Hindari Penyesalan dan Buka Keran Impor, Stok Beras Nasional harus Dipastikan Aman Sebelum Berkeinginan Ekspor

12 hours ago 5
Hindari Penyesalan dan Buka Keran Impor, Stok Beras Nasional harus Dipastikan Aman Sebelum Berkeinginan Ekspor Ilustrasi.(Antara)

PENGAMAT pertanian Syaiful Bahari menegaskan posisi stok beras nasional saat ini belum sepenuhnya aman. Hal ini karena hasil panen raya kedua yang akan datang belum dapat dipastikan.

Menurutnya, cadangan beras nasional yang aman berada pada kisaran 20–25% dari total konsumsi tahunan. Dengan konsumsi beras nasional sekitar 30 juta ton per tahun, berarti dibutuhkan cadangan antara 6 hingga 7,5 juta ton. Sementara, berdasarkan laporan Kementerian Pertanian perkiraan cadangan beras pemerintah (CBP) hanya menyentuh 4 juta ton pada Mei 2025.

"Posisi beras nasional belum bisa dikatakan aman," ujar Syaiful kepada Media Indonesia, Jumat (2/5).

Dia mengungkapkan berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), luas panen raya pada Maret 2025 mencapai 1,67 juta hektare, dengan produksi gabah kering giling (GKG) sebesar 8,93 juta ton. Jika dikonversikan ke dalam bentuk beras konsumsi, hasilnya diperkirakan hanya sekitar 4 juta ton. Itu pun belum mempertimbangkan kualitas rendemen gabahnya.

"Yang seharusnya dihitung adalah jumlah berasnya. Kalau rendemennya rendah, maka target 4 juta ton itu pun masih bersifat spekulatif," jelas Syaiful.

Dia menegaskan nasib ketahanan beras nasional sangat tergantung pada panen raya selanjutnya, yang diperkirakan terjadi pada September 2025. Jika panen tersebut berhasil, Indonesia kemungkinan besar bisa terhindar dari kebutuhan impor. Namun, kalau hasil panennya berkurang, maka pemerintah harus menyiapkan langkah-langkah strategis untuk mencari solusinya agar cadangan beras nasional bisa tetap aman.

Saat ini, kata Syaiful, belum ada rencana pemerintah untuk mengimpor tambahan beras. Ini mengingat masih ada stok cadangan beras pemerintah yang tersisa dari awal tahun, termasuk sisa hasil impor tahun lalu dan panen April ini.

Dihubungi terpisah, pengamat pertanian Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) Khudori menyatakan perkiraan produksi beras yang disampaikan oleh BPS tidak terlalu mengejutkan. Menurut data tersebut, produksi beras pada periode Januari hingga Juni 2025 diperkirakan mencapai 18,76 juta ton. Angka ini meningkat sebesar 1,89 juta ton atau 11,17 persen dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun 2024.

"Data BPS tersebut tidak terlalu mengagetkan. Tidak tampak ada pola yang menyimpang dari pola produksi ketika cuaca normal," imbuhnya. 

Menurut Khudori, pola produksi tahun ini mirip dengan pola produksi pada tahun-tahun sebelumnya. Produksi terbesar terjadi pada masa panen raya yang berlangsung antara Februari hingga Mei, dengan kontribusi sekitar 60–65% dari total produksi nasional. 
Selanjutnya adalah panen musim gadu pada Juni hingga September yang menyumbang sekitar 25–35% produksi nasional. Sisa produksi, yakni sekitar 5–15%, berasal dari panen di musim paceklik yang berlangsung antara Oktober hingga Januari.

Mengacu pada pola ini, puncak produksi terlihat pada Maret, kemudian mulai menurun secara bertahap. Pada musim panen gadu, produksi bulanan masih bisa mengalami surplus, artinya jumlah produksi setelah dikurangi konsumsi masih lebih besar. Namun, bisa juga terjadi keseimbangan antara produksi dan konsumsi, atau bahkan defisit ringan.

"Dengan demikian, perkiraan bahwa produksi pada enam bulan pertama tahun ini mengalami kenaikan adalah hal yang wajar, mengingat kondisi iklim atau cuaca yang normal," pungkas.  (Ins/P-3)

Read Entire Article
Tekno | Hukum | | |