
KALENDER Hijriah Global Tunggal (KHGT) merupakan kalender Islam global yang diadopsi Muhammadiyah dari hasil konferensi di Istanbul, Turki, pada 21-23 Syakban 1437/ 28-30 Mei 2016, dihadiri 60 negara. Kehadiran kalender Islam global diharapkan mampu menyatukan seluruh muslim dunia dalam menetapkan awal bulan Hijriah, seperti Ramadan, Syawal, dan Zulhijah sehingga dapat mengakhiri perbedaan.
Prinsip dasar KHGT ialah satu hari satu tanggal untuk seluruh dunia. Konsep itu merupakan konsep baru di kalangan para pengkaji kalender Islam. Tokoh pertama yang memperkenalkannya ialah Jamaluddin Abd ar-Raziq dari Maroko melalui karyanya yang berjudul At-Taqwim al-Qamary al-Islamy al-Muwahhad (Kalender Kamariah Islam Unifikatif Satu Hari Satu Tanggal di Seluruh Dunia) diterbitkan Marsam Rabat Maroko, 2004.
Prinsip berikutnya ialah transfer imkanur rukyat. Transfer imkanur rukyat dimaksudkan sebagai 'jalan tengah' antara pengguna hisab dan rukyat, dengan memperhatikan wilayah seluruh dunia (global) yang belum masuk tidak boleh dipaksa untuk memulai awal bulan kamariah, dan wilayah yang sudah masuk dan memenuhi persyaratan tidak boleh menunda awal bulan kamariah.
Konsep transfer imkanur rukyat, selain sebagai jalan tengah, menjaga konsistensi syarat kalender Islam minimal jumlah hari sebulan ialah 29 hari dan maksimal 30 hari. Dalam realitasnya, konsep transfer imkanur rukyat telah digunakan dalam pembuatan kalender Islam selama ini dengan istilah wilayatul hukmi yang bersifat lokal.
Dalam KHGT, selain prinsip dan syarat, juga ada parameter untuk menentukan awal bulan kamariah. Parameternya imkanur rukyat dengan ketinggian hilal minimal 5 derajat dan elongasi minimal 8 derajat di mana saja, baik di daratan maupun di lautan. Parameter ini mengadopsi hasil konferensi di Istanbul pada 26-29 Zulhijah 1398/27-30 November 1978. Sementara itu, ketinggian hilal dan elongasi menggunakan geosentrik.
Dokumen resmi tentang asal usul kriteria ketinggian hilal dan elongasi belum banyak dipublikasikan secara terbuka. Namun, berdasarkan penelusuran, amat mungkin merupakan perpaduan hasil penelitian astronom yang berkembang saat itu seperti Andre Danjon, John A Bruin, dan penelitian astronom muslim di Turki yang terlibat dalam konferensi.
Penerimaan Muhammadiyah terhadap konsep Kalender Islam Global Turki 1427/2016 melalui proses yang panjang. Kurang lebih 10 tahun pascapertemuan Turki, Muhammadiyah melalui Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah (MTT PPM) melakukan kajian secara intensif. Berbagai ahli internal dan eksternal diundang untuk memberikan masukan dan tanggapan terhadap Kalender Islam Global.
Mula-mula dilakukan UHAMKA Jakarta dan di Universitas Muhammadiyah Sumatra Utara Medan. Pertemuan itu lebih bersifat brainstorming dan memperkenalkan hasil keputusan Konferensi Turki. Sayangnya dalam pertemuan itu pihak eksternal yang hadir dalam pertemuan Turki belum memberikan informasi secara komprehensif.
Selanjutnya diselenggarakan di UHAMKA Jakarta dan dibuka Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin (periode 2014-2019). Dalam sambutannya Lukman Hakim menyampaikan pesan, "Proses penyatuan yang sudah panjang jangan dibiarkan terus berjalan. Hasil Konferensi Turki perlu ditelaah bersama. Jadikan Indonesia sebagai teladan penyatuan kalender Islam di dunia." Pertemuan kedua itu sudah mulai mengkaji persoalan-persoalan substantif seputar kalender Islam global dan pembagian tugas untuk melakukan perhitungan selama seratus tahun.
Menindaklanjuti hasil pertemuan di UHAMKA diselenggarakan Halaqah Kalender Islam Global di Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta. Dalam pertemuan itu lebih difokuskan untuk memverifikasi hasil perhitungan yang dilakukan para ahli hisab Muhammadiyah.
Para ahli hisab tidak hanya melakukan perhitungan Kalender Islam Global semata, tetapi juga melakukan perhitungan berdasarkan kriteria wujudul hilal dan neovisibilitas hilal MABIMS (3, 6.4). Dengan proses itu diketahui berapa persen perbedaan Kalender Islam Global dengan kriteria wujudul hilal dan neovisibilitas hilal MABIMS.
