
KETUA Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Muhammad Isnur menegaskan usulan revisi Undang-Undang (UU) TNI bertentangan dengan agenda reformasi dan melegitimasi praktik dwifungsi ABRI yang membawa rezim Neo Orde Baru. Pemerintah, kata dia, semestinya mendukung militer menjadi tentara profesional sebagai alat pertahanan negara sebagaimana amanat konstitusi dan demokrasi.
Isnur mengatakan, DPR RI dan Presiden justru akan menarik kembali TNI dalam peran sosial politik bahkan ekonomi-bisnis layaknya masa Orde Baru. Menurutnya itu tidak sejalan dengan prinsip dasar negara hukum dan supremasi sipil serta merusak sendi-sendi kehidupan demokrasi.
“Selain itu, revisi UU TNI justru akan mengancam independensi peradilan dan memperkuat impunitas/kekebalan hukum anggota TNI. Jika hal ini dibiarkan akan berdampak serius pada suramnya masa depan demokrasi, tegaknya negara hukum dan peningkatan eskalasi pelanggaran Berat HAM di masa depan,” kata Isnur dalam keterangan pers yang diterima pada Minggu (16/3).
Isnur menyampaikan bahwa penambahan komando teritorial menjadi inti dari dwi-fungsi. Menurutnya, sistem ini dipertahankan sebagai basis kekuatan angkatan bersenjata di daerah-daerah, yang memungkinkan mereka untuk mengakses sumber-sumber ekonomi di akar rumput (berhadapan dengan rakyat) dan mempertahankan peran mereka sebagai pemain penting dalam politik lokal.
“Ini memungkinkan militer untuk mengakses pendanaan ilegal di luar APBN. Menciptakan negara di dalam negara, dan revisi UU TNI menguatkan upaya tersebut. Masyarakat sipil telah belajar banyak dari sejarah rezim Orde Baru dan sistem komando teritorialnya,” ujarnya
Isnur melihat bahwa revisi UU TNI ini tidak dapat dilepaskan politik hukum Pemerintahan Prabowo-Gibran dengan melabrak prinsip supremasi sipil dan konstitusi. Menurutnya, hal itu bisa dinilai dari wacana penempatan TNI setidaknya dalam 13 kementerian strategis berhubungan dengan transmigrasi, pertanahan, hingga politik yang tidak sejalan dengan ketentuan peraturan UU.
Isnur menegaskan DPR dan Presiden seharusnya tidak membiarkan bangsa ini jatuh ke lubang yang sama dan segera menghentikan pembahasan revisi UU TNI tersebut. Terlebih revisi ini dilakukan secara tidak terbuka dengan mengabaikan asas pembentukan peraturan per UUan dan prinsip partisipasi bermakna.
“Revisi UU TNI kabarnya dikebut dan tinggal sejengkal lagi ketok palu! Namun sebagai pengusul, DPR lagi-lagi menunjukkan perannya yang buruk sebagai tukang stempel kebijakan pemerintahan korup dan represif yang mulai dibangun kembali oleh rezim demi rezim pasca Reformasi 1998,” tegasnya. (H-4)