
TAXPRIME menggelar seminar bertajuk "Enhancing Business and Investment Sustainability: Effective Transfer Pricing Dispute Prevention, Resolution, and Strategic Optimization of Fiscal Facilities", di Financial Hall, Graha CIMB Niaga, Jakarta, Senin (24/2). Acara ini menghadirkan para Advisor TaxPrime serta perwakilan dari Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC), serta Kementerian Investasi dan Hilirisasi/BKPM.
Seminar yang dipandu Advisor Transfer Pricing & International Tax TaxPrime Bayu Rahmat Rahayu ini menjadi platform berbagi wawasan maupun pengalaman dalam memperkuat pertumbuhan industri dan menarik investasi melalui berbagai insentif fiskal serta fasilitas kawasan yang dirancang sesuai dengan kebutuhan dunia usaha.
Direktur Fasilitas Kepabeanan DJBC Padmoyo Tri Wikanto menegaskan bahwa fasilitas seperti Kemudahan Impor Tujuan Ekspor (KITE), Kawasan Berikat, Free Trade Zone (FTZ), Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), dan Pusat Logistik Berikat (PLB) menjadi instrumen strategis dalam mendukung aktivitas bisnis dan meningkatkan daya tarik investasi di Indonesia.
“Agar fasilitas ini dapat dimanfaatkan secara optimal, pelaku usaha harus memahami prosedur yang berlaku serta memastikan kepatuhan terhadap regulasi yang ditetapkan pemerintah,” ujarnya.
Hal senada diungkapkan Managing Director TaxPrime Muhamad Fajar Putranto. Ia menyoroti pentingnya pemahaman terhadap protokol yang berlaku di berbagai instansi terkait.
“Jika prosedur perolehan fasilitas tidak memiliki perbedaan antara otoritas terkait, seperti [contohnya] kementerian investasi dan DJP, maka prosesnya akan lebih mudah dan efisien,” jelasnya.
Fajar juga mengingatkan bahwa ketidaksesuaian prosedur dapat menjadi hambatan bagi pelaku usaha dalam mengakses insentif yang seharusnya memberikan kemudahan bagi operasional bisnis.
Oleh karena itu, ia mendorong pelaku usaha untuk selalu memperbarui pemahaman terhadap kebijakan yang berlaku serta memastikan kelengkapan dokumen agar proses pengajuan fasilitas berjalan lancar.
Managing Director Transfer Pricing & International Tax TaxPrime Emanuel Dewo Adi Winedhar menambahkan tidak semua fasilitas harus dipilih, tetapi harus disesuaikan dengan industri dan tujuan perusahaan.
“Dengan diterapkannya Pajak Minimum Global atau Global Minimum Tax (GMT) di Indonesia, Wajib Pajak perlu memahami lebih lanjut mengenai ketentuan-ketentuan dalam kebijakan tersebut yang berpengaruh terhadap pemberlakuan fasilitas,” katanya.
Dewo menjelaskan ada kemungkinan pemerintah akan mengeluarkan aturan turunan dari Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 136 Tahun 2024 terkait fasilitas fiskal yang masih kompatibel dengan GMT, salah satunya melalui konversi ke qualified refundable tax credit.
“Di Singapura, banyak fasilitas fiskal yang telah dikonversi menggunakan pendekatan refundable tax credit, seperti refundable investment credit, yang menutupi 50% dari biaya investasi dan dapat dikreditkan dalam SPT tahunan. Pendekatan ini masih kompatibel dengan strategi investasi Singapura untuk menarik investor,” jelas Dewo.
Di sisi lain, pemerintah terus berupaya meningkatkan efektivitas fasilitas fiskal sebagai bagian dari strategi jangka panjang untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan daya saing industri nasional.
Dengan skema seperti KITE, Kawasan Berikat, FTZ, KEK, dan PLB, dunia usaha diharapkan dapat lebih kompetitif di pasar global.
Dewo mengatakan bahwa pemanfaatan fasilitas fiskal masterlist tidak terpengaruh oleh GMT, namun ada beberapa fasilitas yang bergantung pada kalkulasinya.
“Fasilitas fiskal seperti pembebasan bea masuk, PPN, dan PPnBM tetap menjadi opsi efektif karena tidak terdampak GMT. Namun, tax allowance harus diperhitungkan dengan cermat karena jika nilai pajaknya kurang dari 15% per yurisdiksi, maka fasilitas fiskal tersebut mungkin tidak dapat diterapkan,” imbuhnya.
Staf Ahli Menteri Investasi dan Hilirisasi/BKPM Bidang Hubungan Kelembagaan Robert Leonard Marbun, turut menegaskan bahwa pemerintah telah menyediakan insentif pada tiga tahap utama.
“Pertama, saat establishing business, kita menerbitkan UU Cipta Kerja untuk mempermudah izin usaha bagi UMKM dan sektor tertentu. Kedua, dalam fase construction business, pelaku usaha dapat menikmati fasilitas kepabeanan seperti masterlist untuk KEK. Ketiga, dalam fase operasional, ada insentif perpajakan seperti tax allowance, production allowance, dan investment allowance, serta insentif logistik seperti bonded warehouse, gudang berikat, dan pusat logistik berikat,” paparnya.
TaxPrime berpandangan, optimalisasi fasilitas fiskal tidak hanya bergantung pada insentif yang disediakan, tetapi juga pada sinergi antara pelaku usaha dan otoritas terkait. Keseragaman protokol antarlembaga menjadi faktor kunci dalam mempercepat proses pengajuan dan pemanfaatan fasilitas, sehingga industri dapat berkembang lebih cepat, investasi meningkat, dan Indonesia menjadi destinasi bisnis yang lebih menarik di tingkat internasional. (Z-1)