Krisis Kemanusiaan di Yaman makin Kelam

5 hours ago 2
Krisis Kemanusiaan di Yaman makin Kelam Warga Yaman.(Dok Al-Jazeera)

ADA cerita nestapa di balik berita serangan udara yang dilancarkan Amerika Serikat (AS) terhadap Pelabuhan Ras Isa, Provinsi Hudaydah, Yaman, pada 17 April lalu sehingga menewaskan sedikitnya 74 orang. Salah satu korban dalam serangan AS itu ialah Mohammed Omar Baghwi, 45, seorang manajer yang bekerja pada sif malam.

Baghwi bertugas mengawasi pengisian tabung gas untuk memasak. Padahal AS mengeklaim serangan itu untuk melemahkan sumber kekuatan ekonomi kelompok Houthi, milisi yang didukung Iran dan menguasai sebagian besar wilayah utara Yaman.

"Mereka hanya melakukan pekerjaan mereka untuk mencari nafkah bagi diri mereka sendiri dan keluarga mereka dalam kondisi kehidupan yang sangat sulit," kata Hassan Omar Baghwi, saudara korban, seperti dilansir New York Times, kemarin. "Mohammed dan teman-temannya tidak melakukan kesalahan apa pun," ujarnya.

Kelompok Houthi selama beberapa bulan terakhir melancarkan serangan rudal dan pesawat nirawak ke Israel. Hal ini sebagai bentuk solidaritas terhadap Hamas dan menekan genosida Israel di Jalur Gaza. Selain itu, mereka menargetkan kapal-kapal komersial di Laut Merah sebagai jalur perdagangan penting.
 
Houthi menentang AS dan Israel serta menjadi bagian dari poros perlawanan yang dipimpin Iran bersama Hamas di Gaza dan Hizbullah di Libanon. Sebagai respons, AS dan Israel melancarkan serangan udara secara berkala di berbagai wilayah Yaman. 

Mengapa biaya naik? 

Meskipun diklaim menargetkan milisi dan aset militer, serangan tersebut dinilai sejumlah analis menyebabkan banyak korban sipil dan merusak infrastruktur penting serta memperdalam ketidakpastian di negara termiskin dalam kawasan Timur Tengah tersebut. "Serangan itu memicu krisis bahan bakar yang akan menaikkan biaya barang dan jasa pokok di negara tempat sebagian besar penduduk berjuang untuk membeli makanan," kata Nadwa al-Dawsari, analis Middle East Institute di Washington. 

Meski meluncurkan lebih dari 1.000 serangan, badan intelijen AS menilai kemampuan militer Houthi tetap utuh dan dapat bangkit kembali. "Meskipun operasi melambat untuk sementara, mereka akan berkumpul kembali, membangun kembali, dan kembali lebih kuat," ujar al-Dawsari.

Sebelum Presiden Donald Trump mengumumkan bulan ini bahwa AS mencapai gencatan senjata dengan milisi tersebut, pemerintahannya menegaskan tujuan utamanya hanyalah memulihkan navigasi di Laut Merah. Trump pun mengaku bahwa Houthi telah menyerah. Nyatanya, Houthi terus menyerang Israel, meluncurkan rudal yang mendarat di dekat Bandara Ben Gurion, dekat Tel Aviv.

Serangan udara Israel bulan ini terhadap bandara internasional Yaman, termasuk di Sana'a, menyebabkan kerusakan senilai hampir US$500 juta dan penangguhan penerbangan selama lebih dari seminggu. Meski Israel menyatakan serangan tersebut sebagai balasan atas rudal Houthi yang jatuh di dekat Bandara Ben Gurion, bandara di Sana'a sebagian besar digunakan untuk keperluan sipil, termasuk evakuasi medis darurat.

Apa dampak penutupan bandara Sana'a?

Waseem al-Haidari, 42, seorang pegawai pemerintah di Sana, mengatakan bahwa penutupan bandara sangat memengaruhi kehidupan banyak keluarga. "Keluarga kami menjual barang-barang berharga dan meminjam uang tambahan untuk membiayai perjalanan saudara laki-laki saya melalui Bandara Aden ke Kairo untuk transplantasi kornea," tuturnya.

Kini, pasien yang sakit parah harus menempuh perjalanan darat hingga 24 jam ke selatan Yaman untuk mendapatkan perawatan medis di luar negeri.

Sejak konflik meningkat, beban hidup warga sipil Yaman semakin berat, terlebih setelah pemerintahan Trump memangkas bantuan kemanusiaan ke negara tersebut dan kembali memasukkan Houthi dalam daftar organisasi teroris. Kondisi ini menghambat distribusi bantuan internasional karena kekhawatiran bank dan lembaga donor terhadap sanksi. 

Berapa anak Yaman yang kekurangan gizi?

Dalam pengarahan kepada Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa minggu lalu, pejabat kemanusiaan memperingatkan bahwa Yaman masih menghadapi tantangan serius. "Separuh dari anak-anak Yaman--atau 2,3 juta--kekurangan gizi, 600.000 di antaranya mengalami kekurangan gizi parah," kata Tom Fletcher, kepala kemanusiaan Perserikatan Bangsa-Bangsa. Ia menambahkan bahwa 2.000 program gizi terpaksa ditutup.

Program Pangan Dunia (WFP) memperingatkan bahwa tanpa pendanaan baru, program gizi untuk anak-anak di bawah lima tahun bisa dihentikan dalam waktu dekat. Kenaikan harga bahan pokok dan transportasi menyebabkan banyak keluarga harus mengalokasikan hingga 60% dari pendapatan mereka hanya untuk makanan.

Seorang ibu janda dengan tiga anak di al-Mukalla, Sara Mohammed, menggambarkan kondisi keluarganya yang memprihatinkan. 
Tinggal di rumah sementara bersama orangtua yang sakit, ia hanya bergantung pada penghasilan saudara perempuannya sebagai pekerja rumah tangga.

"Kami tidak mampu membeli makanan. Kakak saya putus kuliah untuk bekerja dua sif," katanya. Dia juga memiliki masalah jantung tetapi tidak mampu membayar perawatan medis. 

"Anak-anak saya makan nasi. Kami bertahan hidup dengan iman," sebutnya.

Kondisi ini mencerminkan penderitaan masif yang dialami warga Yaman di tengah konflik bersenjata yang belum menunjukkan tanda akan mereda. Hal ini kian memperparah salah satu krisis kemanusiaan terburuk di dunia. (I-2)

Read Entire Article
Tekno | Hukum | | |