
SATUAN Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) mencatat realisasi investasi hingga 30 Juni 2025 mencapai US$7,19 miliar atau sekitar Rp118 triliun. Angka ini meningkat 28,6% dibandingkan periode yang sama tahun 2024 yang sebesar US$5,59 miliar.
Kepala SKK Migas Djoko Siswanto menuturkan capaian investasi tersebut setara 43,6% dari target investasi 2025. Investasi hulu migas hingga akhir tahun diproyeksikan mencapai kisaran US$16,5 miliar–US$16,9 miliar.
"Outlook-nya mudah-mudahan bisa tercapai sesuai dengan target 2025 atau bahkan lebih, bisa mencapai US$16,9 miliar kalau tidak delay proyek-proyek kita,” ujar Djoko dalam konferensi pers Kinerja Hulu Migas Semester I 2025 di Jakarta, Senin (21/7).
Namun demikian, penerimaan negara dari sektor hulu migas sampai Juni 2025 baru mencapai US$5,88 miliar atau 45,1% dari target tahunan sebesar US$ 13,03 miliar. Outlook hingga akhir tahun diperkirakan sebesar US$10,83 miliar atau sekitar 83,1% dari target.
"Penurunan harga minyak global menjadi salah satu faktor utama yang mempengaruhi capaian ini," kata Djoko.
Lebih lanjut, dia menjelaskan perbaikan iklim investasi dalam beberapa tahun terakhir telah membuahkan hasil. Setelah mengalami penurunan tajam pada 2020 akibat pandemi covid-19 (saat itu investasi hanya sebesar US$10,5 miliar), pada 2024, realisasi investasi telah mencapai US$14,3 miliar, mendekati capaian sembilan tahun terakhir setelah 2015 yang mencapai US$15,3 miliar.
"Upaya memperbaiki iklim investasi hulu migas ini telah memberikan kepercayaan kepada investor mengenai masa depan industri hulu migas yang semakin menarik," tegas Djoko.
Saat ini, Indonesia memiliki 279 struktur atau lapangan migas yang telah ditemukan namun belum dikembangkan. Sebanyak 83 di antaranya sudah memiliki status Plan of Subsequent Evaluation (PSE) atau merujuk pada rencana evaluasi lanjutan setelah suatu kegiatan eksplorasi dengan potensi 216 juta barrel minyak dan 3,8 triliun cubic feet (TCF) gas. Sementara itu, 196 struktur lainnya belum PSE namun berpotensi menghasilkan 1,125 miliar barrel minyak dan 8,3 TCF gas.
Gaet investor
Dalam upaya menggaet lebih banyak investor, SKK Migas membuka ruang bagi perusahaan-perusahaan global. Salah satunya Chevron, raksasa migas asal Amerika Serikat, yang menunjukkan ketertarikan untuk kembali berinvestasi di Indonesia.
"Chevron sedang memetakan lapangan migas yang memiliki potensi besar dan mereka lebih tertarik pada lapangan yang sudah discovery," jelas Djoko.
Deputi Eksplorasi, Pengembangan, dan Manajemen Wilayah Kerja SKK Migas Rikky Rahmat Firdaus menambahkan, Chevron tidak ingin terlalu terbuka terkait rencana investasinya itu.
"Dia enggak mau gembar-gembor dulu. Dan ini harus disikapi dengan hati-hati agar suasana investasinya tetap positif," imbuhnya.
Seiring dengan minat investasi yang meningkat, pemerintah juga terus mendorong penandatanganan Kontrak Kerja Sama (KKS) baru. Contohnya adalah Kontrak Bagi Hasil Wilayah Kerja (WK) Bobara yang merupakan WK Eksplorasi dengan jangka waktu 30 tahun, serta WK Ketapang yang merupakan WK Produksi dengan durasi kontrak 20 tahun. Kedua kontrak tersebut menggunakan skema cost recovery.
"Bobara itu nilai investasinya sekitar US$92 juta," kata Rikky.
Selain itu, kegiatan eksplorasi terus dilakukan di beberapa wilayah strategis. BP, misalnya, tengah melakukan kegiatan eksplorasi di Laut Utara Indonesia pada WK Agung 1 dan Agung 2. Tahun ini, BP telah melakukan survei seismik namun melihat perlunya tambahan survei ke arah laut dalam.
Pihak WK Posko sendiri berencana memperluas cakupan survei seismiknya, sebagai kelanjutan dari hasil tiga studi bersama (joint study) sebelumnya.
"BP juga melihat perlunya tambahan seismik di arah laut dalam. WK Posko juga ingin memperluas dari hasil tiga joint study sebelumnya," pungkasnya. (Ins/E-1)