
DIREKTUR Departemen Pengelolaan Moneter & Aset Sekuritas (DPMA) Bank Indonesia (BI) Ronald D Parluhutan mengungkapkan jumlah Surat Berharga Rupiah Bank Indonesia (SRBI) yang beredar (outstanding) mengalami penurunan signifikan, dari Rp923,53 triliun pada akhir Desember 2024 menjadi Rp720,61 triliun per 19 Agustus 2025. Karena SRBI yang beredar berkurang, otomatis dana di pasar uang dan perbankan menjadi lebih banyak tersedia atau longgar.
Ronald menjelaskan, langkah ini merupakan bagian dari operasi moneter terukur. "Untuk mendukung kecukupan likuiditas di pasar uang dan perbankan, sekaligus mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan," ungkapnya dalam Pelatihan Wartawan Triwulan III 2025 di DI Yogyakarta, Jumat (22/8).
Penurunan outstanding tersebut juga diikuti dengan turunnya imbal hasil (yield) SRBI, khususnya pada tenor 12 bulan yang selama ini menjadi acuan utama. SRBI yang ditawarkan memiliki tiga tenor, yaitu 6, 9, dan 12 bulan.
"Tenor 12 bulan yang biasanya dijadikan acuan, kini yield-nya menurun sejalan dengan kebijakan penurunan suku bunga acuan atau BI rate,” jelas Ronald.
Sebagai catatan, pada 20 Agustus 2025, BI menurunkan suku bunga acuan menjadi 5%. Dampaknya, hasil lelang SRBI terkini menunjukkan penurunan yield yang konsisten dengan arah kebijakan moneter tersebut. Ronald mencatat lelang SRBI mingguan sebelumnya tercatat pada posisi 5,34%.
Ia juga menambahkan, transaksi di pasar sekunder SRBI tetap terjaga meski terjadi penurunan outstanding dan yield. Hal ini penting karena SRBI merupakan instrumen yang tidak hanya menjaga likuiditas perbankan, tetapi juga dapat diperdagangkan di pasar sekunder.
Dari sisi kepemilikan, minat asing terhadap SRBI masih cukup solid. Per 31 Juli 2025, kepemilikan non-residen tercatat sebesar Rp146,775 triliun, atau sekitar 19,81% dari total outstanding Rp740,776 triliun.
Secara keseluruhan, penurunan outstanding SRBI dianggap memberikan ruang likuiditas yang lebih longgar di pasar uang dengan komposisi penerbitan yang lebih banyak pada tenor pendek. (Ins/E-1)