Indonesia Dinilai Belum Siap Sambut Investasi

9 hours ago 5
Indonesia Dinilai Belum Siap Sambut Investasi Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad (tengah).(Dok. PKS)

PADA 2024 pemerintah gagal membawa masuk investasi sebesar Rp1.500 triliun. Aturan yang tumpang tindih hingga bertumpuknya perizinan disebut menjadi faktor yang mempengaruhi kegagalan tersebut.

“Kita menemukan angka di tahun 2024, itu angka realisasi investasi itu, itu sekitar Rp1.500 mungkin tembus ke angka Rp2.000 triliun. Unrealisasi investasi, kenapa? Karena persoalan-persoalan seperti perizinannya, iklim investasinya yang tidak kondusif, berbagai macam kebijakan tumpang tindih dan lain-lain,” ujar Wakil Menteri Investasi dan Hilirisasi/Wakil Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Todotua Pasaribu Kamis (3/7).

Banyaknya minat calon penanam modal untuk berinvestasi di sektor pertambangan disebut menjadi faktor lainnya yang menyebabkan aliran modal sebesar Rp1.500 triliun gagal mendarat di Tanah Air.

Investasi Pertambangan

Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad menuturkan, sektor pertambangan merupakan salah satu primadona tujuan investasi bagi investor. Namun dibalik peluang yang besar itu, terdapat sejumlah hal yang menyebabkan potensi investasi justru menguap.

“Kesiapan kita pada sektor mining itu belum begitu kuat. Terutama dari masalah di tingkat lahan, belum clear and clean,” kata dia saat dihubungi, Minggu (6/7).

Hal kedua yang menyebabkan investor berpikir ulang untuk menanamkan modalnya di Indonesia ialah kurangnya dukungan kebijakan pemerintah. Kompleksitas yang tinggi di sektor pertambangan mendorong tebalnya lapisan regulasi yang membuat para calon investor kesusahan untuk melakukan penanaman modal.

SDM Rendah

Selain itu, hal ketiga yang dinilai menyebabkan gagalnya investasi masuk ke Tanah Air ialah kualitas Sumber Daya Manusia (SDM), terutama di sektor pertambangan yang masih cukup rendah. Ini mendorong investor membawa tenaga kerja asing dan itu berlawanan dengan keinginan pemerintah yang mengharapkan penyerapan tenaga kerja domestik.

“(SDM) kita tidak begitu siap. Karena supply dari SDM kita itu dengan sektor-sektor ini tidak bisa dilakukan dalam kurun waktu relatif cepat. Dia harus bikin sekolahnya dulu, kemudian bikin metode pelatihan dan sebagainya. Kita kan pendidikan dan pelatihan di lembaga-lembaga formal sedikit sekali menyiapkan seperti itu,” jelas Tauhid.

Hambatan Rantai Pasok

Di samping tiga masalah utama tersebut, lanjutnya, terdapat persoalan lain yang menjadi pertimbangan calon investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia, yaitu perihal rantai pasok. Kendati pemerintah kerap menggaungkan ekosistem rantai pasok yang kuat di dalam negeri, namun realisasinya belum cukup menjanjikan.  

Tauhid juga menilai potensi untuk gagalnya investasi masuk ke Indonesia tetap terbuka setiap tahunnya. Itu karena sejauh ini pemerintah belum mengeluarkan kebijakan yang baru dari pemerintahan sebelumnya. Para pembuat kebijakan terkait investasi juga relatif sama dari pemerintahan sebelumnya.

“Dengan menteri yang sama, sebenarnya tidak ada perubahan yang signifikan. Nah memang baru sekarang dilakukan identifikasi regulasi-regulasi yang redundant, dan sebagainya, tetapi itu belum tuntas. Itu yang kemudian menjadi masalah karena kan ujung-ujungnya masing-masing punya dasar undang-undang yang cukup kuat Perubahannya itu ada di undang-undang,” tutur Tauhid. (H-3)

Read Entire Article
Tekno | Hukum | | |