
INDONESIA Corruption Watch (ICW) memprediksi pengurangan hukuman pidana yang diterima mantan Ketua DPR RI Setya Novanto dalam kasus korupsi KTP-E dapat memberikan efek negatif pada pemberantasan korupsi. Setnov sendiri dinilai tidak layak mendapatkan pengurangan hukuman dari Mahkamah Agung (MA) karena kasus yang menjeratnya berdampak masif.
"Setya Novanto memainkan peran signifikan dalam kasus ini sejak tahap penganggaran dan perencanaan pengadaan KTP elektronik," ujar Koordinator ICW Almas Sjafrina kepada Media Indonesia, Rabu (2/7).
Almas mengatakan, pihaknya masih mempertanyakan bukti baru atau novum apa yang dapat meringankan hukuman tersebut. Diketahui, novum menjadi syarat yang wajib disertakan dalam pengajuan peninjauan kembali (PK) ke MA.
Meski PK adalah hak, ICW tetap menganggap Setnov bersalah lantaran besarnya nilai kerugian negara dan dampak yang ditimbulkan dari korupsi KTP-E tersebut. Dengan kerugian yang besar, kasus yang melibatkan Setnov itu disebut telah merugikan masyarakat karena menghambat transformasi dalam sistem administrasi kependudukan.
Lebih lanjut, Almas juga mengatakan bahwa pengurangan hukuman terhadap Setnov lewat PK memberikan dampak negatif terhadap pemberantasan korupsi di Tanah Air.
"Sangat perlu dikhawatirkan bahwa hal itu punya efek negatif terhadap pemberantasan korupsi, khususnya pada aspek menghadirkan penindakan yang berdaya cegah dan menimbulkan efek jera," jelas Almas.
"Bisa dibilang ini merupakan contoh skandal korupsi politik yang sempurna ditunjukkan kongkalikong eksekutif, swasta, dan legislatif. (Harusnya) hukumannya diperberat," sambungnya.
Diketahui, MA mengurangi hukuman Setnov menjadi 12,5 tahun dari yang sebelumnya 15 tahun penjara. (P-4)