
Aparat penegak hukum seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hingga Kejaksaan Agung diminta segera mengusut tuntas kasus dugaan korupsi yang terjadi era pemerintahan Presiden ke-7 RI, Joko Widodo (Jokowi). Di antaranya kasus dugaan korupsi Jiwasraya, Gula Timah, PGN, CPO di Kementerian Perdagangan, hingga dugaan rasuah di Pertamina.
"Pihak Kejaksaan Agung dan KPK harus mengungkap semua pihak yang terlibat," kata Direktur Eksekutif CERI Yusri, dalam keterangan tertulis, hari ini.
Dia mengatakan tata kelola yang buruk di era pemerintahan Jokowi menimbulkan banyak warisan kasus dugaan korupsi pada pemerintahan Presiden Prabowo Subianto. Sehingga, penegak hukum saat ini banyak menangani kasus yang muncul di era pemerintahan Jokowi.
Hal senada disampaikan Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi). Peneliti Formappi, Lucius Karus, merasa heran sulitnya membongkar kasus korupsi pada era Jokowi. “Kenapa korupsi era Jokowi, seperti dana CSR BI, ini baru bisa dibongkar di era Prabowo (Presiden Prabowo Subianto)?” ujar dia.
Lucius menilai korupsi di Indonesia telah menjadi masalah yang sistemik. Sebab, kasus korupsi melibatkan lebih dari sekadar individu, tetapi lembaga-lembaga yang seharusnya berfungsi untuk mengawasi dan memberantas praktik tersebut.
Menurut dia, korupsi yang 'melembaga' ini menjadi salah satu alasan banyak kasus rasuah. Sehingga, banyak kasus yang baru bisa terungkap setelah perubahan kepemimpinan.
"Karena sistemik atau melembaga, korupsi era Jokowi pasti susah terbongkar pada waktu itu. Bagaimana bisa terbongkar jika korupsinya menyebar juga ke lembaga yang seharusnya bertugas untuk membongkar adanya penyelewengan,” kata dia.
Lucius menambahkan sistem yang saling melindungi di antara lembaga-lembaga tersebut membuat korupsi menjadi rahasia bersama. Bahkan, menghalangi upaya pengungkapan oleh instansi yang seharusnya bertugas melakukan pengawasan.
Dia mengkritik KPK yang memiliki peran penting dalam pemberantasan korupsi. Namun sejak era Jokowi, KPK terjebak dalam pusaran sistemik.
“Kalau KPK bekerja serius, dia harus mampu menjadi lembaga yang independen, tidak tunduk pada selera atau kepentingan penguasa. Kalau KPK independen, maka ada harapan lembaga itu bisa membongkar praktik korupsi yang sistemik itu,” tegas dia.
Lucius mengingatkan jika praktik saling melindungi antar lembaga masih terus berlangsung, praktik korupsi yang sama mungkin akan terus berulang, bahkan hingga pemerintahan berikutnya.
“Kalau praktik saking melindungi antar lembaga masih terus terjadi, maka praktik korupsi era Jokowi akan terulang di era sekarang. Yang dilakukan sekarang mungkin enggak akan kebongkar juga sampai rezim baru berkuasa nanti,” ujar dia. (Can/P-1)