Industri Walet Lesu, Petani Minta Pemerintah Jadi Bapak Asuh

3 weeks ago 16

KETUA Dewan Pembina Perkumpulan Petani Sarang Walet Nusantara (PPSWN), Benny Suryo Sabath Hutapea, mengungkap kondisi industri sarang burung walet yang tengah melemah di Indonesia.

Ia menyoroti sejarah panjang dan potensi besar dari komoditas bernilai tinggi ini. Menurut Benny, industri sarang walet telah ada sejak abad ke-17. Ia menceritakan kisah armada pelaut Tiongkok di bawah pimpinan Admiral Zheng He yang secara tidak sengaja menemukan sarang walet saat kelaparan akibat badai.

“Mereka (pelaut Tiongkok, red) sempat terjebak dalam badai topan, yang membuat mereka kelaparan, karena tidak adanya makanan dan minuman yang memadai. Mereka pun mencari apa saja agar bisa menjadi makanan, salah satunya sarang burung walet,” ujar Benny dalam keterangannya, Senin (25/8).

Pelaut itu kemudian memasak sarang walet dan merasakan manfaat kesehatannya. "Dari sinilah mulai ditemukan salah satu manfaat sarang burung walet untuk kesehatan karena bisa menambah stamina dan kekebalan tubuh,” tambahnya.

Sejak itu, sarang walet menjadi komoditas mewah di kalangan kerajaan Tiongkok dan bahkan dijadikan hadiah bagi Kaisar Dinasti Ming. Puncaknya, antara 1960 hingga 2019, harga sarang walet bisa mencapai Rp40 juta per kilogram.
Benny menyebut saat ini terdapat jutaan petani walet dan ratusan ribu rumah walet tersebar di seluruh Indonesia. Produk mereka diekspor ke berbagai negara seperti Tiongkok, Hong Kong, Singapura, Amerika Serikat, Australia, hingga Jepang dan Korea.

“Indonesia adalah penghasil terbesar sarang burung walet di dunia. Bahkan pada 4 Mei 2021, Presiden Jokowi sempat membahasnya dalam rapat terbatas,” ungkap Benny.

Lebih lanjut, ia menyinggung kesepakatan ekspor walet Indonesia-Tiongkok yang diteken Presiden Jokowi dan Presiden Xi Jinping pada 27 Juli 2023. Namun, menurutnya, belakangan ini industri walet menghadapi tantangan serius.
Harga jual sarang walet anjlok hingga Rp2,5 juta per kilogram. Tak hanya itu, perusahaan pengolahan sarang walet juga terkena sanksi dari General Administration of Customs China (GACC), yang berdampak pada pemutusan hubungan kerja puluhan ribu karyawan.

“Para petani budi daya mengikuti arahan Bapak Presiden Prabowo untuk dapat melakukan hilirisasi bahan baku siap saji. Untuk kebutuhan dalam negeri dan ekspor," ujar Benny.

Namun, ia mengaku regulasi dari Pemerintah Tiongkok telah menghambat ekspor dan memperparah kondisi petani. Karena itu, Benny mendesak pemerintah Indonesia hadir sebagai fasilitator.

“Kami berharap hadirnya pemerintah sebagai fasilitator, yang juga mampu menjadi bapak asuh sebagai pendorong kemajuan para petani walet. Sehingga dapat menjadi problem solver stabilisasi harga dan sanksi ekspor," tegasnya.

PPSWN pun menyampaikan harapan agar industri walet bisa kembali bangkit, terutama dari sisi ekspor.

"Kalau produksi industri sarang burung walet berjalan dengan baik, mulai dari pembibitan hingga pemasaran, maka akan banyak menyerap tenaga kerja dan meningkatkan pendapatan negara dari ekspor,” tutup Benny Hutapea. (Put)

Read Entire Article
Tekno | Hukum | | |