
LANGKAH guru besar Universitas Pertahanan Kolonel Sus Mhd Halkis mengajukan permohonan judicial review atau uji materi Undang-Undang Nomor 34/2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) ke Mahkamah Konstitusi (MK) dinilai sebagai upaya memangkas demokrasi. Imparsial memandang uji materi di tengah penolakan pembahasan revisi UU TNI justru sangat berbahaya bagi kehidupan demokrasi.
Diketahui, Halkis mengajukan permohonan agar MK menguji Pasal 2 huruf d, Pasal 39 ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) UU TNI. Baik petitum maupun beleid-beleid yang diujikan itu berupaya mengembalikan dwifungsi TNI. Padahal, dwifungsi TNI merupakan diskursus yang ditolak oleh kalangan mahasiswa, akademisi, maupun masyarakat sipil.
"Poin-poin yang diuji dalam permohonan judicial review itu berpotensi menjadi arus balik serius dalam reformasi militer dan memperkuat dwifungsi TNI," kata Direktur Imparsial Ardi Manto lewat keterangan tertulis, Kamis (17/4).
Dalam dokumen permohonan Halkis, Ardi enyoroti adanya permintaan TNI aktif agar dapat ditempatkan pada jabatan sipil seluas-luasnya. Selain itu, prajurit aktif juga diperbolehkan berbisnis kembali dan diberikan hak untuk memilih dan dipilih dalam politik praktis.
Menurut Ardi, jika permohonan Halkis dikabulkan oleh MK, dwifungsi TNI akan semakin kuat di era reformasi. Sementara, hal itu dinilai pihaknya menyalahi prinsip demokrasi dan tata kelola pemerintahan yang baik.
"Larangan TNI untuk berbisnis dan berpolitik dengan dipilih dalam pemilu melanggar prinsip profesionalisme militer sendiri dan tidak sejalan dengan prinsip demokrasi," terangnya. (Tri/P-2)