Marak Kasus Kekerasan Seksual, Akademisi: Cita-cita Kartini belum Tercapai

3 hours ago 6
 Cita-cita Kartini belum Tercapai Peringatah Hari Kartini(ANTARA)

Hari ini, tanggal 21 April setiap tahunnya diperingati sebagai Hari Kartini. Semangat emansipasi yang diperjuangkan Raden Ajeng Kartini kembali digaungkan. Namun, perayaan Hari Kartini tahun ini diwarnai keprihatinan atas maraknya kasus kekerasan seksual yang terus terjadi di berbagai wilayah Indonesia, termasuk yang melibatkan tenaga medis di kota-kota besar seperti Bandung, Garut, Jakarta, dan Malang.

Dosen Hukum Perlindungan Perempuan dan Anak Fakultas Hukum Universitas Pamulang (Unpam), Tangsel, Banten, Halimah Humayrah Tuanaya, menegaskan urgensi implementasi efektif Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) sebagai salah satu kunci mengatasi maraknya kasus kekerasan seksual.

"Penegakan hukum yang tegas dengan menerapkan UU TPKS bisa mengurangi banyaknya kasus kekerasan seksual yang terus terjadi," tandas Halimah kepada Media Indonesia,Senin (21/4).

Halimah berpendapat, maraknya kasus kekerasan seksual, bahkan yang dilakukan oleh pihak yang seharusnya mengayomi dan dipercaya, menjadi tamparan keras bagi cita-cita luhur Kartini untuk mewujudkan perempuan yang setara, berdaya, serta terbebas dari segala bentuk diskriminasi dan kekerasan.

"Kartini tentu sangat sedih karena cita-citanya menghapuskan diskriminasi dan kekerasan terhadap perempuan hingga saat ini belum tercapai," kata Halimah.

Peringatan Hari Kartini mesti menjadi momentum krusial untuk mengevaluasi sejauh mana perlindungan terhadap perempuan telah berjalan dan langkah konkret apa yang harus segera direalisasikan.

Aktivis perempuan ini menilai ,UU TPKS, yang disahkan dengan harapan memberikan payung hukum yang lebih komprehensif bagi korban kekerasan seksual, sayangnya belum dirasakan implementasinya secara maksimal di lapangan. Berbagai kendala, mulai dari kurangnya pemahaman aparat penegak hukum, minimnya sosialisasi kepada masyarakat, hingga belum adanya peraturan pelaksana yang lengkap, menghambat efektivitas undang-undang ini.

Halimah yang juga Pengurus Majelis Hukum dan HAM Pimpinan Pusat ‘Aisyiyah  dalam temuan penelitiannya menyebutkan bahwa dari sejumlah putusan pengadilan yang menjadi objek penelitian, terdapat satu putusan diterapkan UU TPKS dalam dakwaan dan tuntutan oleh penuntut umum. Dalam putusan lainnya Penuntut Umum justru menggunakan UU ITE untuk tindak pidana kekerasan seksual berbasis elektronik, atau KUHP untuk tindak pidana perkosaan dan tanpa di-juncto-kan (mengaitkan) dengan UU TPKS. Penuntut umum belum memahami dengan baik UU TPKS, khususnya bagian yang mengatur bahwa selain tindak pidana kekerasan seksual yang diatur dalam UU TPKS, juga terdapat tindak pidana kekerasan seksual yang diatur dalam UU diluar UU TPKS. Sehingga Penuntut Umum tidak menjunctokan tindak pidana kekerasan seksual di luar UU TPKS dengan UU TPKS.

Selanjutnya, dalam penelitian itu juga disebutkan tidak diterapkannya UU TPKS dalam dakwaan dan tuntutan oleh Penuntut Umum mengakibatkan korban tidak dapat mengakses hak-hak sebagaimana dalam UU TPKS, dan hukum acara yang diterapkan dalam penanganan tindak pidana kekerasan seksual tidak menggunakan hukum acara yang diatur dalam UU TPKS tidak bisa diterapkan. (H-1)

Read Entire Article
Tekno | Hukum | | |