ANGGOTA Komisi IX DPR RI Irma Suryani Chaniago menyampaikan kritik keras terhadap manajemen PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex). Dia menilai perusahaan tidak bertanggung jawab dalam menyelesaikan masalah keuangan maupun perlindungan hak-hak pekerja.
Saat ini Sritex tengah menghadapi kasus dugaan penyalahgunaan fasilitas kredit dari sejumlah bank, yang berujung pada penetapan sejumlah tersangka oleh Kejaksaan Agung (Kejagung), termasuk Komisaris Utama Sritex Iwan Setiawan Lukminto.
“Sejak Sritex dinyatakan pailit, saya sudah menyampaikan pemilik Sritex ini bermasalah. Mereka mengemplang kredit bank,” tuding Irma saat dihubungi Media Indonesia, Kamis (22/5).
Dari laporan yang dihimpun Irma, meskipun Sritex memiliki aset sebesar Rp9 triliun, mereka memiliki utang hampir mencapai Rp30 triliun.
“Artinya, mereka dengan sadar menghindari kewajiban mereka pada bank. Bos Sritex ini memang kurang ajar," tukasnya.
Politisi Partai NasDem itu mempertanyakan komitmen Sritex terhadap kesejahteraan para pekerja. Dia menilai, dengan banyaknya anak perusahaan yang masih beroperasi, semestinya Sritex bisa mengalokasikan anggaran melalui mekanisme subsidi silang untuk membayar hak-hak pekerja seperti tunjangan hari raya (THR) dan pesangon.
“Dari sekian banyak perusahaan milik Lukminto, masa iya tidak mampu bayar THR dan pesangon? Kan bisa subsidi silang. Mereka malah enak-enakan dan menyerahkan semua beban ke kurator,” tambahnya.
Lebih lanjut, Irma menyoroti isu terbaru bahwa Sritex disebut-sebut mendapatkan pinjaman baru untuk kembali beroperasi. Namun, yang menjadi sorotan adalah masih digunakannya manajemen lama yang sebelumnya gagal mengelola perusahaan.
“Harusnya para petinggi yang gagal tidak dipakai lagi. Kalau mereka tetap dipercaya memegang posisi strategis di perusahaan baru, ke mana akuntabilitasnya?,” ujarnya.
Tidak hanya itu, Irma juga menuding perlakuan yang tidak manusiawi terhadap karyawan di salah satu anak perusahaan Sritex, PT Sari Warna Asri. Dia menerima laporan bahwa seorang karyawan yang telah memasuki usia pensiun justru digugat oleh perusahaan hanya karena mengajukan pensiun. Sementara di induk perusahaan, banyak karyawan justru kena PHK.
"Belum lagi saya juga mendapat informasi bahwa ada karyawan yang hanya diberi makan senilai Rp3.000 per hari. Ini sudah keterlaluan. Pemilik Sritex benar-benar dzalim,” pungkas Irma.
Diberitakan sebelumnya, Pada 2021, Sritex melaporkan kerugian sebesar 1,08 miliar dolar AS atau sekitar Rp15,66 triliun. Padahal, di tahun sebelumnya (2020), perusahaan masih mencatatkan laba sebesar 85,32 juta dolar AS atau sekitar Rp1,24 triliun.
Kejagung mengungkap Sritex dan anak perusahaannya memiliki kredit outstanding (belum dibayar) per Oktober 2024 sebesar Rp3,58 triliun. Kredit tersebut berasal dari Bank Pembangunan Daerah Jawa Tengah (Bank Jateng), Bank Jabar Banten (BJB), Bank DKI, Bank Negara Indonesia (BNI), Bank Rakyat Indonesia (BRI), dan Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI).
Khusus dari Bank BJB dan Bank DKI, total kredit yang diterima Sritex mencapai Rp692,99 miliar. Dalam proses pemberian kredit itu, dua pejabat perbankan, yaitu Zainuddin Mappa (Dirut Bank DKI tahun 2020) dan Dicky Syahbandinata (Pimpinan Divisi Korporasi dan Komersial Bank BJB tahun 2020), diduga telah menyetujui kredit secara melawan hukum karena tidak melakukan analisa yang memadai. (E-4)