
SALAH satu program Kementerian Agama adalah ekoteologi yang mendorong keterlibatan umat dan insitusi keagamaan dalam pelestarian lingkungan. Oleh karenanya, Kemenag menggandeng BWI (Badan Wakaf Indonesia) dan MOSAIC (Muslims for Shared Action on Climate Impact) untuk mengimplementasikan skema wakaf hutan.
"Tujuan wakaf adalah menggunakan dan mempertahankan. Makna Wakaf Hutan adalah mewariskan simbol kehidupan karena tanpa hutan berarti tidak ada kehidupan. Bila mau mempertahankan bumi, artinya kita harus berwakaf," jelas Menteri Agama ( Menag) Prof. Dr. H. Nasaruddin Umar, M.A pada acara Ekoteologi dalam Aksi: Gerakan Green Waqf untuk Pelestarian Hutan Berkelanjutan di Jakarta pada Selasa (22/4).
Menurut Menag, pepohonan selalu memberikan manfaat bagi manusia. Keberadaan wakaf hutan akan menghasilkan oksigen yang merupakan kebutuhan utama makhluk hidup.
Hal ini juga disebut dalam Al-Qurán. Surat Al-Qashash ayat 30 menyebut, tempat yang diberkahi adalah tempat yang ada pohon. Pepohonan mengundang turunnya hujan. Sesungguhnya, setiap tetes hujan diiringi oleh malaikat.
Menag menambahkan, konsep wakaf perlu dikembangkan, selaras dengan Indonesia selalu berada di urutan pertama negara paling dermawan menurut World Giving Index sejak 2021.
Pada kesempatan yang sama, Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kemenag Prof. Dr. H. Abu Rokhmad, menyebut hutan wakaf adalah ruang hijau sekaligus manifestasi dari program prioritas ekoteologi yang memadukan ibadah, tanggung jawab sosial, dan
kepedulian ekologis.
Menurut Abu Rokhmad, wakaf melalui hutan wakaf adalah investasi akhirat sekaligus solusi bagi bumi. Ia menambahkan, pihaknya mengapresiasi komitmen semua pihak yang memperhatikan fungsi penting hutan dalam peran kehidupan umat beragama.
“Kita perlu menggaungkan kembali semangat Islam sebagai agama yang tidak hanya mengajarkan salat dan zakat, tetapi juga menjaga pohon, melindungi air, dan menghormati kehidupan,” tegasnya.
Sementara itu, Ketua Badan Wakaf Indonesia ( BWI), Prof. Dr. Phil. H. Kamaruddin Amin mengatakan, pertumbuhan tahunan aset wakaf di Indonesia mencapai enam persen. Empat persen di antaranya adalah wakaf produktif. Dengan aset tersebut, potensi wakaf uang senilai USD 12 miliar per tahun, dan telah tercapai sebesar hingga Maret 2024 pada angka USD 180 juta.
“Ini menjadi modal sosial yang kuat karena masyarakat kita dikenal dermawan,” ujarnya.
Kamaruddin mengambahkan, perlu untuk mentransformasi modal sosial yang dimiliki menjadi aksi nyata. “Pemahaman masyarakat tentang wakaf perlu diterjemahkan dalam bentuk aksi yang bisa mengajak agar masyarakat berwakaf,” ujarnya.
Hal tersebut melatarbelakangi penandatanganan nota kesepahaman antara Kemenag, BWI, MOSAIC, dan komitmen dari para pengelola hutan wakaf. MoU tersebut menunjukkan komitmen lembaga terkait dalam mendukung pengembangan hutan wakaf dan wakaf hutan di Indonesia.
Ketua MOSAIC, Nur Hasan Murtiaji mengungkapkan sejak tahun 2022 MOSAIC telah berkomitmen mendukung program ekoteologi yang diinisiasi di Kongres Umat Islam untuk Indonesia Lestari dan aktivitas riset Wakaf Hutan sejak 2023.
“Wakaf Hutan adalah bukti wakaf untuk pembangunan lingkungan dapat bertumbuh melalui dukungan bersama,” jelasnya.
Hasan menyatakan, Wakaf Hutan menunjukkan sinergi nilai Islam dan gerakan lingkungan sebagai upaya konkret menjaga bumi. “Inisiatif ini perlu kolaborasi multipihak dan multidisiplin untuk bersama menjaga bumi, menguatkan masyarakat, dan mendekatkan diri kepada Tuhan,” pungkasnya. (H-2)