
DOKTER spesialis mata lulusan Universitas Indonesia Niluh Archi menyampaikan sejumlah faktor risiko yang bisa memicu terjadinya masalah dry eye atau mata kering.
"Kalau dibagi secara garis besar itu faktor risikonya ada yang bersifat demografi, sistemik, okular atau dari kondisi matanya sendiri dan gaya hidup atau modifiable lifestyle," kata Niluh, Rabu (16/7).
Niluh menjelaskan bahwa dry eye atau mata kering adalah suatu penyakit yang menyerang lapisan air mata, ketika lapisannya itu menjadi tidak stabil, baik secara kualitas yaitu komponen, zat atau nutrisi yang ada di dalamnya itu terganggu atau mengubah kandungan dan unsurnya, serta
kuantitasnya dari segi jumlah.
"Jadi yang namanya dry eye bukan berarti matanya tidak punya air mata sama sekali, bisa saja volumenya cukup, tetapi memang kualitasnya atau komponen yang ada di dalam lapisan itu yang berubah," jelas dia.
Lapisan air mata itu memiliki fungsi, di antaranya untuk mencegah kekeringan pada mata, irigasi mata berfungsi untuk membuang zat misalnya
tidak sengaja kemasukan debu atau kotoran, sterilisasi mata sebagai antibodi hingga memberi nutrisi.
Dokter yang berpraktik di RS Mata JEC Kedoya itu mengatakan masalah mata kering tidak mungkin terjadi karena banyak faktor, namun pada setiap pasien faktor yang dominan akan berbeda-beda.
Faktor risiko yang memicu masalah mata kering secara demografi mencakup usia, jenis kelamin, hingga etnis itu yang berpengaruh.
"Umumnya memang usia di atas 50 tahun, jenis kelamin itu umumnya perempuan," ujar dia.
Kemudian, dari sisi sistemik sebagai proses inflamasi secara sistemik ataupun adanya penyakit-penyakit kronis pada pasien seperti diabetes, hipertensi, hiperkolesterol, serta gangguan hormonal hingga gangguan kesehatan mental.
"Kalau kondisi pada mata yang paling sering umumnya adalah penggunaan lensa kontak memang ataupun tindakan-tindakan yang pernah dilakukan di mata," imbuh dia.
Niluh menambahkan bahwa faktor risiko yang memicu masalah mata kering yang masih mungkin dimodifikasi adalah gaya hidup hingga faktor lingkungan.
"Penggunaan screen time, faktor lingkungan seperti kelembapan udara, suhu ruangan, pola tidur dan juga pola makan," pungkas Niluh. (Ant/Z-1)