Tekstil Impor Iegal dari Tiongkok Marak, Asosiasi Tekstil Surati Menkeu Purbaya

2 days ago 9
Tekstil Impor Iegal dari Tiongkok Marak, Asosiasi Tekstil Surati Menkeu Purbaya Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa(Dok.MI)

PRAKTIK kuota impor ilegal dinilai memperburuk industri tekstil. Salah satu asosiasi tekstil yakni  Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen Indonesia (APSyFI) menyurati Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa. Ketua APSyFI Redma Gita Wirawasta mengatakan telah mengajukan permohonan audiensi membahas penyelamatan industri tekstil nasional akibat maraknya praktik impor ilegal dan dumping produk dari Tiongkok.

"Semangat optimisme yang Bapak sampaikan menjadi harapan baru bagi industri tekstil sebagai penopang perekonomian nasional. Hubungan sinergi dan harmoni antara pemerintah dan pelaku usaha perlu terus dilanjutkan," terangnya dalam surat tersebut dikutip pada Minggu (12/10). 

APSyFI menyoroti kondisi serius yang menimpa industri tekstil dan produk tekstil (TPT) nasional. Rantai pasok industri yang selama ini terintegrasi dari hulu hingga hilir kini terganggu akibat serbuan produk impor ilegal.

Menurut data asosiasi, sejak tahun 2022 hingga 2025, sekitar 60 perusahaan tekstil terpaksa tutup dan ribuan pekerja kehilangan pekerjaan (PHK). Kondisi itu diperparah oleh praktik dumping dari produk asal Tiongkok yang menyebabkan harga di pasar domestik tidak kompetitif bagi produsen dalam negeri.

"Putusnya rantai pasok industri tekstil saat ini dikarenakan adanya praktik impor ilegal dan dumping produk Tiongkok," serunya.

Pihaknya menjelaskan, terdapat kesenjangan besar antara data perdagangan Indonesia dan negara mitra seperti Tiongkok dan Singapura. Perbedaan data tersebut menunjukkan banyaknya barang impor yang masuk tanpa tercatat di sistem Bea Cukai.

Akibatnya, negara diperkirakan kehilangan potensi penerimaan sekitar Rp54 triliun setiap tahun, selain memicu persaingan pasar tidak sehat yang menekan utilisasi pabrik dalam negeri. "Rata-rata sekitar 10 ribu kontainer per bulan masuk secara ilegal tanpa tercatat di Bea Cukai," kata Redma.

Terkait hal tersebut, APSyFI berharap Direktorat Jenderal (Ditjen) Bea Cukai dapat memperkuat sistem pengawasan dan memperbaiki prosedur penerimaan barang impor dari pelabuhan. Salah satu hal yang disorot antara lain, tidak digunakannya sistem port-to-port manifest.

"Importir bisa membuat dokumen Pemberitahuan Impor Barang (PIB) tanpa mengacu pada Master Bill of Lading (B/L). Celah ini membuka ruang bagi praktik misdeclare, under invoicing, dan pelarian HS code," ujarnya.(H-4)
 

Read Entire Article
Tekno | Hukum | | |