
SAYURAN goreng seperti bakwan, terong, dan kol merupakan bagian tak terpisahkan dari pola makan masyarakat Indonesia. Namun, konsumsi berlebihan terhadap sayuran yang digoreng telah terbukti meningkatkan risiko terkena penyakit jantung, diabetes, dan kanker.
Proses penggorengan pada suhu tinggi dapat mengubah kandungan nutrisi sayuran dan meningkatkan jumlah lemak jenuh serta senyawa kimia berbahaya yang masuk ke dalam tubuh, sehingga bisa terkena risiko penyakit mematikan.
Dikutip dari Alodokter, Dr. Diana F. Suganda, M. Kes, Sp. GK, seorang ahli gizi klinik, menjelaskan bahwa penggorengan menyebabkan sayuran menyerap minyak dalam jumlah berlebih, sehingga mengakibatkan hilangnya sebagian besar vitamin sensitif terhadap panas, seperti vitamin B kompleks, vitamin C, beta-karoten, dan vitamin E. Akibatnya, nilai gizi sayuran menjadi berkurang secara signifikan, yang berarti manfaatnya bagi tubuh tidak lagi optimal.
Sebuah penelitian yang diterbitkan dalam Food Research Journal (2019) oleh Joseph Issa menunjukkan bahwa kadar minyak pada sayuran yang digoreng dapat meningkat hingga 28,40%.
Kelebihan lemak jenuh dari gorengan ini berkontribusi terhadap meningkatnya kadar kolesterol LDL. LDL (Low-Density Lipoprotein) atau kolesterol jahat dapat menumpuk di dinding pembuluh darah, membentuk plak yang bisa menyumbat aliran darah.
Bayangkan pembuluh darah sebagai pipa air; jika LDL menumpuk seperti kerak, maka aliran darah dapat terhambat. Hal ini berisiko meningkatkan kemungkinan serangan jantung dan stroke, terutama jika terjadi dalam jangka waktu yang panjang.
Selain itu, makanan yang digoreng mengandung kalori tinggi dan lemak trans yang berbahaya. Ketiga unsur tersebut lemak jenuh, kalori berlebih, dan lemak trans berperan dalam memicu obesitas dan sindrom metabolik.
Dalam kondisi ini, tubuh menjadi kurang sensitif terhadap insulin, yang dapat menyebabkan resistensi insulin, faktor utama munculnya diabetes tipe 2, terutama di usia produktif.
Pemanasan pada suhu tinggi juga dapat memicu terbentuknya senyawa akrilamida, zat kimia yang terbentuk ketika asam amino, khususnya asparagin, dan gula dalam makanan bereaksi saat digoreng.
Beberapa jenis sayuran, seperti kentang dan kol, diketahui dapat menghasilkan akrilamida jika dimasak pada suhu tinggi dalam waktu yang lama.
Menurut American Cancer Society, akrilamida tergolong sebagai zat berpotensi karsinogenik pada manusia, berdasarkan bukti dari studi pada hewan di laboratorium.
Paparan terhadap senyawa akrilamida dari makanan yang digoreng seharusnya menjadi perhatian serius. Zat ini memiliki sifat karsinogenik dan berpotensi menyebabkan kanker, terutama jika akumulasi berlangsung dalam jangka panjang. Reaksi kimia antara gula dan asam amino selama penggorengan menjadi penyebab utama terbentuknya zat ini.
Tak hanya itu, akumulasi lemak dan senyawa kimia dapat mengganggu keseimbangan hormon serta melemahkan sistem kekebalan tubuh, sehingga meningkatkan risiko infeksi dan gangguan autoimun, yang berdampak negatif pada kualitas hidup secara keseluruhan.
Meskipun risiko yang ada, kentang goreng dan berbagai sayuran goreng masih menjadi bagian dari pola makan banyak orang. Oleh karena itu, beberapa langkah sederhana dapat diambil untuk mengurangi risikonya tanpa perlu menghindarinya sepenuhnya.
Misalnya, memasak dengan suhu yang lebih rendah, menghindari penggorengan berulang dengan minyak yang sama, dan tidak menggoreng makanan hingga berwarna cokelat gelap atau gosong dapat membantu menekan pembentukan akrilamida.
Selain itu, menggunakan alat masak seperti air fryer yang memerlukan sedikit minyak, atau beralih ke metode memasak seperti memanggang, mengukus, atau menumis dengan sedikit minyak dapat menjadi pilihan yang lebih sehat.
Dengan memilih cara memasak yang lebih baik, masyarakat tidak hanya dapat melindungi diri dari risiko penyakit kronis, tetapi juga menjamin kualitas gizi dalam makanan sehari-hari tetap terjaga.
Sumber: Alodokter, American Cancer Society, Food Research Journal "Effect of Deep Frying on Nutrient Composition of Vegetables"