Alumni Lirboyo Melawan Narasi Sumbang tentang Dunia Pesantren

6 hours ago 2
Alumni Lirboyo Melawan Narasi Sumbang tentang Dunia Pesantren Sejumlah santri mengikuti doa bersama akhir dan awal tahun hijriah di Pondok Pesantren Lirboyo, Kota Kediri, Jawa Timur, .(Antara)

PESANTREN Lirboyo di Kediri, Jawa Timur, menjadi sorotan setelah munculnya narasi yang bernada sumbang dari salah satu stasiun televisi swasta. Salah seorang alumni Pesantren Lirboyo, Mukti Ali, yang kini dosen di Institut Ilmu Alquran, menuliskan kembali tradisi-tradisi di pesantren tersebut. 

Guru kami, kiyai kami, Romo KH. Anwar Mansur tiba-tiba diframing keji oleh Trans 7. Respons keras, protes dan boikot menyeruak membahana tak terbendung. Para alumni Lirboyo yang jumlahnya jutaan orang tersebar di seluruh Indonesia bergerak merapatkan barisan untuk meminta pertanggungjawaban Trans 7. Seluruh alumni pesantren, simpatisan dan masyarakat umum juga turut bergabung dalam gelombang protes kepada Trans 7.

Di sini saya akan menyampaikan tiga poin penting untuk diketahui oleh publik luas. 

KESAKSIAN SINGKAT
Selama 9 tahun saya menyantren di Lirboyo, Romo KH. Anwar Mansur adalah kiyai yang tiada hari tanpa mengaji kitab. Hampir seluruh waktunya untuk mengaji kitab. Dari kitab kecil sampai kitab besar. Sisa waktunya untuk menerima tamu dan santri serta mengurus pesantren putri Mubtadiat dan tentu juga pesantren putra Mubtadiin.

Setiap menjelang Ramadhan pada bulan libur pesantren, Romo KH Anwar Mansur membuka pengajian Ramadhan atau yang biasa disebut pengajian pasaran. Beliau mengaji kitab kuning dari pukul 6.00 pagi sampai pukul 00.00 dini hari. Istirahatnya hanya pada saat salat dan buka puasa. 

Saat ini beliau sudah berusia sepuh 87 tahun (1938-2025) tradisi ngaji full time itu masih dilaksanakan tanpa lelah. Sampai pernah dalam satu waktu, saking nikmatnya membaca kitab tak terasa waktu sudah magrib, dan diingatkan oleh putranya dan diajak untuk meninggalkan majelis untuk berbuka puasa. 

Saya masih ingat betul pesan beliau bahwa santri kudu mempeng (harus rajin belajar). Tidak boleh malas. Harus rajin membaca, mengaji, sekolah madrasah, musyawarah kitab, bahtsul masail, dan muthala'ah. Membaca, membaca, membaca! Muthala'qh, muthala'ah, muthala'ah

Musyawarah yang dimaksudkan adalah diskusi. Semua kitab didiskusikan. Santri dilatih untuk mendiskusikan berbagai persoalan kekinian dalam ajang bahtsul masail. Terakhir di kelas Aliyah saya dipercaya sebagai Sekretaris Umum Bahtsul Masail Aliyah Lirboyo. 

Ketua Umumnya Gus Adibuddin Budeng yang sekarang diambil menantu keluarga besar Syekhchona Cholil Bangkalan. Ketua satu, duanya ada KH. Asnawi Ridwan, KH. Hizbullah, dan lain-lain.

Romo KH. Anwar Mansur adalah idola kami dalam bersungguh-sungguh mempeng dalam mengaji dan mengkaji kitab tanpa lelah.

PENDIDIKAN KARAKTER DI PESANTREN
Sistem pendidikan pesantren ada tarbiyah (pendidik), ta'lim (transfer pengetahuan teoritis), dan tadib (membentuk karakter santri). Akhlak dan tradisi santri dalam keseharian adalah manifestasi dari rasa cinta, penghormatan dan pemuliyaan yang tulus kepada kiyai dan gurunya. Sebab akhlak santri adalah wujud dari pendidikan karakter yaitu pembiasaan menghidupkan dan mempraktekkan nilai-nilai luhur dalam kesehariannya. 

Tidak berhenti pada teori. Santri telah berusaha menyatukan antara teori dan praktik, antara ilmu dan amal. Sangat relevan kalau kita menganalisa etika santri dengan merujuk pada pemikiran Thomas Lickona, seorang pakar psikologi dan pendidikan yang menemukan teori educating for character (mendidik untuk membentuk karakter). Sebuah teori pendidikan yang paling mutakhir. 

Dalam teori itu dijelaskan bahwa mendidik untuk membentuk karakter murid dengan tiga langkah, yaitu kowing the good (mengetahui kebaikan), desiring the good (mencintai kebaikan), dan doing the good (melakukan kebaikan). Untuk sampai bisa melakukan kebaikan, harus melalui proses pembiasaan kebaikan dalam kehidupan sehati-hari. Para santri telah melalui tiga langkah itu. Etika santri itu sedang melakukan pembiasaan kebaikan dalam sehari-hari. 

Ekspresi etika boleh berbeda dari satu komunitas dengan komunitas yang lain, satu bangsa dengan bangsa lain. Itulah yang disebut oleh para orang sekolahan dengan multi kultural. Ekspresi etika boleh dan bebas dihidupkan sebagai keragaman dan kekayaan budaya dan tradisi. Apalagi menurut para filsuf post modernisme bahwa saat ini adalah masa kembali pada subjektifitas, back to subjektifisme. Sehingga etika memiliki subjektifitasnya sendiri yang harus dihormati keberadaannya.

Pesantren sebagai sub-kultur, kata Gus Dur, tentu saja memiliki ekspresi etikanya sendiri yang harus dihormati dan dipahami. Bukan untuk dihakimi dengan kesalahpahaman yang sesat. 

LIRBOYO DALAM PERJUANGAN BANGSA
Lirboyo adalah pesantren tua. Didirikan oleh Romo KH Abdul Karim. Mbah Manap santri Saechona Cholil Bangkalan. Bersama Hadratus Syekh KH Hasyim Asy'ari pendiri NU dan KH. Ahmad Dahlan pendiri Muhammadiyah. Perantren Lirboyo telah hadir untuk bangsa ini dengan pendidikan dan perjuangan. 

Setidaknya ada dua perjuangan bangsa ketika Lirboyo ikut andil besar di dalamnya. Pertama menghadapi sekutu di Surabaya. Tercatat dalam sejarah bahwa Romo KH Mahrus Ali pengasuh  Pesantren Lirboyo memobilisasi pengurus dan santri Lirboyo ke Surabaya dalam menguasir penjajah setelah dikeluarkannya resolusi jihad Hadratus Syekh KH Hasyim Asyari. Bergabung dengan para santri dari pesantren-pesantren yang lain dan rakyat Indonesia.

Kedua, Gus Maksum alias Romo KH Maksum Jauhari didukung oleh para kiyai yang lain dan santri berkontribusi besar dalam menyelesaikan konflik politik G 30 S  PKI. Sehingga Indonesia bisa melaluinya. Hingga saat ini dan sampai ke masa depan Indonesia tetap eksis dan jaya. (E-2)

Read Entire Article
Tekno | Hukum | | |