
WAKIL Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Johanis Tanak menegaskan tidak ada aturan mengikat yang melarang instansinya mengusut dugaan rasuah di Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2025 tentang BUMN cuma mengubah status petinggi menjadi bukan penyelenggara negara.
“Keberadaan UU Nomor 1 Tahun 2025 tentang BUMN itu tidak menghalangi atau tidak melaranh Aparat Penegak Hukum (APH) dalam upaya melakukan pemberantasan tipikor, karena tidak ada satu pasal pun dalam UU Nomor 1 Tahun 2025 yang melarang APH untuk melakukan proses hukum terhadap organ BUMN,” kata Tanak melalui keterangan tertulis, Selasa (6/5).
Tanak mengatakan, dalam beleid baru itu, petinggi dikategorikan sebagai organ BUMN. Sehingga, KPK tetap bisa membuka kasus jika mengendus korupsi di perusahaan pelat merah.
“UU Nomor 1 Tahun 2025 hanya mengatur bahwa organ BUMN (direksi, komisaris, dan dewan pengawas), bukan merupakan penyelenggara negara, berarti, organ BUMN tidak termasuk sebagai subyek hukum dalam pengertian Pasal 1 ayat 2 dan Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tipikor jo UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tipikor,” ucap Tanak.
Terpisah, Kejaksaan Agung (Kejagung) tidak khawatir dengan pengubahan status penyelenggara negara dalam Undang-Undang BUMN. Penindakan kasus korupsi masih bisa dilakukan jika terjadi fraud.
"Harus dipahami bahwa menurut kita sepanjang disana ada fraud misalnya, sepanjang ada fraud, katakan ada persepongkolan, permukakan jahat, tipu muslihat, yang di mana katakan korporasi atau BUMN itu mendapat aliran dana dari negara, saya kira itu masih memenuhi terhadap unsur-unsur daripada tindakan korupsi," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Harli Siregar di Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan, Senin, 5 Mei 2025.
Harli mengatakan, pihaknya akan mengkaji aturan baru untuk BUMN itu. Peran Kejagung akan dipilah, nanti.
"Kami terus melakukan pengkajian, pendalaman, terhadap apakah kewenangan dari kita, dari Kejaksaan, masih tentu masih diatur di dalam undang-undang BUMN Itu yang pertama, kita masih terus kaji," ujar Harli.
Menurut Harli, fraud masih bisa diusut dalam kasus korupsi meski petinggi BUMN bukan lagi penyelenggara negara. Sebab, penyelewengan yang terjadi menyasar uang negara. (Can/P-3)