
PEMERINTAH resmi mengeluarkan sejumlah kebijakan deregulasi sebagai bagian dari strategi memperkuat perekonomian nasional di tengah ketidakpastian global. Ini merupakan paket deregulasi pertama yang dikeluarkan untuk mendukung industri dalam negeri dan meningkatkan daya saing.
"Kebijakan ini merupakan salah satu kebijakan deregulasi yang menindaklanjuti arahan Bapak Presiden, terutama untuk menghadapi ketidakpastian dan juga hal yang terjadi unpredictable atau tidak bisa diperkirakan terkait dengan perkembangan trade dan perekonomian di dunia, di global," ujar Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto dalam konferensi pers, Jakarta, Senin (30/6).
Menurutnya, Presiden meminta agar pemerintah memperkuat fondasi ekonomi domestik melalui beberapa langkah kunci. Pertama, memberikan kemudahan bagi pelaku usaha untuk meningkatkan daya saing. Kedua, menciptakan ekosistem yang mendukung pembentukan lapangan kerja. Ketiga, mendorong sektor padat karya untuk menarik investasi baru dan mempertahankan yang sudah ada.
Sebagai tindak lanjut, pemerintah menyiapkan berbagai instrumen kebijakan, termasuk pembentukan Satuan Tugas Perundingan Perdagangan, Investasi dan Keamanan Indonesia-Amerika Serikat, Satgas Perluasan Kesempatan Kerja, serta penerbitan Instruksi Presiden tentang Deregulasi Percepatan Kemudahan Perizinan Berusaha dan Keputusan Presiden tentang Peningkatan Iklim Investasi.
Salah satu langkah konkret dalam deregulasi tersebut adalah revisi Permendag No 36/2023 jo. Permendag No 8/2024 mengenai kebijakan pengaturan impor. "Ini dipecah dari Permendag 8, sehingga ini berbasis sektor," kata Airlangga.
Ia menambahkan, proses revisi dilakukan melalui usulan dari kementerian/lembaga, masukan asosiasi dan pelaku usaha, serta melalui regulatory impact analysis dan rapat teknis.
Adapun perubahan itu mencakup relaksasi terhadap 10 komoditas impor yang dinilai penting untuk mendorong kelancaran industri dan ekonomi nasional.
Sembilan beleid baru
Menteri Perdagangan Budi Santoso menjelaskan bahwa hasil dari deregulasi tersebut adalah pencabutan Permendag No 36/2023 jo. Permendag No 8/2024 dan penerbitan 9 peraturan baru yang lebih spesifik berbasis klaster komoditas.
"Kita cabut dan kita sekarang menerbitkan 9 Permendag. Jadi Permendag ini kita bagi berdasarkan klaster untuk memudahkan apabila nanti terjadi perubahan karena Permendag sifatnya dinamis," ujar Budi.
Kesembilan peraturan baru itu ialah Permendag No 16/2025 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor (ketentuan umum), Permendag No 17/2025 tentang Tekstil dan Produk Tekstil, Permendag No 18/2025 tentang Barang Pertanian dan Peternakan, Permendag No 19/2025 tentang Garam dan Komoditas Perikanan, Permendag No 20/2025 tentang Bahan Kimia, Bahan Berbahaya, dan Tambang.
Lalu Permendag No 21/2025 tentang Barang Elektronik dan Telematika, Permendag N0 22/2025 tentang Barang Industri Tertentu, Permendag No 23/2025 tentang Barang Konsumsi, dan Permendag N0 24/2025 tentang Barang tidak Baru dan Limbah Non-B3.
"Permendag impor ini berlaku dua bulan sejak diundangkan karena kita harus menyiapkan sistem dan sebagainya," jelas Budi.
Selain reformasi kebijakan impor, deregulasi juga menyentuh kemudahan perizinan usaha. Kemendag menerbitkan Permendag No 25/2025 yang menggantikan peraturan lama tentang tata cara dan penerbitan usaha waralaba oleh pemerintah daerah, serta Permendag No 26/2025 yang mencabut empat Permendag di bidang perdagangan dalam negeri karena sudah diatur dalam regulasi yang lebih tinggi.
Langkah deregulasi tersebut diharapkan dapat mendukung penciptaan iklim usaha yang lebih kompetitif, adaptif, dan responsif terhadap dinamika global. Dengan pendekatan klaster dan reformasi izin usaha, diharapkan pula pelaku industri dapat lebih mudah menjalankan kegiatan ekonomi, meningkatkan produktivitas, serta menarik lebih banyak investasi. (Mir/E-1)