Sekolah Adiwiyata: dari sekadar Label ke Aksi Nyata

1 month ago 29
 dari sekadar Label ke Aksi Nyata (MI/Seno)

GERAKAN Peduli dan Berbudaya Lingkungan Hidup di Sekolah (PBLHS) merupakan inisiatif strategis yang ditegaskan dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No 52 Tahun 2019 sebagai pengembangan dari program adiwiyata atau green school. Saat ini adiwiyata menjadi bentuk penghargaan bagi sekolah yang berhasil menerapkan prinsip-prinsip PBLHS dalam keseharian mereka.

Lebih dari sekadar program, PBLHS ialah aksi nyata yang mendorong sekolah untuk membentuk perilaku ramah lingkungan di kalangan warga sekolah sekaligus meningkatkan kualitas lingkungan di dalam dan sekitar sekolah. Pendidikan lingkungan dalam konteks ini bertujuan menumbuhkan pengetahuan, keterampilan, serta kepedulian kolektif terhadap isu-isu lingkungan demi keberlanjutan hidup dan pembangunan masa depan.

Setiap daerah atau institusi pendidikan dapat memiliki istilah atau pendekatan tersendiri dalam menjalankan prinsip serupa seperti Sekolah Sukma Bangsa yang mengembangkan program unggulan green school project (GSP) sebagai bentuk komitmen terhadap keberlanjutan lingkungan.

MENGATASI TANTANGAN DAN HAMBATAN

Green school project (GSP) menjadi program unggulan Sekolah Sukma Bangsa dalam menciptakan lingkungan sekolah yang hijau dan sehat dengan target utama mengurangi hingga menghilangkan penggunaan plastik.

Untuk memastikan keberlanjutannya, dibentuk tim khusus yang merancang dan melaksanakan berbagai kegiatan dengan melibatkan seluruh warga sekolah. Meski telah berjalan dengan baik, program tersebut menghadapi tantangan seperti rendahnya kesadaran lingkungan, keterbatasan sumber daya serta integrasi isu lingkungan dalam kurikulum yang belum maksimal.

Dukungan dari orangtua dan masyarakat juga masih perlu diperkuat agar program tersebut lebih efektif. Mengubah kebiasaan yang merusak lingkungan bukanlah hal instan, tetapi membutuhkan komitmen jangka panjang agar budaya ramah lingkungan benar-benar tertanam dalam kehidupan sehari-hari.

Program peduli lingkungan menghadapi berbagai hambatan yang memerlukan strategi dan komitmen untuk diatasi. Salah satu kendala utama ialah resistansi terhadap perubahan yang mana beberapa pihak masih merasa kesulitan beradaptasi dengan kebiasaan ramah lingkungan. Selain itu, dukungan orangtua siswa sangatlah penting agar program tersebut dapat berjalan optimal.

Tantangan lainnya ialah keterbatasan waktu dan komitmen karena jadwal akademik yang padat menyulitkan guru dan murid untuk rutin menjalankan kegiatan lingkungan. Tantangan lainnya muncul dari kurangnya informasi dan pengetahuan mengenai isu lingkungan serta cara efektif untuk menjaganya, baik di kalangan tim pelaksana maupun warga sekolah secara keseluruhan. Semua faktor itu menjadi tantangan yang perlu dihadapi dengan strategi yang tepat agar program peduli lingkungan dapat berjalan secara berkelanjutan dan memberikan dampak nyata.

Untuk memastikan keberhasilan program peduli lingkungan, sekolah menerapkan berbagai strategi yang melibatkan seluruh warga sekolah. Kesadaran dan kepedulian terhadap lingkungan terus ditanamkan melalui kampanye, sosialisasi, dan edukasi yang berkelanjutan agar isu lingkungan menjadi bagian dari keseharian.

Pemanfaatan sumber daya yang lebih efisien serta integrasi materi lingkungan dalam pembelajaran juga menjadi langkah penting untuk membekali siswa dengan pemahaman dan keterampilan yang dapat diterapkan dalam kehidupan nyata.

