
WAKIL Koordinator Bidang Eksternal Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), Andrie Yunus, menjadi saksi dalam sidang di Mahkamah Konstitusi (MK) yang menguji proses legislasi UU TNI.
Andrie Yunus sebelumnya pernah menerobos dan menginterupsi rapat Komisi I DPR saat membahas revisi UU TNI di salah satu hotel di Jakarta pada Sabtu, 15 Maret 2025 lalu.
Dalam penjelasannya di hadapan para hakim MK, Andrie menceritakan pengalamannya dalam menerobos pembahasan RUU TNI dan apa dampak yang ia rasakan usai menerobos masuk rapat tersebut.
Ia menuturkan pasca menerobos pembahasan tersebut dan viral di media sosial, sejumlah orang dari orang tak dikenal menghubunginya hingga adanya beberapa intel yang mendatanginya ke Kantor KonstraS.
“Memasuki tengah malam, saya mendapati panggilan telepon dari nomor tidak dikenal. Satu kali melalui telepon biasa dan dua lainnya melalui telepon WhatsApp,” kata Andrie di ruang rapet Pleno MK pada Senin (14/7).
Setelah dilakukan pengecekan, Andrie menemukan identitas nomor tersebut teridentifikasi berinisial T dan menunjukkan adanya afiliasi dengan name tag beragam seperti Deninteldam Jaya dan Cakra 45.
Lalu bersamaan dengan panggilan masuk tersebut pada tanggal 16 Maret, dini hari, saat Andrie masih berada di Kantor Kontras, dirinya dibuntuti sebab mengetahui ada orang tidak dikenal membunyikan bel di pintu gerbang.
“Mereka mengaku sebagai media dan berdasarkan hasil pengecekan CCTV kami mengetahui bahwa terdapat orang tidak dikenal berjumlah 3 orang. Salah satu cirinya adalah berbadan tegap dan berambut cepak,” tukas Andrie.
Kurang lebih dua jam kemudian, pukul 02.00, mereka masih mendapati orang tidak dikenal sekitar 5 hingga 6 orang.
Tak ada akses keterbukaan
Andrie mengaku sambil memegang poster dan surat terbuka, ia datang ke lokasi karena beranggapan rapat konsinyering yang dilakukan DPR Komisi I membahas pembentukan undang-undang seharusnya dilakukan secara terbuka untuk publik.
“Yang saya pahami semestinya rapat-rapat yang dilakukan untuk membahas proses pembentukan peraturan perundang-undangan dilakukan terbuka, dan makanya saya datang ke rapat konsinyering di hotel Fairmont,” jelas Andrie.
Ia juga mengaku tidak mendapatkan informasi yang jelas apakah rapat tersebut bersifat terbuka atau tertutup dan tidak dapat mengakses dokumen-dokumen resmi seperti naskah akademik, daftar inventarisasi masalah (DIM), sampai draf RUU-nya. Menurutnya, aksi interupsi itu harus dilaksanakan sebelum pengesahan RUU TNI yang dijadwalkan pada 20 Maret 2025.
“Sehingga kemudian kami menilai tidak ada waktu lagi untuk menunggu kapan dokumen-dokumen itu setidaknya diupload dan bisa diakses oleh publik untuk dapat kami teliti dan pelajari hingga memberikan masukan. Oleh karena itu, atas berbagai macam pertimbangan kami lakukan interupsi Fairmont dengan maksud untuk mengingatkan DPR untuk membuka partisipasi publik namun tidak terbatas pada dokumen-dokumen legislasi,” tutur Andrie.
Selain itu, sejauh ini Kontras mengetahui pasal-pasal yang direvisi atau norma-norma baru dalam RUU TNI dari sejumlah pernyataan-pernyataan dari pembentuk undang-undang di publik. Menurutnya, tidak ada dokumen resmi yang memuat informasi itu.
Dia mengatakan berdasarkan pemantauan Kontras berkenaan dengan proses legislasi pembahasan RUU TNI dilakukan secara tidak transparan. Upaya untuk menyampaikan keresahan dan kritik secara damai terhadap proses legislasi RUU TNI baik yang disampaikan oleh berbagai elemen masyarakat sipil dan di berbagai wilayah di Indonesia dibalas dengan tindakan represif dari aparatur negara yaitu TNI dan Polri.
Selain itu, ia menyebutkan saat menerobos ruangan rapat tersebut, terdapat sekitar 50 hingga 60 orang peserta rapat yang ikut membahas RUU TNI.
“Di layar tampak Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) ditampilkan, sementara Ketua Komisi I DPR Utut Adianto tengah berbicara. Andrie menyampaikan bahwa aksi interupsi yang dilakukannya berlangsung sekitar 10 menit, dimulai sekitar pukul 17.45 WIB,” tukasnya.
Setelah itu, ia diminta keluar dari ruangan oleh petugas. Namun, menurut informasi yang ia peroleh dari lokasi, rapat tetap dilanjutkan dan berlangsung hingga pukul 22.00 WIB.
“Kontras langsung diusir paksa ke luar ruangan. Dia saat itu kami ditarik dan didorong oleh pihak yang mengamankan kegiatan tersebut sehingga menyebabkannya dan seorang jurnalis terhempas jatuh ke lantai,” lanjutnya.
Pada kesempatan yang sama, Hakim Konstitusi Guntur Hamzah mengapresiasi tindakan aktivis Kontras Andrie Yunus, yang menginterupsi rapat pembahasan revisi Undang-Undang TNI oleh Komisi I DPR RI di hotel tersebut.
“Saudara Andrie Yunus, ini saya baru ingat kembali. Yang masuk ke Fairmont, ya? Ruang sidang itu. Orang mengatakan keren gitu ya, karena masuk di ruang sidang,” ujar Guntur.
Guntur juga menyatakan bahwa keterangan yang disampaikan Andrie penting sebagai bahan pertimbangan Mahkamah, khususnya dalam menilai apakah proses pembentukan UU TNI 2025 memenuhi asas keterbukaan dan partisipasi yang bermakna, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011.
Sebagai informasi, sidang hari ini digelar sekaligus untuk Perkara Nomor 45, 56, 69, 75, 81/PUU-XXIII/2025. Perkara Nomor 45/PUU-XXIII/2025 dimohonkan tujuh mahasiswa dan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Perkumpulan Inisiatif Masyarakat Partisipatif untuk Transisi Berkeadilan (Imparsial), Perkumpulan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) beserta perseorangan lainnya Inayah WD Rahman, Eva Nurcahyani, dan Fatiah Maulidiyanty.
Para Pemohon menggugat pelanggaran sejumlah asas dalam pembentukan peraturan perundang-undangan yang diatur Pasal 5 Undang-Undang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Asas dimaksud di antaranya asas kejelasan tujuan; asas kelembagaan atau pejabat pembentuk yang tepat; asas kesesuaian antara jenis, hierarki, dan materi muatan; asas dapat dilaksanakan; asas kedayagunaan dan kehasilgunaan; asas kejelasan rumusan; serta asas keterbukaan.
Dalam petitumnya, para Pemohon memohon kepada Mahkamah untuk menyatakan pembentukan UU 3/2025 tentang Perubahan atas UU 34/2004 tentang TNI tidak memenuhi ketentuan pembentukan Undang-Undang menurut UUD 1945, menyatakan UU 3/2025 tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, serta menyatakan UU 34/2004 tentang TNI berlaku kembali. (P-4)