SEBUAH sepeda motor yang telah dimodifikasi berhenti. Dari atas motor, dua penyandang disabilitas asal Klaten, Jawa Tengah, turun perlahan.
Meski secara fisik mereka memiliki keterbatasan, semangat tetap luar biasa. Mereka datang jauh-jauh demi satu tujuan: belajar menjadi konten kreator, demi hidup yang lebih mandiri. Kehadiran dua difabel itu membuat hati Azzah Zulfah Maula, 29, luluh. Azzah, seorang contentpreneur sekaligus founder Unlock Your Potential Academy (Uptica) asal Purwokerto, tak kuasa membendung air mata.
“Waktu melihat mereka datang, saya langsung menangis. Mereka rela menempuh perjalanan jauh hanya untuk ikut pelatihan. Buat saya, ini tamparan sekaligus penyemangat. Betapa mereka tak menjadikan keterbatasan sebagai halangan. Saya jadi lebih bersemangat untuk mendampingi mereka,” ujar Azzah kepada Media Indonesia, Rabu (21/5).
Azzah mendedikasikan diri mendampingi kelompok-kelompok difabel, khususnya di wilayah Solo Raya seperti Solo, Klaten, dan Karanganyar. Lewat Uptica, ia berbagi ilmu tentang bagaimana memanfaatkan media sosial untuk membangun usaha dan memperluas jejaring.
“Kami bertemu teman-teman luar biasa. Mereka tidak hanya datang dengan keterbatasan fisik, tapi juga dengan semangat belajar yang luar biasa. Saat pelatihan berlangsung, suasananya hangat, seru, bahkan penuh canda. Mereka itu sangat ekspresif dan kreatif,” tutur Azzah.
Program pelatihan ini digelar Uptica dengan dukungan dari sebuah NGO di Solo. Tujuannya sederhana tapi berdampak besar, membantu para difabel meningkatkan pemasaran usaha mereka melalui media sosial dan konten digital.
“Sebetulnya mereka sudah punya usaha. Tapi karena kurang paham cara promosi online, jangkauannya terbatas. Maka kami bantu mereka jadi konten kreator. Mulai dari bikin video, live streaming, sampai berani tampil di depan kamera,” katanya.
Azzah berkisah tentang momen paling menyentuh ketika ia mendampingi seorang difabel netra yang ingin mempromosikan jasa pijatnya lewat live video. Awalnya canggung, tapi perlahan, pria itu mulai percaya diri.
“Saya dampingi dia mulai dari cara berbicara, menyapa audiens, sampai bagaimana menunjukkan keahliannya. Itu momen yang sangat berkesan. Ternyata mereka benar-benar punya keberanian besar untuk mencoba hal baru,” ujar Azzah.
Bukan hanya tukang pijat. Seorang difabel daksa, misalnya, belajar membuat konten untuk mempromosikan jualan peyek dan jajanan kecil lainnya. Mereka tak lagi menunggu belas kasih orang lain. Mereka bergerak, dengan cara mereka sendiri. Menjadi konten kreator bukanlah hal instan. Sehingga Azzah tak hanya berhenti pada pemberian materi. Ia ikut mendampingi hingga akun media sosial para peserta benar-benar berkembang.
“Saya bantu sampai akun mereka ‘pecah telur’, artinya mulai banyak yang nonton, kasih komentar, dan bahkan bisa viral. Kami latih dari awal, termasuk cara bikin hook yang menarik dan merangkai narasi. Biasanya pendampingan dilakukan sampai tiga bulan. Pokoknya biar sampai FYP atau viral,” jelasnya.
Bagi Azzah, kegiatan itu lebih dari sekadar pelatihan. Ini adalah perjalanan membangun kepercayaan diri dan harapan.
“Mereka membuka mata saya, bahwa keterbatasan fisik tak pernah bisa membatasi mimpi. Saya belajar banyak dari mereka, tentang keberanian, tentang semangat untuk hidup mandiri,” katanya.
Tak hanya penyandang disabilitas, Azzah juga memberikan edukasi menjadi konten kreator kepada ibu-ibu rumah tangga.
“Karena terkadang mereka gabut (tidak ada pekerjaan) juga hanya di rumah mengurus anak. Kemudian para ibu rumah tangga berinisiatif untuk mengikuti pelatihan. Kini, tidak hanya ibu rumah tangga, tetapi juga generasi Z. Mereka ternyata jauh lebih gercep (gerak cepat) dan tidak mau kalah bersaing,”ungkapnya.
Azzah yang bergelut di dunia digital kerap harus berkeliling dari satu kota ke kota lainnya mempercayakan akses internetnya dengan IM3.
“Apalagi saat ini Indosat telah meluncurkan layanan pascabayar bertajuk IM3 Platinum. Layanan ini berbasis AI (artificial intelligence, red),” jelasnya.
Pernah suatu waktu, dia pergi ke daerah terpencil di Kabupaten Karanganyar. Lokasinya sulit dijangkau, namun sinyalnya tetap bagus. Sehingga tidak menganggu aktivitasnya. Sebagai contentpreneur, Azzah merasakan manfaat Platinum Family Plan yang dapat dimanfaatkan untuk keluarga.
“Selain Uptica, saya juga memiliki brand fashion dengan nama De La Lune. Kami juga memanfaatkan media digital untuk pemasaran. Dengan adanya IM3 Platinum, sangat membantu. Apalagi untuk live dan marketplace, kami memiliki beberapa karyawan yang juga memanfaatkan jaringan bersama,” kata dia.
Sementara EVP Head of Circle Java Indosat Ooredoo Hutchison Fahd Yudhanegoro mengatakan bahwa IM3 Platinum hadir untuk memenuhi kebutuhan pelanggan akan pengalaman telekomunikasi yang lebih personal dan efisien.
“Dengan dukungan AI dan jaringan otomatis, kami yakin layanan ini akan menjadi acuan baru layanan pascabayar di Indonesia,” katanya.
IM3 Platinum menawarkan beragam paket inovatif, termasuk Platinum Family yang memungkinkan pembagian kuota hingga lima anggota keluarga mulai dari Rp80 ribu per bulan hingga Rp1 juta per tahun. Dengan konsep Simple, Next Level, IM3 Platinum dirancang bagi pelanggan yang ingin menaikkan kualitas hidup dan karier melalui kemudahan akses teknologi. Menurutnya, transformasi ini menjadi jawaban atas tuntutan masyarakat modern yang menginginkan layanan yang lebih cerdas, koneksi yang lebih stabil, dan pengalaman pelanggan yang lebih personal.
“Layanan ini merupakan upaya Indosat menjawab kebutuhan koneksi internet yang cepat dan stabil untuk mendukung aktivitas digital sehari-hari, mulai dari rapat virtual tanpa gangguan, streaming tanpa buffering, hingga komunikasi yang lancar tanpa terputus,” tandasnya. (LD/E-4)