
PERJALANAN Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) dapat dilihat titik-titik transformasi Korps Bhayangkara selalu muncul sebagai penanda perubahan pada setiap zaman.
“Pada masa awal kemerdekaan, Polri masih berkutat pada penataan kelembagaan yang pada masa itu juga dialami oleh institusi lainnya,” kata pengamat intelijen dan keamanan, Ngasiman Djoyonegoro, dalam keterangannya, Senin (30/6).
Menurut dia, 2025 adalah penentu bagi perjalanan Polri. Pasalnya, pada tahun ini disusun Grand Strategy Polri 2025-2045 sebagai lanjutan Grand Strategy Polri 2005-2025. Dokumen penanda perjalanan Kepolisian Republik Indonesia ini menggambarkan bagaimana masa depan keamanan, ketertiban masyarakat dan penegakan hukum di masa lalu dan masa depan.
“Transformasi Polri selalu mengikuti perkembangan zaman dan relevan dengan agenda pembangunan yang dikembangkan oleh presiden terpilih pada setiap periodenya,” kata Ngasiman.
Penulis buku 'Polri untuk Masyarakat, Transformasi Polri Menuju Indonesia Emas 2045', yang karib disapa Simon, menuturkan bahwa buku tersebut menandai 79 tahun perjalanan Korps Bhayangkara di negeri ini.
Titik perubahan signifikan Polri terjadi setelah reformasi, di mana Polri didesain sebagai lembaga yang independen dan kewenangan yang cukup dalam hal pengamanan, ketertiban masyarakat, dan penegakan hukum.
“Kita dapat lihat, setelah Polri diberikan kewenangan dan independensi kelembagaan, berbagai transformasi tumbuh dan berkembang. Misalnya, ada pemolisian masyarakat (polmas) yang merupakan terjemahan dari community policing, kemudian pemolisian demokratis (democratic policing), dan terakhir pemolisian elektronic (e-policing).”
Konsep-konsep besar ini, sambung dia, perlu diterjemahkan dalam kerangka yang lebih operasional, dapat diukur, dinilai, dan dievaluasi perkembangannya. “Oleh karena itu, adanya Grand Strategy Polri memudahkan untuk merealisasikan gagasan-gagasan besar dalam program dan kegiatan Polri,” ucap Simon.
Dia juga mengapresiasi setiap Kapolri yang terpilih memiliki slogan untuk menyamakan persepsi dan menyatukan langkah. Awalnya, Polri menggunakan slogan Rastra Sewakotama yang berarti Abdi Utama bagi Nusa Bangsa. Kemudian, Polri menggunakan slogan Promoter (Profesional, Modern, dan Terpercaya). Di era Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, Polri menggunakan slogan Presisi (Prediktif, Responsibilitas, Transparansi, Berkeadilan).
“Apa yang sudah baik untuk Polri, saya kira perlu dilanjutkan. Namun, yang harus diingat adalah orientasi masa datang atau wajah Polri seperti apa yang kita dambakan,” katanya.
Simon memberi gambaran bahwa di masa yang akan datang sejumlah konsep untuk penguatan transformasi Polri telah mulai dikembangkan, namun masih membutuhkan pendalaman dan penguatan.
“Polri, misalnya, sudah mulai mengembangkan e-policing, atau pemolisian berbasis elektronik. Di dalamnya ada pengembangan aplikasi, penguatan infrastruktur, peningkatan kualitas SDM, dan seterusnya. Misalnya, program tilang elektronik (ETLE) merupakan inisiatif yang baik dalam e-policing.”
Ia menuturkan selain, e-policing, masih banyak sejumlah hal yang perlu dikembangkan lebih lanjut dalam Grand Strategy Polri 2025-2045. “Ada predictive policing, robotic policing, smart policing, yang pada intinya, transformasi Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) menjadi basis utama,” katanya.
“Yang lebih penting adalah bagaimana meramu, merumuskan indikator keberhasilan, dan mekanisme evaluasi dari pengembangan berbagai konsep tersebut dalam dokumen program dan kegiatan yang dirumuskan Polri,” terang Simon.
Terkait dengan tema Polri untuk Masyarakat, Simon menyampaikan bahwa tema ini tidak terlepas dari fenomena No Viral, No Justice, belakangan ini. Fenomena ini menunjukkan tuntutan publik terhadap kepolisian agar lebih responsif dan melayani. “Oleh karena itu, saya kira Polri untuk Masyarakat hadir untuk menjawab tantangan itu,” kata Simon.
Polri untuk masyarakat bermakna Polri bekerja untuk Masyarakat. Maka mau tidak mau Polri harus memahami kebutuhan dan karakter masyarakat itu sendiri. Harus dekat dengan masyarakat agar dapat melakukan pelayanan publik kepolisian yang lebih baik. Karena dukungan masyarakat sangat penting guna mendukung peran Polri Sebagai garda depan penjaga Kamtibmas.
“Melihat perjalanan transformasi Polri, saya kira ‘Polri Untuk Masyarakat’ bukan sekadar slogan, tetapi komitmen nyata dalam menjaga keamanan, ketertiban, serta membantu masyarakat dalam berbagai situasi,” kata Simon.
Polri untuk masyarakat adalah landasan penting keberlanjutan transformasi Polri di masa mendatang. Di satu sisi sebagai wujud implementasi dari Polri Beyond Presisi,di sisi lain sebagai bentuk dukungan terhadap pelaksanaan program Asta Cita yang diagendakan oleh Presiden Prabowo Subianto. Ini sekaligus bentuk komitmen Polri untuk terus berpihak kepada masyarakat dalam mewujudkan Indonesia Emas 2045. (P-2)