MI/Seno(Dok. Pribadi)
TEMUAN terakhir dari The Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) melalui Programme for International Student Assessment (PISA) pada 2023 menyebutkan bahwa kompetensi literasi dan numerasi siswa Indonesia masih terkategori rendah.
Peringkat Indonesia berada di posisi 68 dari 81 negara dengan skor: matematika (379), sains (398), dan membaca (371).
Lebih lanjut hasil itu mengindikasikan adanya disparitas mutu pendidikan dan akses terhadap pembelajaran berkualitas yang substansial antarwilayah geografis serta keterbatasan pendidik dalam mengintegrasikan peserta didik pada proses pembelajaran yang menstimulasi keterampilan berpikir tingkat tinggi (higher order thinking skills).
Implikasi dari temuan itu juga berdampak pada upaya Indonesia untuk mencapai visi Indonesia emas 2045 masih terhalang oleh krisis pembelajaran berskala global yang secara signifikan menurunkan kualitas sistem pendidikan nasional.
Oleh karena itu, untuk mengatasi tantangan multidimensional pendidikan Indonesia saat ini, diperlukan sebuah transformasi sistem pendidikan nasional yang berkelanjutan berbasis platform pendidikan industri 4.0 dan program kemasyarakatan berbasis masyarakat 5.0.
Dalam rangka merespons situasi tersebut, Kementerian Agama serta Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah bergegas melakukan reformasi pendidikan nasional melalui penerbitan Surat Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Islam Nomor 6077 Tahun 2025 tentang Panduan Kurikulum Berbasis Cinta (KBC) untuk seluruh tingkatan madrasah dan Surat Keputusan Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Republik Indonesia Nomor 126/P/2025 tentang Pedoman Implementasi Pembelajaran Mendalam (Deep Learning) untuk jenjang pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan jenjang pendidikan menengah di Indonesia.
KENAPA KURIKULUM BERBASIS CINTA PENTING?
Kurikulum Berbasis Cinta (KBC) ialah pendekatan pendidikan yang menempatkan nilai-nilai cinta, empati, dan kepedulian sebagai fondasi utama dalam proses pembelajaran. Kurikulum itu mendorong siswa untuk memahami dan menghargai perbedaan, membangun hubungan yang harmonis dengan sesama, serta mengembangkan sikap positif terhadap diri sendiri dan lingkungan sekitar.
Dengan demikian, Kurikulum Berbasis Cinta tidak hanya fokus pada aspek kognitif, tetapi juga pada aspek afektif dan sosial. Kurikulum Berbasis Cinta (KBC) merupakan keniscayaan perubahan peradaban pendidikan pada madrasah berbasis peradaban cinta. Kurikulum ini diresmikan langsung oleh Menteri Agama Republik Indonesia, Prof Dr KH Basaruddin Umar, MA pada Kamis (24/7) malam.
Konsep cinta yang didengungkan dalam kurikulum ini mengacu pada perspektif filsafat, psikologi, sosiologi, dan perspektif beragam agama. Aristoteles (384-322 SM) menyebutkan bahwa cinta adalah keinginan seseorang untuk kebaikan dan kebahagian orang lain dan Plato (428-348 SM) menambahkan bahwa cinta adalah untuk bersatu dan tidak berubah dalam kebaikan abadi.
Sementara itu, Erich Fromm (1900-1980) mengartikan cinta sebagai alat untuk membangun hubungan yang seimbang dan saling menghormati. Hal senada juga disampaikan oleh pakar sosiologi dari Jerman, Max Weber (1864-1920). Cinta dalam perspektif beragam agama tecermin pada prinsip 'perlakukan orang lain sebagaimana diri kita ingin diperlakukan'.
Menariknya, cinta dalam perspektif beragam agama ini merupakan the golden rule, yakni empati dan simpati kosmis. Output cinta yang diharapkan pada kurikulum ini dapat berupa suatu kekuatan transeden dan dinamis yang mampu menghubungkan individu dengan dirinya sendiri, orang lain, dan dunia di sekitarnya.
