PSHK: UU TNI Telah Membuat Prolegnas Kehilangan Fungsi

4 hours ago 5
 UU TNI Telah Membuat Prolegnas Kehilangan Fungsi Infografis(Dok.MI)


Deputi Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK), Fajri Nursyamsi mengatakan pengesahan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2025 tentang TNI (UU TNI) telah menunjukkan, Program Legislasi Nasional (Prolegnas) saat ini telah kehilangan fungsinya sebagai alat perencanaan hukum negara.

Ia menyebut suatu dokumen dinyatakan valid sebagai undang-undang diukur dari proses pembentukannya yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, termasuk perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan, dan pengundangan.

“Proses pembentukan peraturan perundang-undangan tidak dapat hanya dimaknai sebagai aktivitas administratif, tetapi lebih tinggi dari itu, miliki nilai konstitusional dalam memastikan hadirnya prinsip-prinsip demokrasi, negara hukum, dan hak asasi manusia,” kata Fajri dalam dalam sidang uji formil UU Nomor 3 Tahun 2025 tentang TNI di Gedung MK pada Senin (14/7).

Akan tetapi, ironisnya dalam praktik pengesahan UU TNI, Fajri menilai proses pembentukannya justru terkesan politis menjadi alat kuasa dari Presiden dan DPR.

“Undang-Undang TNI disahkan tanpa pernah sah masuk sebagai prolegnas prioritas 2025. Kedua, UU TNI juga disahkan tanpa melalui tahap penyusunan. Dan ketiga, UU TNI disahkan tanpa memenuhi asas keterbukaan dan tidak menerapkan partisipasi yang bermakna dalam pembahasannya,” jelasnya. 

Selain melanggar regulasi, tidak dimasukkannya RUU TNI dalam daftar pengesahan prolegnas tahun 2025 sebagai agenda acara Rapat Paripurna DPR, menyebabkan publik tidak terinformasikan secara benar mengenai dasar apa saja yang menjadi pertimbangan dan akan dibahas oleh DPR. 

“Hasil pembahasan dan pertimbangan oleh badan legislatif (baleg) akan menjadi dasar bagi publik memahami argumentasi dari dimasukkannya RUU TNI ke perubahan prolegnas 2025. Atau sebaliknya, menjadi dasar untuk melakukan protes atau gugatan jika tidak mencerminkan argumentasi yang kuat atau bahkan merugikan kelompok masyarakat terbentuk” imbuh Fajri.

Menurut dia, alih-alih mengejar capaian Prolegnas tahunan, DPR dan Presiden justru menambahkan RUU baru secara tiba-tiba dan mengabaikan RUU prioritas yang telah lama direncanakan sejak awal, seperti RUU Perampasan Aset, RUU Peradilan Militer, hingga RUU Masyarakat Adat.
 
“Hal inilah yang menjadi akar masalah dari prolegnas sebagai alat perencanaan bentuk undang-undang yang semula alat perencanaan menjadi alat sekedar harapan, yang semula menjadi daftar komitmen bagi semua menjadi daftar yang tidak dapat dipercaya,” tukas Fajri.

Dalam konteks agenda reformasi regulasi, praktik dipaksakannya pengesahan RUU TNI dalam perubahan prolegnas 2025 menambah panjang permasalahan dalam tahap perencanaan pembentukan undang-undang yang sejak diberlakukan pada 2004 tidak pernah tercapai 100%.

Ia juga menegaskan bahwa ditemukan agenda pengesahan perubahan Prolegnas dalam rapat paripurna DPR pada 18 Februari 2025. 

Dalam siaran langsung TVR Parlemen, kata Fajri, hanya ada tiga agenda yang dibacakan, yaitu pembicaraan tingkat dua RUU Pertambangan, laporan Komisi I tentang hibah alutsista, dan pelantikan anggota antar waktu. Tidak disebutkan sama sekali agenda pengesahan perubahan Prolegnas untuk memasukkan RUU TNI. 

“Ada dua prosedur yang dilanggar dalam pengesahan tersebut, yaitu pertama, pengesahan perubahan Prolegnas 2025 tidak diagendakan dalam rapat paripurna, dan tidak adanya pertimbangan Badan Legislasi yang mendasari dilakukannya perubahan untuk memasukkan RUU revisi Undang-undang TNI," kata Fajri.

Dalam sidang hari ini Senin (14/7) yang dipimpin oleh Ketua MK, Suhartoyo, para pemohon menghadirkan satu ahli yaitu Deputi Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK), Fajri Nursyamsi, dan satu saksi yaitu Wakil Koordinator Bidang Eksternal KontraS, Andrie Yunus yang pernah menerobos ruang rapat revisi UU TNI di Hotel Fairmont. 

MK pada hari ini menyidangkan lima permohonan uji formil UU TNI, baik dari kalangan mahasiswa maupun kelompok masyarakat sipil (YLBHI dan kawan-kawan). Mereka meminta UU TNI hasil revisi dibatalkan karena cacat prosedur. (Dev/P-1)

Read Entire Article
Tekno | Hukum | | |