Tangani Gugatan PAW DPR, MK Mesti Berpihak pada Kedaulatan Rakyat

4 hours ago 3
Tangani Gugatan PAW DPR, MK Mesti Berpihak pada Kedaulatan Rakyat Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta.(MI/Devi Harahap)

DEWAN Pengarah Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) Nurlia Dian Paramita menilai semangat yang dibawa oleh pemohon dalam pengujian beberapa pasal dalam Undang-Undang (UU) tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (MD3) dan UU Pemilu berorientasi pada keberpihakan terhadap rakyat. Hal itu terkait gugatan terkait pasal Penggantian Antarwaktu (PAW) anggota DPR ke Mahkamah Konstitusi (MK).

“Itu dalam artian kedaulatan rakyat yang telah memilih wakilnya secara langsung tidak boleh dinegasikan oleh sikap partai politik dalam menyikapi sebuah kondisi,” kata Mita dalam keterangannya kepada Media Indonesia, di Jakarta, kemarin.

Namun, kata dia, kalau mendasarkan pada pemaknaan pasal-pasal dalam konstitusi pada pokoknya kedaulatan rakyat dilaksanakan berdasarkan Pasal 1 ayat (2)  Undang-Undang Dasar UUD 1945. Maka, itu artinya pengaturan kedaulatan rakyat mengacu pada UUD 1945. 

Misalnya pemohon menguji Pasal 163 UU Pemilu yang pada pokoknya frasa ‘serentak’ pemilihan legislatif dipisahkan dari pemilihan pemilu. Pemaknaan tersebut bisa kontradiktif dengan ketentuan Pasal 22E ayat (1) dan (2) UUD 1945 yang pada pokoknya mengatur pelaksanaan pemilu secara reguler yaitu lima tahun sekali.

Pemilu dalam ketentuan itu untuk memilih presiden dan wakil presiden serta calon anggota legislatif. Lebih lagi, jika jadwal keserentakan yang dimohonkan pemohon dikabulkan, bagaimana mekanisme transisi jabatan anggota legislatif.

Keserentakan pemilihan kepala daerah dapat diatur karena dalam mengisi jabatan kepala daerah yang kosong dapat diisi oleh penjabat (Pj). Tetapi berbeda dengan anggota legislatif yang tidak memiliki ketentuan serupa. 

“Apakah akan dilakukan perpanjangan masa jabatan, ini juga berseberangan dengan makna pemilihan lima tahun sekali yang diatur dalam konstitusi,” terangnya.

Atas dasar tersebut, kata Mita, ditambah ketentuan Pasal 18 dan Pasal 82 UU MD3 yang diuji pemohon yang menginginkan adanya hak anggota DPR dalam menyatakan pendapat tanpa pengaruh fraksi akan menjadikan parlemen sebagai pasar bebas. Sebab nantinya mereka tidak bisa dikendalikan oleh partai politik masing-masing secara terkonsolidasi. 

Peran partai politik yang memiliki fungsi untuk melakukan pendidikan politik baik terhadap masyarakat maupun terhadap anggota dan kader-kadernya tidak dapat berjalan baik. Terlebih konstitusi kita mengatur bahwa peserta pemilu anggota legislatif yaitu partai politik (Pasal 22E). 

Dengan demikian pelaksanaan kedaulatan rakyat yang dikehendaki oleh konstitusi adalah bagaimana menciptakan anggota legislatif terkonsolidasi dengan partai politik. Bukan memisahkan keduanya. 

Misalnya gagasan yang dibawa oleh seorang anggota DPR dari aspirasi konstituennya harus dikonsolidasikan dalam partai politik. Kemudian partai politik akan mengorganisir aspirasi tersebut dengan anggota DPR lainnya di parlemen untuk dapat diperjuangkan secara politik atau bersama-sama. 

Termasuk Pasal 239 UU MD3 yang diuji pemohon juga tidak kontradiksi dengan pengaturan dalam konstitusi. Di mana pemohon menginginkan PAW yang di usulkan parpol harus melalui mekanisme pemilihan langsung oleh rakyat. 

Sedangkan pemilihan umum sebagaimana yang sudah disebutkan dilaksanakan liam tahun sekali dalam konstitusi (Pasal 22E). Dalam mengganti anggotanya juga parpol tidak dapat sembarangan mengganti dengan anggota DPR lainnya, apalagi orang yang tidak menjadi calon anggota DPR dalam pemilu sebelumnya. 

Sebab, menurut dia, PAW juga memiliki ketentuannya, yang pasti digantikan oleh calon anggota DPR pada pemilu sebelumnya yang juga memiliki konstituen (atas pilihan rakyat secara langsung). Baiknya orientasi pada pasal PAW ini dibangun atas dasar partai politik tidak boleh mengganti anggota DPR dengan alasan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan atau semena-mena. 

“Sehingga niat baik atau semangat kebaikan juga perlu di pertimbangkan secara holistik, mencari titik temu dalam membangun keberpihakan terhadap kedaulatan rakyat yang dilaksanakan berdasarkan konstitusi bukan menafsirkan kondisional baru,” pungkasnya. (Cah/P-3)

Read Entire Article
Tekno | Hukum | | |