
Direktur Ekonomi Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda mengungkapkan tutupnya pabrik Sritex dan beberapa pabrik lain dalam dua bulan terakhir merupakan dampak dari kondisi daya beli yang melemah. Pelemahan daya beli sedianya sudah terjadi sejak tahun lalu dan terus terakumulasi hingga sekarang.
"Kondisi daya beli setelah lebaran 2024 sangat parah. Saat itu deflasi Month to Month terjadi secara berturut-turut yang membuat permintaan rumah tangga sangat terbatas dan berujung pada pertumbuhan konsumsi rumah tangga yang tidak optimal," ucap Huda saat dihubungi, Selasa (4/3).
Selain faktor daya beli yang melemah, Huda mencatat ada faktor kebijakan pemerintah seperti Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 8 Tahun 2024 yang membuat arus impor dari luar negeri menjadi lebih deras, khususnya di sektor tekstil.
"Barang dari Tiongkok dengan mudah masuk ke dalam negeri. Akibatnya mereka harus bersaing dengan barang impor yang harganya lebih murah, ini yang menyebabkan banyak pabrik tekstil di Indonesia gulung tikar," ungkap Huda.
Maka dari itu, selain menaikkan daya beli dengan memberikan berbagai insentif, pemerintah diminta segera merevisi berbagai kebijakan yang merugikan industri nasional. (E-3)