
BADAN Pengawas Pemilu (Bawaslu) menghormati gugatan yang didaftarkan ke Mahkamah Konstitusi (MK) terkait sengketa hasil pemungutan suara ulang (PSU) Pilkada 2024. Gugatan kembali ke MK dinilai sebagai langkah yang konstitusional.
Anggota Bawaslu RI Puadi menjelaskan, PSU di sejumlah wilayah digelar atas dasar putusan MK sebelumnya terkait sengketa hasil Pilkada 2024 pada November lalu. Selama pelaksanaan PSU, Puadi mengatakan jajaran pengawas di lapangan telah bekerja dengan ketat untuk memastikan berjalan sesuai dengan norma hukum dan asas pemilu yang jujur dan adil.
"Gugatan (hasil PSU) ke MK merupakan hak konstitusional peserta pilkada sebagai bagian dari upaya menyelesaikan sengketa hasil secara legal dan terukur. Sehingga, diajukannya kembali gugatan setelah PSU bukan sesuatu yang melanggar, melainkan bagian dari mekanisme sistem demokrasi," terang Puadi kepada Media Indonesia, Sabtu (12/4).
Menurut Puadi, masih diajukannya gugatan lanjutan ke MK menunjukkan adanya persepsi dari peserta Pilkada 2024 atau pihak tertentu bahwa hasil PSU belum sepenuhnya menyelesaikan sengketa yang ada, baik dari sisi teknis pelaksanaan, daftar pemilih, atau hasil akhir perolehan suara.
Sejauh ini, ia menerangkan bahwa PSU Pilkada 2024 memang dilakukan secara parsial, yakni terbatas di TPS ataupun kecamatan tertentu. Sementara, substansi sengketa dinilai lebih luas dari cakupan PSU itu sendiri.
"Hal inilah yang kadang mendorong peserta kembali mengajukan permohonan ke MK untuk memperoleh keadilan secara lebih menyeluruh," terangnya.
Bawaslu, sambung Puadi, berkomitmen untuk terus melakukan evaluasi dan pengawasan terhadap proses pelaksanaan PSU, termasuk memberikan rekomendasi teknis dan perbaikan tata laksana apabila ditemukan potensi pelanggaran atau ketidaksesuaian prosedur.
Sebelumnya, Direktur Democracy and Election Empowerment Partnership (DEEP) Indonesia, Neni Nur Hayati mempertanyakan kompetensi penyelenggara pemilu dalam pelaksanaan PSU Pilkada 2024. Ia menyebut fenomena digugatnya kembali hasil PSU ke MK telah menjadi kekhawatiran pihaknya sejak tahapan PSU dimulai.
Menurut Neni, fenomena itu disebabkan oleh kurang kompetennya penyelenggara dalam menjaga penyelenggaraan PSU Pilkada 2024 yang bebas dari kecurangan.
"Penyelenggara pemilu itu bukan anak magang yang baru melaksanakan tahapan pilkada. Harusnya pengalaman sebelumnya dijadikan sebagai pengalaman berharga, maka perlu ada antisipasi agar beberapa dugaan pelanggaran tidak terjadi, termasuk problem multitafsir yang never ending," ujar Neni.
Dari sejumlah daerah yang menggelar PSU, MK sudah menerima lima gugatan sengketa hasil Pilkada 2024, yakni di Kabupaten Puncak Jaya, Kabupaten Siak, Kabupaten Barito Utara, Kabupaten Buru, dan Kabupaten Talibu.