya.
Sebelumnya, MKD DPR RI memutuskan menindaklanjuti laporan terhadap lima anggota DPR yang nonaktif, yakni Adies Kadir, Surya Utama atau Uya Kuya, Eko Hendro Purnomo atau Eko Patrio, Nafa Indria Urbach, dan Ahmad Sahroni.
Ketua MKD DPR RI Nazaruddin Dek Gam menjelaskan pihaknya menggelar rapat internal pada Rabu (29/10) bersama empat pimpinan DPR, delapan anggota MKD, serta Sekretariat dan Tenaga Ahli MKD.Rapat dilaksanakan dalam rangka membahas perkembangan perkara pengaduan yang masuk ke MKD DPR RI serta surat-surat resmi dari pihak terkait yang memerlukan tindak lanjut sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan Tata Beracara MKD.
Ia mengatakan dalam rapat tersebut, MKD memutuskan menindaklanjuti lima perkara pengaduan yang telah masuk dan memenuhi ketentuan Tata Beracara MKD, masing-masing dengan Nomor 39/PP/IX/2025, 41/PP/IX/2025, 42/PP/IX/2025, 44/PP/IX/2025, dan 49/PP/IX/2025.
"Menyetujui penanganan lanjutan terhadap beberapa anggota DPR RI berstatus nonaktif, yakni Adies Kadir, Surya Utama atau Uya Kuya, Eko Hendro Purnomo atau Eko Patrio, Nafa Indria Urbach, dan Ahmad Sahroni," kata Nazaruddin melalui keterangannya, Kamis (30/10).
Adapun, sejumlah anggota DPR RI dinonaktifkan oleh partai politik buntut pernyataan yang dinilai kontroversial hingga melukai hati rakyat. Kelima anggota DPR itu, yakni Ahmad Sahroni, Nafa Urbach, Eko Hendro Purnomo (Eko Patrio), Surya Utama (Uya Kuya) dan Adies Kadir.
NasDem mengawali langkah penonaktifan kadernya sebagai anggota dewan, yaitu Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni dan anggota Komisi IX DPR Nafa Urbach. Hal serupa juga dilakukan oleh Partai Amanat Nasional (PAN) yang menonaktifkan Wakil Ketua Komisi VI DPR RI yang juga Sekjen PAN Eko Patrio dan anggota Komisi IX DPR RI Surya Utama (Uya Kuya).
Menyusul dua partai lain, Golkar juga mengambil sikap terhadap Wakil Ketua DPR RI Adies Kadir. Posisinya sebagai anggota dewan dinonaktifkan buntut pernyataan soal tunjangan DPR RI yang belakangan viral. (Faj/P-2)


















































