ICW Soroti Nurul Ghufron Masuk Daftar Calon Hakim Agung

4 hours ago 2
ICW Soroti Nurul Ghufron Masuk Daftar Calon Hakim Agung Mantan Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron(Dok.Antara)

INDONESIA Corruption Watch (ICW) menyoroti masuknya mantan Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron menjadi salah satu dari daftar 69 calon hakim agung kamar pidana yang lolos seleksi administrasi.

Peneliti ICW. Wana Alamsyah menilai  masuknya Nurul Ghufron menjadi persoalan bagi penegakan hukum ke depan. Sebab, dia pernah tersangkut masalah integritas yaitu pernah dijatuhi sanksi etik atas intervensi yang dilakukan terkait mutasi pegawai Kementerian Pertanian.

“Pemilihan hakim agung semestinya menjadi pintu masuk krusial untuk membenahi Mahkamah Agung dari praktik mafia peradilan yang selama ini ada,” katanya kepada Media Indonesia pada Kamis (24/4). 

Wana mengatakan integritas calon hakim agung seharusnya bisa dimulai sejak tahap administrasi. 

“Mahkamah Agung (MA) merupakan pengadilan negara tertinggi yang memiliki fungsi tidak hanya memeriksa perkara, tapi juga berfungsi sebagai pengawas peradilan di bawahnya,” ujarnya.  

Berdasarkan catatan Indonesia Corruption Watch (ICW), dua dari 29 hakim yang pernah terjerat kasus korupsi merupakan hakim agung, yaitu Gazalba Saleh dan Sudrajad Dimyati. Bahkan, Gazalba Saleh diadili dua kali dalam kasus korupsi.

Selain itu, Wana menjelaskan bahwa MA juga memiliki fungsi pengaturan yang berkaitan dengan hukum acara dan penafsiran hukum. 

“Oleh sebab itu, dalam menjalankan tugasnya Mahkamah Agung wajib lepas dari segala potensi konflik kepentingan yang dapat mengganggu independensinya,” imbuhnya.

Wana memaparkan persyaratan untuk menjadi hakim agung diatur dalam Peraturan Komisi Yudisial Nomor 1 Tahun 2025. Sayangnya, Pasal 6 ayat 2 yang mengatur mengenai persyaratan administrasi calon hakim agung nonkarier, hanya mensyaratkan tidak pernah dijatuhi sanksi disiplin, bukan sanksi etik. 

“Patut diduga Nurul Ghufron diloloskan karena tidak pernah dijatuhi sanksi disiplin,” jelasnya. 

Lebih lanjut, Wana mendorong Komisi Yudisial (KY) seharusnya mengatur mengenai penjatuhan sanksi etik dalam tahap administrasi, sebab sanksi etik juga menjadi perhatian utama dalam menyaring calon hakim agung yang berintegritas. 

Menurut Wana, lolosnya Nurul Ghufron menjadi kontraproduktif dengan cita-cita penegakan hukum, karena hakim agung tidak hanya bertugas untuk menegakan keadilan, namun juga berperan sebagai reformasi dan pembaharuan hukum.

“Perbuatan menyalahgunakan wewenang yang dilakukan oleh Nurul Ghufron seharusnya menjadi dasar bagi Komisi Yudisial untuk tidak meloloskan administrasi Nurul Ghufron,” tuturnya. 

Mengingat besarnya beban yang ditumpu oleh hakim agung, lanjut Wana, maka sudah seharusnya hakim agung memiliki nilai-nilai integritas, keadilan, dan kejujuran. 

Atas dasar itu, ICW mendesak KY agar tidak meloloskan lebih lanjut Nurul Ghufron sebagai Calon Hakim Agung.

“KY juga harus meninjau secara teliti rekam jejak dan integritas calon lain yang sudah lolos administrasi,” 

Selain itu, KY juga diminta untuk memperbaiki Peraturan Komisi Yudisial Nomor 1 Tahun 2025 dengan menyertakan pelanggaran etik sebagai syarat administrasi bagi calon hakim agung nonkarier. 

“Dan menyediakan kanal informasi bagi publik mengenai calon hakim dalam rangka memperkuat partisipasi publik,” ungkapnya. (P-4)

Read Entire Article
Tekno | Hukum | | |