Pada 1440 H/2019 diselenggarakan Konsolidasi Paham Hisab Muhammadiyah tentang Kalender Islam Global di Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta. Pertemuan itu berusaha menggali dasar syar'i dan sains tentang Kalender Islam Global. Berbagai ayat Al-Qur'an dan As-Sunnah digali dengan memperhatikan pandangan para mufasir, muhaddis, para ulama usul fikih, dan para saintis dengan pendekatan multidisiplin-interdispilin-transdisiplin. Pendekatan itu dilakukan sesuai dengan spirit Manhaj Tarjih dalam memutuskan sebuah problem hukum yang dihadapi. Hasil pertemuan itu memperkukuh pertemuan-pertemuan sebelumnya.
Pada Rabu, 27 Syakban 1443/30 Maret 2022, Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah menyelenggarakan Focus Group Discussion Kalender Hijriah Muhammadiyah dan Kalender Hijriah Global 1444 sd1450 H) bertempat di Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta. Focus Group Discussion dilakukan secara hibrida. Salah satu agenda utama ialah mencermati hasil hisab selama 10 tahun dan menyamakan persepsi tentang prinsip, syarat, dan parameter (PSP) menurut kalender Islam global Turki. Pada pertemuan itu pula mulai muncul istilah KHGT. Sebagian mengusulkan kepanjangan KHGT ialah Kalender Hijriah Global Tunggal.
Sebagian lainnya mengusulkan KHGT ialah Kalender Hijriah Global Terpadu. Akhirnya diputuskan agar kepanjangan KHGT diteruskan ke Divisi Hisab dan Iptek untuk dipelajari dan dikaji. Hasil kajian dan diskusi di divisi diputuskan bahwa kepanjangan KHGT ialah Kalender Hijriah Global Tunggal. Sejak itulah istilah KHGT digunakan dan dipopulerkan. Sekaligus dibawa ke Munas Tarjih Ke-32 1445/2024 di Pekalongan.
SOSIALISASI
Patut diketahui sebelum KHGT dibawa ke munas, dilakukan sosialisasi ke berbagai Perguruan Tinggi Muhammadiyah bekerja sama dengan Pimpinan Wilayah Muhammadiyah, seperti Universitas Muhammadiyah Sumatra Utara (UMSU), Universitas Muhammadiyah Makassar, Universitas Muhammadiyah Mataram, Universitas Ahmad Dahlan (UAD) Yogyakarta, dan Universitas Muhammadiyah Bandung.
Pasca-Munas Ke-32 di Pekalongan, Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah (MTT PPM) mengirimkan draf hasil keputusan Munas Tarjih tentang KHGT ke Pimpinan Pusat Muhammadiyah untuk di-tanfidz sebagai pedoman untuk mengimplementasikan. Dengan kata lain, meskipun sudah diputuskan di Munas Tarjih, jika belum di-tanfidz, belum bisa dilaksanakan.
Dalam kasus KHGT itu Pimpinan Pusat Muhammadiyah bersikap sangat elegan-asertif sebelum mengambil keputusan demi kemaslahatan bersama. Beberapa kali Pimpinan Pusat Muhammadiyah mengundang MTT PPM untuk berdiskusi seputar implementasi KHGT. Dalam pertemuan yang penulis hadiri para unsur Pimpinan Pusat Muhammadiyah berusaha semaksimal mungkin menggali informasi dari berbagai sudut pandang dari aspek bayani, burhani, dan irfani.
Para unsur Pimpinan Pusat Muhammadiyah mendengarkan secara saksama argumentasi yang disampaikan MTT PPM dengan penuh kearifan. Akhirnya pada Rabu, 22 Rajab 1446 bertepatan 22 Januari 2025 diputuskan 'masa sosialisasi KHGT diperpanjang' dan akan diterapkan secara penuh pada awal Muharam 1447 H. Keputusan PPM merupakan implementasi konkret Manhaj Tarjih (bayani, burhani, dan irfani). Para PPM meyakini proses istinbati yang dilakukan MTT PPM sudah sesuai, tetapi proses tatbiqi perlu mempertimbangkan kemaslahatan umat (taqdimu al-maslahah al-ammah ala al-maslahah al-khassah).
Perpanjangan sosialisasi KHGT bertujuan konsep KHGT tidak hanya dipahami internal warga Persyarikatan Muhammadiyah. Pada hakikatnya KHGT tidak hanya milik Muhammadiyah, tetapi milik seluruh dunia Islam yang merindukan kehadiran kalender Islam yang mapan. Pengalaman implementasi neovisibilitas hilal MABIMS 3, 6.4 di Indonesia menjadi pelajaran penting. Proses implementasinya terkesan 'dipaksakan' sehingga sampai hari ini masih menyisakan problem bagi anggota MABIMS.