Dengan kata lain, madrasah yang berhasil mengimplementasikan Kurikulum Berbasis Cinta ini nantinya akan mampu melahirkan generasi yang cerdas secara intelektual, berempati berkasih sayang, memiliki dan memahami secara mendalam tentang hubungan universal.
Selain itu, Kementerian Agama RI menaruh harapan besar kepada seluruh madrasah yang menerapkan KBC ini agar senantiasa menunjukkan perubahan nyata pada tiap-tiap madrasah berupa lingkungan belajar yang aman dan toleran (madrasah ramah anak), murid yang berkembang secara holistik (peserta didik sejahtera secara mental dan spiritual), dan komitmen terhadap kelestarian lingkungan (madrasah ramah lingkungan).
PEMBELAJARAN MENDALAM: MEMBANGUN PEMAHAMAN YANG MEMULIAKAN SESAMA
Pembelajaran mendalam (deep learning) adalah pendekatan pembelajaran yang menekankan pemahaman konsep secara mendalam, bukan sekadar hafalan atau penguasaan permukaan. Dalam pembelajaran ini, peserta didik diajak untuk mengaitkan pengetahuan baru dengan pengalaman mereka, berpikir kritis, dan menerapkan apa yang dipelajari dalam konteks nyata. Pendekatan ini sangat efektif dalam membentuk kemampuan berpikir analitis dan kreatif.
Pada saat penyampaian materi kuliah umum di Universitas Negeri Malang (13 Februari 2025), Mendikdasmen Prof Abdul Mu’ti menyampaikan bahwa pembelajaran mendalam ini dapat dikaitkan dengan dua aliran, yakni aliran contructivism dan information processing. Artinya, dalam proses penerapannya, peserta didik mampu belajar membangun pengetahuan (construct knowledge), dan mengembangkan diri dalam proses mendapatkan informasi yang mendalam (deep level processing of information).
Selanjutnya, beliau menekankan bahwa ada tiga pilar di dalam pelaksanaanya, yakni mindful, meaningful, dan joyful. Mindful akan menimbulkan kesadaran peserta didik bahwa ia terlibat, membiasakan mereka mampu memuliakan orang lain (fully respect), dan memberikan ruang bagi mereka bagaimana mempelajarinya (belajar metakognisi atau knowing about learning).
Meaningful akan meningkatkan pemaknaan peserta didik tentang manfaat dan bagaimana dapat meningkatkan itu. Joyful yang dimaksud di sini bukan hanya sekadar funny learning (menyenangkan karena physical learning), melainkan juga mampu membuat peserta didik merasa dihargai, dapat diterapkan sendiri, dan ditemukan hal yang baru sehingga mereka mendapatkan makna yang diinginkan.
Ada beberapa prinsip fundamental yang mendasari implementasi deep learning di sekolah (Zaka, 2025). Pertama, konektivitas pengetahuan. Siswa diberikan kesempatan untuk menghubungkan materi baru yang diterima dengan pengalaman dalam kehidupan sehari-hari sehingga pengetahuan tersebut dapat memberikan dampak positif bagi kehidupan mereka.
Kedua, keterlibatan aktif. Siswa diajak untuk berpartisipasi secara langsung, baik secara kognitif maupun emosional dalam proses belajar. Dengan cara ini, siswa dapat mengembangkan kemampuan berpikir mandiri melalui penyelesaian masalah, baik dalam konteks diskusi maupun proyek langsung.
Ketiga, berpikir kritis dan relatif. Keempat, pembelajaran berbasis masalah. Melalui pendekatan ini, siswa dapat secara aktif menerapkan pengetahuan yang telah dipelajari untuk menyelesaikan berbagai masalah yang dihadapi. Kelima, kolaborasi. Keenam, motivasi intrinsik. Motivasi internal sangat penting bagi siswa yang mana mereka dapat menyadari bahwa pengetahuan yang dipelajari memiliki relevansi yang signifikan dalam kehidupan mereka melalui masalah-masalah yang mereka selesaikan.
