
ESKALASI perang dagang antara Amerika Serikat dan sejumlah negara penghasil surplus perdagangan atas AS, yakni Kanada, Meksiko serta Tiongkok, tak hanya menciptakan ketidakpastian global tetapi juga membuka peluang strategis bagi Indonesia untuk memperluas ekspor.
Studi terbaru dari Kadin Indonesia Institute, Yayasan Berbakti Semangat Indonesia (YBSI), dan Datawheel mengungkap bahwa kebijakan tarif yang dilakukan oleh Presiden Amerika Serikat Donald Trump terhadap produk Tiongkok berpotensi mendorong lonjakan ekspor Indonesia hingga sebesar US$1,69 miliar.
Sejumlah sektor yang diproyeksikan akan menikmati keuntungan dari penerapan tarif impor tersebut antara lain sektor alas kaki, tekstil, elektronik, dan furnitur ringan.
Peneliti utama dan founder Datawheel, Cesar Hidalgo, mengatakan bahwa kebijakan tarif baru sebesar 10%-20% yang diberlakukan oleh AS terhadap produk Tiongkok pada tahun ini membuka peluang strategis bagi Indonesia untuk meningkatkan ekspor.
“Sektor tekstil, garment, dan alas kaki diperkirakan mengalami lonjakan hingga US$732 juta, sementara elektronik dan perabot juga mendapat keuntungan besar akibat pergeseran rantai pasok global,” tutur Hidalgo dikutip dari keterangan tertulis yang diterima, Rabu (26/3).
Ia menyampaikan, dengan banyaknya perusahaan yang mencari alternatif rantai pasok di luar Tiongkok, Indonesia diprediksi menjadi salah satu dari enam negara yang paling diuntungkan. Kenaikan ekspor Indonesia ke AS berpotensi melampaui Malaysia, Thailand, dan Filipina, berkat daya saing industri manufaktur serta kebijakan pemerintah yang mendorong investasi dan ekspor.
"Namun kenaikan tersebut masih lebih rendah daripada kenaikan ekspor yang akan dicapai oleh Vietnam," bebernya.
Sementara itu, Ketua Umum Kadin Indonesia, Anindya N. Bakrie, menegaskan pentingnya kesiapan Indonesia dalam merespons perubahan global.
"Perang tarif AS-Tiongkok bukan hanya tantangan, tetapi juga peluang. Kita harus memperkuat industri dalam negeri dan memperluas pasar ekspor dengan strategi yang tepat,” ujar Anin.
Wakil Ketua Umum Koordinator Kadin Indonesia, Erwin Aksa menambahkan, bahwa Indonesia tidak boleh menjadi penerima manfaat pasif dari adanya kebijakan pengenaan tarif tersebut.
"Momentum ini adalah kesempatan langka. Jika kita tidak bertindak cepat, negara lain seperti Vietnam dan Meksiko akan mengambil alih peluang ini," sebut Erwin.
Ketua Umum Kadin Indonesia bidang Perdagangan Internasional, Pahala Mansury, menekankan perlunya strategi jangka panjang. Indonesia, lanjut Pahala, berpotensi mendapat keuntungan dari pengalihan impor AS, terutama di sektor hilirisasi dan padat karya.
"Untuk itu, kita harus memperluas akses pasar, bekerja sama dengan pemasok global, dan menarik perusahaan dalam rantai pasok AS agar memindahkan sebagian produksinya ke Indonesia, memanfaatkan dampak tarif AS terhadap Tiongkok dan Meksiko," imbuhnya.
Di lain pihak, Menteri Investasi dan Hilirisasi Rosan P Roeslani menyampaikan penerapan tarif impor terhadap tiga negara utama yang menikmati surplus perdagangan atas AS, khususnya Tiongkok, yakni berupa peningkatan daya saing produk asal Indonesia.
“Dengan tarif yang lebih tinggi pada barang China, maka harga produk dari Tiongkok di pasar AS menjadi lebih mahal. Ini membuka peluang bagi produk Indonesia yang serupa untuk lebih kompetitif di pasar AS,” ujar Rosan.
Ia menegaskan, perusahaan-perusahaan AS yang sebelumnya mengandalkan impor dari Tiongkok akan mencari alternatif dari negara lain, termasuk Indonesia. Sehingga tercipta peluang bagi ekspor barang Indonesia seperti tekstil, elektronik, furnitur, dan produk pertanian.
Sementara itu di sisi lain, banyaknya perusahaan multinasional yang mengandalkan basis operasinya di Tiongkok tentunya akan mulai mencari lokasi alternatif untuk produksi guna menghindari tarif AS.
“Indonesia memiliki peluang untuk dapat menarik investasi ini, terutama di sektor manufaktur dan industri berorientasi ekspor,” pungkas Rosan. (Fal/I-1)