
Menteri Hukum, Supratman Andi Agtas mengungkapkan hak kekayaan intelektual (HKI) kini dapat dijadikan sebagai agunan atau jaminan untuk memperoleh pembiayaan modal usaha khususnya bagi koperasi Merah Putih. Hal ini dimungkinkan setelah adanya perubahan regulasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang diinisiasi melalui kolaborasi lintas kementerian.
“Perubahan aturan OJK kini memungkinkan hak kekayaan intelektual dijadikan sebagai agunan atau kolateral untuk pinjaman modal. Ini sesuatu yang dulu sama sekali tidak pernah dibayangkan,” ujar Supratman dalam Seminar Nasional Memperkuat Ekosistem Inovasi Industri Pangan Melalui Pendaftaran Merek Kolektif Produk Koperasi Merah Putih untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi, di Kementerian Hukum, Jakarta, Selasa (14/10).
Menurut Supratman, kebijakan tersebut menjadi terobosan besar bagi koperasi dan pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) untuk mendapatkan akses pembiayaan yang selama ini terbatas karena kurangnya jaminan konvensional.
“Tidak ada alasan lagi bagi lembaga keuangan untuk menolak HKI sebagai jaminan. Pijakan hukumnya sudah ada, dan ini harus dimanfaatkan oleh koperasi, terutama Koperasi Merah Putih dan koperasi sekunder yang kelak bisa menjadi hub produk-produk unggulan nasional,” tegasnya.
Ia menjelaskan, inisiatif ini merupakan hasil kerja sama antara Kementerian Hukum dengan Kementerian Koperasi dan UKM, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, serta Kementerian Kebudayaan. Kolaborasi tersebut bertujuan membangun ekosistem kekayaan intelektual yang tidak hanya berfungsi sebagai perlindungan hukum, tetapi juga memiliki nilai ekonomi konkret bagi masyarakat.
“Kalau Kementerian Hukum hanya berhenti pada pencatatan atau perlindungan hukum tanpa menghubungkannya dengan kementerian lain, maka kekayaan intelektual tidak akan punya nilai ekonomi. Karena itu, kami berusaha menjembatani agar KI bisa benar-benar dimanfaatkan,” ujar Supratman.
Selain mendorong pemanfaatan HKI sebagai aset ekonomi, Supratman juga menekankan pentingnya pendaftaran merek kolektif koperasi sebagai strategi memperkuat daya saing produk lokal.
“Kalau setiap koperasi mendaftar mereknya sendiri, tentu butuh sumber daya besar. Tapi kalau kita mendaftarkan merek kolektif untuk satu kelompok produk, itu akan jauh lebih efisien dan mempercepat akselerasi kebangkitan Koperasi Merah Putih kita,” jelasnya.
Lebih lanjut, Supratman menilai bahwa selama ini terjadi kesenjangan dalam ekosistem usaha nasional. Pada masa lalu, sektor swasta sempat mendominasi, kemudian perannya tergerus oleh BUMN, sementara koperasi justru semakin terpinggirkan. Karena itu, kata dia, Presiden Prabowo ingin menata ulang struktur pelaku ekonomi agar lebih seimbang.
“Presiden ingin melakukan distribusi yang adil kepada seluruh elemen penggerak ekonomi, yaitu swasta, BUMN, dan koperasi. Salah satu langkah konkret adalah pembentukan Koperasi Merah Putih di tingkat desa dan kelurahan,” tutur Supratman.
Dalam kesempatan itu, Supratman juga menyinggung pentingnya digitalisasi pelayanan publik termasuk dalam sektor koperasi, sebagai bagian dari reformasi birokrasi yang sejalan dengan visi Presiden Prabowo.
Lebih jauh, Supratman menyampaikan apresiasi kepada Menteri Koperasi dan UKM Ferry Mursyidan Baldan serta pihak perbankan yang telah mendukung penerapan kebijakan tersebut.
“Sekarang sudah ada landasan yang cukup kuat untuk menerima hak kekayaan intelektual sebagai jaminan permohonan modal usaha, terutama bagi koperasi-koperasi kita ke depan,” ucapnya.
Supratman juga menegaskan bahwa langkah ini sejalan dengan visi Presiden Prabowo Subianto dalam mentransformasikan ekonomi nasional melalui penguatan gerakan koperasi sebagai soko guru perekonomian rakyat.
“Kita ingin membuktikan bahwa kekayaan intelektual bukan hanya sekadar dokumen hukum, tetapi aset nyata yang bisa menggerakkan ekonomi rakyat. Dengan kolaborasi lintas kementerian dan dukungan lembaga keuangan, koperasi kita bisa tumbuh kuat dan mandiri,” pungkasnya. (E-3