
PERDANA Menteri Israel Benjamin Netanyahu menyatakan pada Kamis (10/7) bahwa Israel siap untuk melakukan negosiasi menuju gencatan senjata permanen di Jalur Gaza, dengan syarat utama Gaza harus sepenuhnya didemiliterisasi.
Hal ini disampaikan dalam pesan video dari Washington di tengah kunjungannya ke Amerika Serikat.
"Pada awal gencatan senjata, kami akan memasuki negosiasi untuk mengakhiri perang secara permanen, yaitu, gencatan senjata permanen," ujarnya seperti dikutip Xinhua, Jumat (11/7).
Netanyahu menegaskan bahwa syarat utama dari kesepakatan tersebut mencakup pelucutan senjata Hamas dan penghapusan kemampuan militer serta pemerintahan kelompok tersebut.
"Untuk mencapai itu, hal itu harus dilakukan dengan syarat-syarat dasar yang telah kami tetapkan: Hamas harus meletakkan senjatanya, Gaza harus didemiliterisasi, dan Hamas tidak boleh lagi memiliki kemampuan pemerintahan atau militer apa pun," tambahnya.
Delegasi dari Israel dan Hamas telah tiba di Doha, Qatar sejak hari Minggu untuk mengikuti perundingan gencatan senjata sementara yang digagas menyusul konflik besar yang dimulai Oktober 2023.
Serangan balasan Israel telah merusak sebagian besar wilayah Gaza dan menyebabkan lebih dari 57.000 korban jiwa, menurut otoritas kesehatan setempat.
Netanyahu juga menyebut bahwa proposal yang diajukan oleh utusan khusus AS untuk Timur Tengah, Steve Witkoff, mencakup gencatan senjata selama 60 hari dan pembebasan 10 sandera yang masih hidup serta sejumlah sandera yang sudah meninggal. Dari total sekitar 50 sandera yang masih ditahan di Gaza, diperkirakan hanya 20 yang masih hidup.
15 Tewas dalam Serangan Udara Israel di Gaza Tengah
Pada hari yang sama, serangan udara Israel menewaskan sedikitnya 15 anak-anak dan perempuan di Deir al-Balah, Gaza tengah. Puluhan orang lainnya dilaporkan terluka dalam insiden yang terjadi saat mereka sedang mengantre bantuan pangan, menurut sumber medis Palestina.
Menurut saksi mata, serangan tersebut terjadi di area yang telah dinyatakan tentara Israel sebagai zona hijau dan aman, tempat para warga berkumpul untuk menerima bantuan nutrisi bagi anak-anak yang mengalami malnutrisi dan anemia akibat pembatasan masuknya bantuan ke wilayah tersebut.
Hingga kini belum ada tanggapan resmi dari pihak militer Israel terkait serangan tersebut. Hamas mengutuk serangan tersebut dan menyebutnya sebagai kejahatan keji.
Serangan di Tepi Barat Tewaskan Penjaga Israel
Sementara itu, di wilayah Tepi Barat, seorang penjaga keamanan Israel tewas dalam serangan gabungan penembakan dan penusukan di luar sebuah pusat perbelanjaan di kawasan Gush Etzion.
Pihak kepolisian mengatakan bahwa dua pria Palestina menjadi pelaku dalam insiden tersebut dan tewas setelah dibalas tembakan oleh tentara dan warga sipil bersenjata.
Direktur Jenderal layanan darurat Magen David Adom, Eli Bin, menyampaikan bahwa korban berusia 20-an dan meninggal karena luka tembak. Belum ada kelompok yang mengeklaim bertanggung jawab atas serangan tersebut.
PBB: Bantuan Bahan Bakar Masuk ke Gaza Tidak Cukup
Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA) melaporkan bahwa Israel telah mengizinkan masuknya 75.000 liter bahan bakar ke Jalur Gaza pada Rabu atau pengiriman pertama dalam lebih dari empat bulan.
Namun, volume tersebut hanya mencukupi sebagian kecil dari kebutuhan harian di wilayah tersebut, yang mencapai ratusan ribu liter.
"Bahan bakar masih menipis di Jalur Gaza dan layanan akan ditutup jika volume yang jauh lebih besar tidak segera dipasok," kata OCHA.
Mereka memperingatkan bahwa kekurangan ini berisiko memutus pasokan air bersih bagi puluhan ribu anak dan meningkatkan ancaman wabah penyakit seperti kolera dan disentri.
Gencatan senjata 60 hari yang diusulkan menjadi titik harapan baru di tengah krisis kemanusiaan yang terus memburuk, meski pembicaraan damai masih menghadapi tantangan besar terkait kehadiran militer Israel, aliran bantuan kemanusiaan dan status akhir Hamas di Gaza. (Fer/I-1)