Sikapi Tarif Trump, Pemerintah Diminta Berpihak kepada Industri Domestik

4 hours ago 1
Sikapi Tarif Trump, Pemerintah Diminta Berpihak kepada Industri Domestik Sejumlah truk trailer menunggu muatan peti kemas di lapangan penumpukan peti kemas (container yard) PT Terminal Petikemas Surabaya, Surabaya, Jawa Timur, Selasa (18/3/2025).(Antara/Didik Suhartono)

PRESIDEN Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengumumkan kebijakan penerapan tarif impor dan bea masuk ke banyak negara. Indonesia termasuk satu dari 60 negara yang mendapatkan perlakuan tarif timbal balik spesifik sebesar 32 persen. Sementara tarif impor dasar dimulai dari 10 persen terhadap semua produk yang masuk ke AS dari semua negara.

Meski memberatkan, Asosiasi Produsen Alat Kesehatan Indonesia (Aspaki) menilai kebijakan penerapan tarif impor secara sepihak tersebut dapat membuka peluang baru bagi industri. Aspaki optimistis Indonesia bisa mengambil keuntungan dari kebijakan tarif Amerika Serikat ini karena beberapa pertimbangan.

Pertama, posisi Indonesia masih lebih baik dibanding negara eksportir Asia lain, seperti Vietnam dan Tiongkok. Vietnam dikenakan tarif timbal balik sebesar 46 persen, sementara Tiongkok sebesar 54 persen (34 persen tarif baru dan 20 persen tarif lama). 

"Selama ini Indonesia banyak sekali kehilangan peluang investasi asing karena lebih memilih Vietnam dibandingkan Indonesia. Kebijakan tarif baru ini bisa membuat Indonesia lebih menarik bagi investor asing, terutama yang ingin menghindari tarif impor tinggi ke AS dari negara asal mereka," ujar Sekretaris Jenderal Aspaki, Erwin Hermanto, dalam keterangannya, Senin (7/4).

Ia berharap pemerintah dapat terus fokus mendorong pengembangan industri hulu, meningkatkan efisiensi pekerja, dan mendorong iklim usaha yang kondusif supaya industri Indonesia bisa lebih kompetitif lagi dalam bersaing mengambil kesempatan baru ini.

Kedua, kebijakan tarif impor AS berpotensi menciptakan inflasi dan memperlambat tumbuh kembangnya ekonomi domestik AS. Hal itu akan mengurangi minat terhadap AS sebagai tujuan investasi dan menciptakan instabilitas nilai tukar mata uang dolar. "Ini tentu saja akan membuka peluang untuk aliansi ekonomi baru dan perjanjian perdagangan baru di mana Indonesia bisa punya peran dan keuntungan yang lebih baik," tegasnya.

Aspaki berharap pemerintah dapat menyikapi kebijakan bea masuk impor (BMI) AS secara objektif dengan solusi perdagangan yang saling menguntungkan dan tetap fokus dalam koridor kebijakan tarif. Pasalnya, dasar dari kebijakan BMI yang diambil oleh Amerika Serikat adalah ketidakseimbangan neraca perdagangan. 

Karena itu, pemerintah diharapkan dapat segera mencari titik temu perdagangan dengan AS atau merespons dengan kebijakan tarif yang terukur tanpa mengorbankan kemandirian dan kedaulatan industri dalam negeri. "Indonesia dengan 280 juta penduduk serta potensi ekonominya yang sangat besar, kami berharap pemerintah dapat melindungi pasar domestik sehingga bisa menjadi aset masa depan bangsa," harap Erwin.

Dia mengatakan, Indonesia mengalami pahitnya kesulitan alat kesehatan selama masa pandemi covid-19. Sejak pandemi covid-19 dan terbitnya Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 2022, industri alat kesehatan berkembang empat kali lipat dan belanja barang impor di e-katalog turun dari 92 persen menjadi 52 persen.

"Semua pencapaian ini adalah bukti nyata dari efektivitas program P3DN dan komitmen pemerintah dalam penyerapan produk dengan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) tinggi. Oleh karena itu, kami meminta agar kebijakan P3DN yang memprioritaskan produk ber-TKDN tetap dipertahankan bahkan tidak dilonggarkan dalam menghadapi kebijakan BMI AS," harapnya.

Erwin menambahkan, kebijakan TKDN sudah terbukti sangat efektif dalam mengurangi ketergantungan terhadap produk alat kesehatan impor dan menciptakan efek pengganda (multiplier effect) dalam perekonomian. Komitmen pemerintah dalam menerapkan kebijakan TKDN memberikan jaminan kepastian investasi sehingga menarik banyak investasi baru baik dari dalam maupun luar negeri untuk membangun industri di Indonesia yang menciptakan banyak lapangan kerja baru.

Oleh karena itu, Aspaki berharap pemerintah dapat menyikapi kebijakan BMI AS dengan kebijakan tarif yang bisa membantu menyeimbangkan neraca perdagangan tanpa harus mengorbankan kebijakan Non Tariff Measure (NTM) atau Non Tariff Barrier (NTB), seperti kebijakan TKDN, SNI, sertifikasi halal, dan lain-lain sehingga mempermudah masuknya produk-produk impor dari negara lain tanpa batas. "Pemerintah harus tegas dan berpihak kepada industri dalam negeri. Kebijakan TKDN harus dipertahankan sebagai landasan untuk membangun industri dalam negeri yang mandiri, berdaulat dan berkelanjutan, terutama alat kesehatan yang merupakan kebutuhan dasar bangsa kita," pungkasnya. (I-2)

Read Entire Article
Tekno | Hukum | | |