Peran Negara dalam Zakat Sah Menurut MUI, Masyarakat Tetap Bisa Terlibat Aktif

5 hours ago 3
Peran Negara dalam Zakat Sah Menurut MUI, Masyarakat Tetap Bisa Terlibat Aktif Ketua MUI bidang Informasi dan komunikasi(Dok. Biro Pers Sekretariat Wakil Presiden)

KETUA MUI Bidang Informasi dan Komunikasi, Masduki Baidlowi, menegaskan bahwa keterlibatan negara dalam pengelolaan zakat merupakan hal yang sah dan penting.

Pernyataan ini merujuk pada Fatwa MUI No. 8 Tahun 2011 tentang Amil Zakat, yang menegaskan pentingnya peran fasilitatif pemerintah dalam pembentukan badan pengelola zakat.

Dalam fatwa tersebut dijelaskan dua model pembentukan amil zakat: pertama, amil zakat yang diangkat langsung oleh pemerintah; kedua, amil zakat yang dibentuk oleh masyarakat kemudian disahkan oleh pemerintah.

“Pemerintah dan masyarakat sama-sama menjalankan peran penting dalam pengelolaan zakat. Peran pemerintah tidak meniadakan partisipasi masyarakat, melainkan justru memfasilitasi,” ujar Masduki.

Ia juga mengutip pendapat ulama klasik seperti Ibnu Qosim dalam Kitab Fathul Qorib (Syarah Bajuri), yang menyebut amil zakat adalah seseorang yang ditunjuk oleh imam (pemimpin negara) untuk mengelola zakat. Ini menunjukkan bahwa sejak dahulu, keterlibatan negara sudah menjadi bagian dari tata kelola zakat dalam Islam.

“Peran negara dalam pengelolaan zakat bertujuan untuk mengoptimalkan kemaslahatan umat,” tambahnya.

Salah satu landasan fikih dalam fatwa tersebut adalah kaidah Tasharruful Imam ‘alar Ra’iyyah Manuthun bil Mashlahah, yang berarti tindakan pemimpin terhadap rakyat harus didasarkan pada kemaslahatan.

Relasi Agama dan Negara dalam Pengelolaan Zakat

Menurut Masduki, relasi antara agama dan negara di Indonesia memiliki karakteristik yang khas. Walaupun bukan negara agama, Indonesia tidak meminggirkan urusan keagamaan.

“Negara tidak masuk ke wilayah doktrin agama, namun memfasilitasi tata kelola kehidupan beragama. Dalam konteks zakat, negara tidak mewajibkan zakat karena itu bagian dari ajaran agama. Namun karena zakat berdimensi publik, negara berperan dalam mendukung sistem pengelolaannya, seperti melalui BAZNAS,” jelasnya.

BAZNAS Dibentuk Negara, LAZ Dibentuk Masyarakat

Sesuai UU No. 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat, negara membentuk Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS). Meski berstatus sebagai lembaga pemerintah non-struktural, BAZNAS bersifat independen dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden.

Menariknya, dari sebelas anggota BAZNAS, delapan orang berasal dari unsur masyarakat dan hanya tiga dari unsur pemerintah. Calon anggota dari masyarakat pun harus mendapat pertimbangan DPR sebelum diajukan oleh Menteri Agama untuk diangkat Presiden.

Selain BAZNAS, pemerintah juga memfasilitasi partisipasi masyarakat melalui Lembaga Amil Zakat (LAZ). LAZ dapat dibentuk masyarakat dengan syarat memperoleh izin dari Menteri Agama dan rekomendasi BAZNAS.

“Izin dan rekomendasi ini bertujuan agar sistem zakat nasional berjalan terintegrasi dan akuntabel, sehingga hasil pengelolaan zakat lebih efektif,” terang Masduki.

Semua Lembaga Zakat Wajib Diaudit

Kiai Masduki menekankan bahwa baik BAZNAS maupun LAZ wajib menyampaikan laporan keuangan yang diaudit secara berkala.

Laporan ini merupakan bagian dari sistem koordinasi dan pengawasan yang diatur dalam PP No. 14 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan UU Zakat.

Sebagai contoh, BAZNAS kabupaten/kota wajib melapor ke BAZNAS provinsi dan pemerintah daerah. Sementara BAZNAS pusat wajib menyampaikan laporan kepada Presiden melalui Menteri Agama, dan juga kepada DPR.

Partisipasi Masyarakat Meningkat

Kiai Masduki menyebut, keterlibatan negara tidak menghalangi peran masyarakat. Bahkan amil perorangan seperti para kiai di pesantren atau takmir masjid di daerah terpencil yang belum terjangkau BAZNAS dan LAZ tetap dapat difasilitasi.

“Syaratnya hanya perlu menyampaikan pemberitahuan tertulis ke Kepala KUA di kecamatan setempat,” ujarnya.
Data juga menunjukkan peningkatan signifikan dalam partisipasi masyarakat. Sebelum UU Zakat disahkan pada 2011, hanya terdapat 18 LAZ. Kini, tercatat sudah ada 181 LAZ berizin, terdiri dari 48 LAZ nasional, 41 LAZ provinsi, dan 92 LAZ kabupaten/kota.

Dari sisi penghimpunan dana zakat, LAZ bahkan mencatat angka yang lebih tinggi dibanding BAZNAS. Pada tahun 2023, LAZ berhasil menghimpun dana sebesar Rp 6,5 triliun, sementara BAZNAS mencatat sekitar Rp 3,7 triliun.

“Sistem ini telah tertata secara kelembagaan dan sistematis. Jika ada kekurangan, itu bukan alasan untuk menghapus peran negara, melainkan memperbaiki dan memperkuat sinergi,” pungkas Masduki. (RO/Z-10)

Read Entire Article
Tekno | Hukum | | |