
PUNCAK arus balik ke Banda Aceh, Ibukota Provinsi Aceh, terjadi pada Senin (7/4). Pemudik datang dari berbagai kabupaten/kota di Aceh dan luar Aceh.
Sebagian mereka adalah mahasiswa yang kuliah di berbagai universitas dan perguruan tinggi negeri atau kampus swasta. Sebagian lainnya adalah pedagang dan karyawan swasta perantau yang mengadu nasib di ibukota provinsi paling barat Indonesia tersebut.
Berdasarkan pengamatan Media Indonesia, pada Senin (7/4) dini hari hingga menjelang petang, jalur nasional Banda Aceh-Medan, misalnya, mobil minibus pribadi dan sepeda motor cukup padat. Bahkan pada sejumlah titik seperti di lintasan Pasar Beureunuen, Pasar Caleue dan Grong-grong, Kabupaten Pidie macet.
Laju kendaraan di kawasan itu yang biasanya lancar, macet hingga 3 km (kilometer). Para pemudik sepeda motor harus menyusuri pinggiran jalan dan masuk merangkak di sela-sela mobil untuk bisa keluar dari antrean panjang.
Karena itu perjalanan Sigli, Kabupaten Pidie-Banda Aceh, Ibukota Provinsi Aceh yang biasanya 3 jam, menjadi 4 jam. Lalu dari Aceh Tamiang yang biasanya sekitar 10 jam, menjadi 12 jam.
Karena perjalanan jauh membosankan itu, para pemudik lebih sering beristirahat di perjalanan. Mereka umumnya istirahat di masjid-masjid, SPBU Pertamina, musala dan balai pinggiran jalan.
"Kami menyediakan 2 unit balai untuk para musafir atau pemudik jarak jauh. Kami juga menyediakan 4 unit kamar mandi gratis utuk musafir yang ingin salat dan beristirahat sejenak" tutur Ketua Badan Kesejahteraan Masjid Taqwa Lampoih Saka, Kecamatan Peukan Baro, Kabupaten Pidie, Bukhari Thahir.
Dokter Muda USK (Universitas Syiah Kuala) yang sedang koas di RSUZA Banda Aceh, Ghina Zuhaira, mengatakan untuk menghindari kepadatan dan kemacetan di jalur nasional itu, dia memilih balik lebih awal. Ghina yang mengendarai sepeda motor berombongan dengan mahasiswa lainnya berangkat pada Minggu (6/4) siang kemarin.
"Saya memilih berangkat lebih awal yaitu pada Minggu (6/4) siang kemarin agar tidak terjebak kepadatan lalulintas. Tapi karena diguyur hujan harus berhenti dua kali dari Sigli-Banda Aceh. Perjalanan yang biasanya 3 jam, menjadi 4 jam dan sempat basah kuyup" tutur mahasiswi FKIP USK lainnya, Farida Hanum.
Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan dan Kewirausahaan USK, Prof Mustanir, menghijau kepada pemudik mahasiswa tidak perlu berburu waktu hingga harus ngebut di perjalanan. Hal yang paling utama dalam perjalanan balik itu adalah keselamatan jiwa dan menghindari kecelakaan lalulintas.
Dia menyarankan bila kondisi sudah kelelahan untuk segera beristirahat di tempat yang lebih nyaman. Lalu sebelum berangkat mohon izin dan doa dari keluarga terutama ibu dan bapak.
"Cukup sudah jatuh 3 mahasiswa korban meninggal pada musim mudik tahun lalu dan satu kecelakaan luka parah pada pagi lebaran hari pertama pekan lalu. Jaga stamina dan berdoalah sebelum menyetir," tutur Prof Mustanir, yang juga imam besar Masjid Jamik USK.
Sesuai penelusuran Media Indonesia, sebagian pemudik di jalur Nasional Banda Aceh-Medan adalah rombongan mahasiswa yang kuliah di USK, UIN Ar-raniry dan berbagai Perguruan tinggi lainnya di Banda Aceh. Mereka umumnya menggunakan sepeda motor untuk mudik ke kampung halaman.
"Jumlah mahasiswa aktif USK sekitar 40 ribu orang. Sekitar 30 ribu di antaranya ikut mudik lebaran ke berbagai daerah di Indonesia dan luar negeri," tutur Prof. Mustanir yang kelahiran Indrapuri Kabupaten Aceh Besar doktor dari Kyushu Universiti, Jepang. (E-2)