Selain itu, sekolah membentuk tim khusus yang terdiri atas guru dan murid untuk merancang serta mengawal program secara berkelanjutan dengan rencana kerja yang jelas. Guru dan staf sekolah juga berperan sebagai teladan dalam menjaga lingkungan, memperkuat komitmen yang diharapkan dapat menginspirasi siswa.

Untuk memperluas dampak program, sekolah menjalin kerja sama dengan organisasi lingkungan dan pemerintah guna mendapatkan dukungan yang lebih luas. Dengan berbagai upaya itu, diharapkan GSP dapat berjalan secara berkelanjutan dan memberikan manfaat nyata bagi lingkungan sekolah serta masyarakat sekitar.

BUKAN SEKADAR SEKOLAH HIJAU 

Untuk mengatasi tantangan tersebut, Sekolah Sukma Bangsa mengadopsi strategi yang lebih luas dalam integrasi pendidikan lingkungan ke dalam kurikulum dan kebijakan zero waste plastic. Di tengah dinamika perubahan kurikulum yang terus berlangsung, Sekolah Sukma Bangsa menghadirkan pendekatan pendidikan yang unik dan berkelanjutan.

Lebih dari sekadar sekolah hijau, institusi itu mengintegrasikan isu lingkungan ke dalam berbagai aspek pembelajaran dan kehidupan sekolah. Jika konsep sekolah hijau sering dikaitkan dengan kegiatan menanam pohon dan penghematan energi, bagi Sekolah Sukma Bangsa, hal itu merupakan perubahan paradigma dalam pendidikan.

Sekolah berperan aktif dalam membekali siswa dengan pemahaman mendalam tentang isu lingkungan serta hubungan erat antara manusia dan alam. Keseriusan Yayasan Sukma dalam menangani perubahan iklim tecermin dalam upaya mereka mendorong para guru untuk mengintegrasikan isu tersebut dalam proses pembelajaran sehingga siswa mendapatkan pengalaman belajar yang lebih kontekstual dan relevan dengan lingkungan sekitar.

Selain itu, sekolah menjalin kemitraan dengan berbagai institusi, baik di dalam maupun luar negeri. Salah satu langkah besar yang diambil Yayasan Sukma ialah bekerja sama dengan Finlandia, negara yang dikenal sebagai pelopor dalam penanganan perubahan iklim. Bersama Tampere University, Yayasan Sukma merancang kurikulum berbasis perubahan iklim yang diterapkan pada program persiapan guru di universitas serta pengembangan kapasitas guru di sekolah.

Kolaborasi itu diwujudkan dalam sebuah kegiatan besar yang berlangsung pada 26 Oktober 2022, yaitu Studium General bertajuk Climate Change Curriculum and Indigenous sebagai bagian dari komitmen nyata terhadap pendidikan yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.

Sekolah Sukma Bangsa membuktikan bahwa pendidikan lingkungan bukan sekadar tren, melainkan investasi jangka panjang untuk membentuk generasi yang sadar akan keberlanjutan dan siap berkontribusi dalam menjaga kelestarian hidup.

Siswa tidak hanya memperoleh pengetahuan, tetapi juga karakternya dibentuk agar menjadi agen perubahan melalui kebijakan zero waste plastic. Kantin sekolah tidak lagi menyediakan wadah plastik atau stirofoam, sementara siswa diwajibkan membawa tumbler dan peralatan makan sendiri. Langkah itu mengurangi limbah plastik sekaligus menanamkan kebiasaan ramah lingkungan, menegaskan bahwa perubahan kecil dapat berdampak besar bagi kelestarian lingkungan.

Keberhasilan meraih predikat sekolah adiwiyata bukanlah tujuan akhir, melainkan bagian dari perjalanan panjang dalam membentuk generasi peduli lingkungan. Pencapaian itu bukanlah akhir, melainkan motivasi untuk terus mengembangkan pendidikan lingkungan sebagai bagian integral dari kurikulum sekolah. Bagi Sekolah Sukma Bangsa, menjadi sekolah adiwiyata bukan sekadar tujuan, melainkan sebuah pengakuan atas upaya berkelanjutan dalam menanamkan kesadaran lingkungan bagi seluruh warga sekolah.

Read Entire Article
Tekno | Hukum | | |