KOLABORASI KBC DAN PEMBELAJARAN MENDALAM
Berkaitan dengan penjelasan keduanya, opini utama saya bertumpu pada beberapa poin esensial. Pertama, Kurikulum Berbasis Cinta (KBC) menanamkan landasan moral yang kuat. Seperti menumbuhkan nilai-nilai kasih sayang, kejujuran, dan tanggung jawab.
Selanjutnya, kurikulum ini memberikan 'filter' moral yang penting bagi peserta didik dalam menghadapi kompleksitas dunia. Mereka belajar mempertimbangkan dampak tindakan mereka terhadap orang lain dan lingkungan serta menyadari sedari dini tentang informasi yang serba cepat dan sering kali menyesatkan.
Kedua, pembelajaran mendalam mendorong terbentuknya kemampuan berpikir kritis dan pemecahan masalah. Tidak sekadar menghafal fakta, pendekatan ini juga mendorong siswa untuk menganalisis, mengevaluasi, dan menciptakan. Mereka diajak untuk menggali lebih dalam, mempertanyakan asumsi, dan menemukan solusi kreatif.
Ketika dikombinasikan dengan KBC, peserta didik tidak hanya mampu berpikir kritis, tetapi juga termotivasi untuk menggunakan kemampuan tersebut untuk kebaikan, untuk memecahkan masalah yang berdampak positif bagi masyarakat. Contohnya, siswa yang memahami isu perubahan iklim (pembelajaran mendalam) akan lebih termotivasi untuk bertindak (Kurikulum Berbasis Cinta) karena mereka peduli terhadap lingkungan.
Ketiga, kolaborasi ini menciptakan lingkungan belajar yang aman dan mendukung. KBC, dengan penekanannya pada hubungan positif, mengurangi intimidasi dan menciptakan ruang dimana siswa merasa aman untuk mengeksplorasi ide-ide baru dan melakukan kesalahan.
Ini sangat penting dalam pembelajaran mendalam, dimana kesalahan dianggap sebagai bagian integral dari proses belajar. Dengan dukungan dan kasih sayang, siswa berani mengambil risiko, bereksperimen, dan terus belajar tanpa rasa takut gagal.
Contoh konkret kolaborasi keduanya dapat diamati melalui pelaksanaan proses belajar-mengajar materi 'klasifikasi makhluk hidup' pada mata pelajaran biologi di madrasah. Pendekatan pembelajaran mendalam (deep learning) dapat dijadikan solusi ampuh untuk mewujudkan tujuan Kurikulum Berbasis Cinta.
Di samping peserta didik diajarkan untuk mampu mengenal dan memahami lebih dalam tentang klasifikasi makhluk hidup, ekosistem, dan pemanfaatan bioteknologi dalam berbagai kehidupan nyata. Mereka diharapkan juga dapat mampu menyadari bahwa semua makhluk hidup adalah ciptaan Tuhan (cinta kepada Tuhan). Oleh karena itu, sudah semestinya mereka harus bersyukur atas ciptaan-NYA dan mampu menjaga serta melestarikan lingkungan hidup (cinta terhadap lingkungan).
Kesimpulannya, kolaborasi antara KBC dan pembelajaran mendalam adalah sebuah investasi penting dalam masa depan. Ini bukan hanya tentang menciptakan siswa yang pintar, melainkan juga siswa yang peduli, berempati, dan siap menghadapi tantangan dunia.
Dengan mengintegrasikan nilai-nilai moral dengan keterampilan berpikir kritis dan kemampuan memecahkan masalah, kita dapat membangun fondasi yang kokoh bagi generasi penerus yang utuh, yang mampu membawa perubahan positif bagi dunia.
Dengan demikian, kolaborasi ini dapat diterapkan pada semua jenjang pendidikan, baik pada jenjang madrasah (raudatul atfal, madrasah ibtidaiah, madrasah sanawiah, dan madrasah aliyah) maupun pada pendidikan anak usia dini, jenjang pendidikan dasar (TK dan SD) dan jenjang pendidikan menengah (SMP DAN SMK/SMA) di Indonesia.


















