Perbedaan konsep elongasi antaranggota MABIMS menjadi pelajaran penting bagi pihak terkait, khususnya Indonesia. Pada saat itu mayoritas anggota Tim Unifikasi Kalender Hijriah Indonesia menghendaki perubahan kriteria IR MABIMS dari 2,3,8 menuju 3,6.4 memperhatikan kemaslahatan bersama agar tidak menimbulkan masalah di kemudian hari.
Penentuan awal Syawal 1443/2022 merupakan peristiwa yang kurang menyenangkan bagi anggota MABIMS, khususnya Malaysia. Dalam buku yang berjudul Anak Bulan Syawal Monograf Penentuan Aidilfitri 1443/2022 oleh Mohd Saiful Anwar Mohd Nawawi dkk, dikisahkan bagaimana situasi kegaduhan di Malaysia menjelang Idul Fitri 1443.
Pada saat itu berdasarkan hasil hisab menurut kriteria neovisibilitas hilal MABIMS 3, 6.4 awal Syawal 1443 jatuh pada Selasa, 3 Mei 2022 karena pada Ahad, 1 Mei 2022 posisi hilal belum memenuhi kriteria. Namun, dalam praktiknya ada yang berhasil melihat hilal di Labuan Malaysia sehingga awal Syawal 1443 jatuh pada Senin, 2 Mei 2022. Peristiwa itu sangat mengacaukan suasana Lebaran di Malaysia. Dalam bahasa Malaysia diistilahkan 'Raya Terkejut', 'Raya Kalut', dan 'Raya Kelam Kabut'.
Dengan demikian, perpanjangan sosialisasi KHGT dan meingimplementasikannya secara penuh pada awal Muharam 1447 H merupakan langkah bijak dan strategis untuk diseminasi kepada masyarakat muslim Indonesia dan dunia tentang konsep KHGT. Muhammadiyah menunjukkan komitmen terhadap penyatuan Kalender Islam Global tanpa mengganggu harmoni Idul Fitri 1446 H yang berpotensi bersamaan dengan pemerintah dengan tetap menggunakan kriteria wujudul hilal hingga akhir 1446 H.
Sebaliknya jika dipaksakan implementasi penuh KHGT di tengah jalan pada 1446 H, sistem KHGT mengalami ketidakteraturan dan dipastikan Idul Fitri 1446 H akan berbeda dengan pemerintah dan ormas-ormas Islam yang lain. Bagi Muhammadiyah, perbedaan dalam penentuan awal Ramadan, Syawal, dan Zulhijah ialah hal biasa. Namun, dalam konteks implementasi KHGT perlu diperhatikan kemaslahatan bersama baik internal maupun eksternal.
BAGAIMANA HUKUMNYA?
Selanjutnya, dalam masyarakat muncul pertanyaan bagaimana hukumnya tetap menggunakan kriteria wujudul hilal tahun ini (1446 H) karena jumlah hari puasa Ramadan digenapkan 30 hari, sementara menurut KHGT hanya 29 hari? Konsep wujudul hilal merupakan produk ijtihad yang memiliki dasar-dasar kukuh dari Al-Qur’an dan hadis atau As-Sunnah Maqbulah serta memperhatikan perkembangan sains dan teknologi.
Penggunaan kriteria wujudul hilal juga tidak menyalahi syarat kalender bahwa umur bulan Hijriah minimal 29 hari dan maksimal 30 hari. Hal itu sebagaimana diisyaratkan dalam hadis yang artinya, “Sesungguhnya kami adalah umat yang ummi, kami tidak bisa menulis dan tidak bisa melakukan hisab. Bulan itu adalah demikian-demikian. Maksudnya adalah kadang-kadang dua puluh sembilan hari, dan kadang-kadang tiga puluh hari." HR Al-Bukhari dan Muslim (Pedoman Hisab Muhammadiyah, hlm 34).
Demikian pula KHGT juga merupakan produk ijtihad yang sah. Keduanya sama-sama menggunakan metode hisab hakiki. Perbedaan pokok keduanya ialah wujudul hilal berwawasan nasional berdasarkan konsep wilayatul hukmi. Sementara itu, KHGT berwawasan global berdasarkan konsep ittihadul matali’.
Pada tahun ini Muhammadiyah masih memberlakukan kriteria wujudul hilal didasarkan kepada konsep istishab, yang artinya pemberlakuan hukum asal atau awal. Kaidah usul fikihnya berbunyi al-ashlu baqa’u ma kana ala ma kana (hukum asal sesuatu ialah berlakunya kondisi sebelum terjadinya perubahan).
Dalam konteks penentuan awal bulan, kaidah itu bermakna suatu ketentuan tetap berlaku sampai ada ketentuan baru yang mengubahnya atau dalam hukum positif diistilahkan presumpti iuris. Ketentuan baru yang akan mengubah kriteria wujudul hilal ialah Tanfidz Pimpinan Pusat Muhammadiyah yang akan memberlakukan KHGT pada awal Muharam 1447 H/2025 M. Wa Allahu a'lam bi ash-shawab!