ORGANISASI kesehatan dunia, WHO, menetapkan angka prevalensi stunting (tengkes) tiap negara sebaiknya di bawah 20%. Pemerintah daerah di Indonesia pun berinovasi agar mampu mencapai target penurunan angka stunting menjadi 14% menuju Indonesia Emas pada 2045 mendatang.
Sayangnya, angka prevalensi stunting daerah masih cenderung tinggi, contohnya di Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel). Meski turun menjadi 23,3% dari sebelumnya 27,4% pada tahun 2023, angka ini tentu masih tinggi dari target 14%. Apalagi pemda kini berada di tengah kebijakan efisiensi anggaran.
Tentu, hal ini menjadi tantangan besar yang memerlukan komitmen dan inovasi kebijakan dari seluruh lapisan pemerintah, mulai dari pusat hingga tingkat desa/kelurahan menjadi penentu utama dalam percepatan penurunan angka stunting, khususnya di Sulsel.
Lewat kolaborasi dan strategi kebijakan yang terarah, Sulsel diharapkan berhasil mencatatkan capaian signifikan dalam penanggulangan masalah gizi kronis yang berdampak pada tumbuh kembang anak. Hal itu terungkap dalam sebuah diskusi bersama media yang diinisiasi oleh UNICEF dan Jenewa Institute, bekerja sama dengan Pemerintah Provinsi Sulsel, dan didukung Tanoto Foundation beberapa waktu lalu.
Direktur Jenewa Institute, Surahman Said, menyoroti pentingnya penyegaran informasi dan keberlanjutan program edukasi masyarakat.
"Pembangunan SDM merupakan fondasi menuju visi besar Indonesia Emas, yang tidak akan terwujud tanpa generasi yang sehat secara fisik dan mental. Melalui edukasi, intervensi berbasis data, serta sinergi lintas sektor, diharapkan upaya ini dapat melahirkan generasi masa depan yang lebih sehat, tangguh, dan berkualitas," urainya.
Sementara UNICEF menjelaskan, jika stunting hanyalah salah satu dari empat beban gizi utama yang dihadapi Indonesia, selain kekurangan zat gizi mikro, kelebihan berat badan, dan obesitas. Nutrition Officer UNICEF wilayah Sulawesi dan Maluku, Nike Frans, menyebut bahwa perilaku keluarga menjadi faktor utama dalam kasus stunting.
"Bukan semata-mata karena ekonomi, melainkan pola makan dan pemenuhan gizi yang keliru menjadi penyebab utama," sebutnya.
Tim Ahli Percepatan Penurunan Stunting di Sulsel, Djunaidi M Dachlan, mencontohkan keberhasilan beberapa daerah di Sulsel, seperti Kabupaten Luwu Utara, Gowa, dan Barru, dalam menurunkan angka stunting secara signifikan, lantaran fokus pada satu hal saja.
"Kabupaten Gowa, fokus pada penanganan ibu hamil mulai dari baru ketahuan hamil hingga melahirkan, bagaiman menjaga asupan gizi ibu hamil, dan melahirkan hingga selamat dan anak yang dilahirkan sehat. Kemudian di Barru yang memang turun ke lapangan menginterensi semua bayi yang baru lahir, dan Kabupaten Luwu Utara yang fokus pada ketahanan pangannya," jelas Djunaidi.
Keberhasilan tersebut lajut Djunaidi, harusnya bisa mendorong daerah lain di Sulsel, untuk memperkuat komitmen dalam menerapkan kebijakan strategi yang sama sebagai upaya penurunan stunting. Kesuksesan tiga daerah itu dalam menurunkan stunting, selain karena komitmen yang kuat juga tidak lepas dari kerja sama semua pihak, baik unsur pemerintah, swasta, maupun masyarakat.
"Salah satu intervensi penting yang dilakukan ketiga pemerintah daerah itu yakni penguatan pada edukasi dan intervensi gizi sejak awal kehamilan hingga masa balita. Ini artinya, stunting bisa diturunkan dengan komitmen dan kebijakan strategi yang kuat dan tepat," tegas Djunaidi.
Menanggapi itu, Kepala Bappelitbangda Sulsel, Setiawan Aswad mengaku, jika Pemprov Sulsel terus memperkuat komitmen dalam menurunkan angka stunting, dengan dukungan anggaran yang sebagian besar difokuskan melalui Dinas Kesehatan. Menurutnya, upaya penanganan stunting melibatkan banyak OPD, namun alokasi anggaran terbesar berada di sektor kesehatan. Yang berdasarkan data sebelumnya, anggaran yang dikucurkan melalui Dinas Kesehatan Sulsel diperkirakan mencapai sekitar Rp50 miliar, belum termasuk yang dialokasikan oleh OPD lain.
"Dinas Kesehatan ini yang melakukan intervensi, termasuk layanan kesehatan dan perbaikan gizi. Ini karena kita perlu menjaga SDM berkualitas menuju Indonesia Emas. Stunting menjadi ancaman serius terhadap kualitas kognitif anak. Pemerintah daerah berkomitmen menjadikan penanganan stunting sebagai program utama," tegasnya.
Kepala Dinas Kesehatan Sulsel, Muhammad Ishak pun menambahkan, pentingnya peningkatan literasi gizi masyarakat. Ia menyebut bahwa gerakan Stop Stunting terus digalakkan, termasuk melalui pemberian makanan tambahan, distribusi multivitamin, serta tablet tambah darah bagi remaja dan ibu hamil.
"Pola hidup sehat adalah langkah paling sederhana dan efektif dalam mencegah stunting," tukasnya. (LN/E-4)