
KEMENTERIAN Kependudukan dan Pembangunan Keluarga/BKKBN menegaskan pentingnya peran agama sebagai salah satu dari 8 Fungsi Keluarga dalam mewujudkan generasi emas Indonesia. Hal ini ditegaskan langsung oleh Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga/Kepala BKKBN, Wihaji, saat menghadiri Wisuda Tahfidz Al-Qur’an angkatan ke-2 di Pondok Pesantren Fahliza, Jakarta Timur, Sabtu (19/7/2025).
Dalam sambutannya, Wihaji menekankan bahwa keluarga yang kuat harus dibangun di atas fondasi nilai-nilai spiritual. Fungsi agama dalam keluarga bukan sekadar formalitas, tetapi menjadi arah hidup generasi masa depan.
"Karena bicara bangunan keluarga, yang utama ada fondasi. Fondasi keluarga menurut saya kekuatannya adalah agama yang menjadi kunci dan Al-Qur'an menjadi petunjuk," ujarnya.
Menteri mengatakan, wisuda santri ini merupakan bukti konkret bahwa fungsi agama dalam keluarga berhasil diterapkan melalui peran orang tua, lembaga pendidikan, dan lingkungan sekitar. "Pondok Pesantren Fahliza membentuk karakter, disiplin, dan nilai kehidupan sejak usia dini, sesuai dengan semangat fungsi agama dalam 8 Fungsi Keluarga yang perlu menjadi acuan bagi para orangtua," ujar Wihaji.
Delapan Fungsi Keluarga dimaksud adalah fungsi-fungsi yang perlu diaplikasikan oleh seluruh anggota keluarga, sehingga dapat membentuk pribadi berkarakter yang baik, berkemampuan, mandiri, dan andal. Delapan Fungsi Keluarga tersebut adalah fungsi agama, sosial dan budaya, cinta kasih, perlindungan, reproduksi, sosialisasi dan pendidikan, ekonomi, dan fungsi lingkungan.
Setiap fungsi keluarga harus diterapkan setiap anggota keluraga sesuai peran masing masing. Dalam 8 fungsi tersebut, fungsi agama menempati posisi sentral. Fungsi ini mengarahkan keluarga agar menanamkan nilai-nilai ketuhanan dan moralitas sejak dini kepada anak.
Peran keluarga pada fungsi ini sangat penting, karena keluarga merupakan tempat pertama seorang anak mengenal, menanamkan, menerapkan dan menumbuhkan serta mengembangkan nilai-nilai agama yang dianut.
• Menghadapi Tantangan Digital.
Dalam sambutannya, Wihaji juga menyinggung penggunaan ponsel dan media sosial oleh anak yang telah menggeser peran orangtua. Ia berharap pendidikan agama seperti yang dilakukan Pondok Pesantren Fahliza bisa menjadi penyeimbang.
"Rata-rata masyarakat Indonesia memegang handphone 8,5 jam per hari. Maka, otak kita yang mempengaruhi sekarang bukan orangtua, tetapi handphone," ungkapnya.
• Bantuan Pendidikan Tanpa Biaya.
Pondok Pesantren Fahliza yang dibina Sunarto dan Liza Melia ini mewisuda 42 santri dari program Tahfidz dan Tahsin. Pondok Pesantren Fahliza juga mengapresiasi para orangtua asuh dan donatur atas komitmennya membantu akses pendidikan bagi anak yatim, piatu, dan dhuafa.
Sebanyak 80 persen santri, baik mukim maupun nonmukim, telah mendapat bantuan pendidikan tanpa biaya. "Kami tidak bisa sendiri. Maka, kami melakukan dengan program Orangtua Asuh dan Program Donatur. Dari itu kami memiliki 14 Orangtua Asuh dan beberapa donatur, sehingga mampu menggratiskan 80% dari santri mukim maupun nonmukim," ujar Sunarto dalam sambutannya.
Pondok Pesantren Fahliza juga mengembangkan pendidikan formal setara SMP dan SMA melalui program Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM). Ini memungkinkan santri mendapatkan ijazah legal yang dapat digunakan untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi.
Acara yang turut dihadiri tokoh masyarakat, orangtua santri, serta para orangtua asuh pondok pesantren ini menjadi bukti peran strategis pendidikan agama dalam mencetak generasi bangsa yang berkualitas dan berakhlak.
Kehadiran Wihaji dalam acara ini menjadi penegas bahwa pembangunan keluarga tidak hanya tentang aspek fisik dan ekonomi, tetapi juga spiritual dan moral, dengan agama sebagai pilar utamanya. (RO/I-2)