
KASUS kekerasan terhadap perempuan dan anak di Nusa Tenggara Timur (NTT) terus mengalami peningkatan dari bulan ke bulan. Per 9 Mei 2025, total kasus yang dilaporkan ke Pemerintah Provinsi NTT mencapai angka 198, sedangkan selama 2024 tercatat 368 kasus. Kasus yang dilaporkan melipui kekerasan fisik, psikis, seksual, trafficking, dan penelantaran.
Adapun rata-rata laporan kasus kekerasan perempuan dan anak mencapai 47 kasus per bulan selama Januari-Mei 2025, sedangkan selama 2024, rata-rata laporan kasus kekerasan perempuan dan anak mencapai 36 kasus per bulan.
Kondisi tersebut sebagai tanda kekerasan terhadap perempuan dan anak di NTT sudah darurat dan membuat gerah.
Gubernur NTT Emanuel Melkiades Laka Lena mengatakan, saat ini lebih dari 70 persen narapidana penghuni Lapas Kupang adalah pelaku kekerasan perempuan dan anak. Kasus-kasus tersebut meliputi pelecehan seksual dan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). "Saya baru saja dilaporkan seorang guru menghamili muridnya di Lewa (Kabupaten Sumba Timur). Ini harus dicegah agar tidak bertambah parah," kata Gubernur NTT Emanuel Melkiades Laka Lena, Minggu (11/5).
Menurutnya, kasus-kasus ini sedang ditangani serius oleh pemerintah agar tidak bedampak buruk terhadap nama baik pemerintah provinsi.
Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana NTT, Ruth D. Laiskodat menambahkan pelaku kekerasan perempuan dan anak mulai dar tokoh agama, ASN, tukang ojek, guru, tenaga konrak, polisi nelayan, dan sopir.
Untuk itu, kampanye stop kekerasan terhadap perempuan dan anak, terus disampaikan untuk mendorong aksi nyata dari publik menghentikan kasus-kasus kekerasan yang terjadi saat ini.
"Yang sangat disesalkan adalah kekerasan ini dilakukan oleh orang-orang terdekat. suami, istri, keluarga, ibu, mama, guru, pacar, saudara, teman, mantan, pacar, majkan dan orang tua asuh," jelasnya. (H-2)