
MENTERI Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyampaikan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) memproyeksikan inflasi nasional tetap terkendali dalam kisaran sasaran 2,5% ±1% pada tahun 2025 dan 2026.
"Inflasi inti akan semakin rendah seiring dengan ekspektasi inflasi yang terjaga," ujarnya dalam konferensi pers berkala KSSK, di Jakarta, Senin (28/7).
Menkeu menjelaskan inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) tercatat rendah, yakni 1,8% (yoy) pada Juni 2025. Inflasi inti pun mengalami penurunan menjadi 2,3% (yoy), mencerminkan efektivitas kebijakan suku bunga dalam menjaga ekspektasi inflasi tetap dalam sasaran.
Komponen inflasi lainnya juga menunjukkan tren positif. Inflasi volatile food tercatat 0,37% yoy per Maret 2025, didukung oleh pasokan pangan yang stabil serta pengendalian inflasi yang konsisten oleh Tim Pengendali Inflasi Pusat dan Daerah melalui Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP).
Sementara itu, lanjut Menkeu, inflasi administered prices terjaga pada level 1,34% (yoy), meskipun terdapat penyesuaian tarif air minum PDAM dan harga produk tembakau seperti sigaret kretek mesin dan sigaret kretek tangan.
Kapasitas ekonomi nasional juga dinilai cukup memadai untuk mengakomodasi permintaan domestik, mengendalikan imported inflation, serta memanfaatkan dampak positif dari digitalisasi.
"Ke depan, inflasi volatile food diperkirakan tetap stabil, dengan dukungan sinergi antara pemerintah dan Bank Indonesia," kata Sri Mulyani.
Hingga semester I 2025, lanjutnya, pemerintah terus menjalankan peran counter cyclical untuk meredam tekanan ekonomi, serta tetap mendorong kesejahteraan masyarakat, khususnya kelompok rentan. Melalui berbagai program strategis dan stimulus ekonomi yang didukung oleh APBN, pertumbuhan ekonomi pada triwulan I tercatat sebesar 4,87% (yoy). Ke depan, pemerintah memperkirakan pertumbuhan ekonomi tetap terjaga.
Dalam kesempatan sama, Gubernur Bank (BI) Indonesia Perry Warjiyo menambahkan sejak tahun lalu, BI telah menurunkan suku bunga acuan sebanyak empat kali karena terkendalinya inflasi. Penurunan terakhir dilakukan masing-masing sebesar 25 basis poin pada Mei dan Juni 2025, sehingga suku bunga acuan kini berada di level 5,25%.
"Kami menurunkan suku bunga karena inflasi yang rendah dan diperkirakan akan tetap rendah. Inflasi hingga akhir tahun ini diproyeksikan berada di sekitar 2,5%," tutur Perry.
Ia menerangkan stabilitas nilai tukar rupiah juga tetap terjaga sesuai fundamental, mendukung kelanjutan pertumbuhan ekonomi. Bank Indonesia menyatakan masih terdapat ruang untuk penurunan suku bunga ke depan, dengan tetap menjaga stabilitas nilai tukar dan pencapaian sasaran inflasi.
Dari sisi kebijakan makroprudensial, Bank Indonesia terus mendorong pertumbuhan ekonomi melalui insentif kebijakan likuiditas makroprudensial (KLM) guna mendorong peningkatan kredit dan pembiayaan oleh perbankan, termasuk dengan memperluas likuiditas dan mendorong penurunan suku bunga kredit.
"Jadi, kebijakan makroprudensial lebih diarahkan bagaimana perbankan lebih banyak mendorong kredit dan menurunkan suku bunga," jelasnya.
Selain itu, kebijakan sistem pembayaran juga diarahkan untuk memperkuat pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan, termasuk mendorong transaksi ritel, one-time payments, serta memperluas ekosistem ekonomi dan keuangan digital.
Kepercayaan dunia usaha
Dihubungi terpisah, ekonom dari Universitas Paramadina Wijayanto Samirin memperkirakan inflasi nasional akan tetap terkendali pada kisaran 2%. Ia juga menilai bahwa sistem keuangan Indonesia masih akan berada dalam kondisi kondusif dan stabil, tanpa lonjakan capital outflow maupun kredit macet dalam waktu dekat.
Namun demikian, ia menyoroti tantangan utama yang dihadapi saat ini, yaitu masih rendahnya tingkat kepercayaan dunia usaha.
"Kebijakan moneter kita sudah cukup progresif. Tapi itu belum cukup. Kita juga butuh dukungan melalui kebijakan fiskal, sektoral, dan kepastian hukum yang lebih kuat," tegasnya.
Wijayanto mengingatkan pentingnya menjaga stabilitas sistem keuangan dengan menghindari kebijakan yang berpotensi menimbulkan risiko sistemik. Ia mencontohkan rencana penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) untuk perumahan rakyat secara masif yang dinilainya berisiko memicu gelombang kredit macet.
Ia juga menyoroti rencana alokasi kredit bank-bank Himbara kepada 80.000 Koperasi Desa Merah Putih. "Sektor perbankan perlu tetap diberikan keleluasaan untuk menjalankan analisis kredit secara profesional. Ini penting agar kita tidak menghadapi kredit macet massal dalam 2–3 tahun ke depan," pungkasnya. (Ins/E-1)