Pemerintah Gagal Optimalkan Ruang Fiskal, Risiko Resesi Meningkat

5 hours ago 1
Pemerintah Gagal Optimalkan Ruang Fiskal, Risiko Resesi Meningkat KEPALA Pusat Makroekonomi dan Keuangan Institute for Development of Economics and Finance (Indef) M. Rizal Taufiqurrahman.(Dok. Antara)

KEPALA Pusat Makroekonomi dan Keuangan Institute for Development of Economics and Finance (Indef) M. Rizal Taufiqurrahman menilai pemerintah gagal mengoptimalkan ruang fiskal di tengah perlambatan ekonomi.  Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang hanya mencapai 4,87% pada triwulan I 2025. Kondisi ini dianggap semakin mengkhawatirkan dan meningkatkan risiko resesi jika melihat kontraksi ekonomi secara kuartalan yang minus 0,98%.

"Angka ini menjadi indikator teknikal resesi terjadi, apabila tren ini berlanjut pada kuartal berikutnya. Pemerintah tampak gagal mengoptimalkan ruang fiskal," ujar Rizal kepada Media Indonesia, Selasa (6/5).

Alih-alih mendorong belanja negara secara ekspansif untuk menstimulasi perekonomian, Rizal menuturkan pemerintah justru menerapkan konsolidasi fiskal di tengah melemahnya permintaan domestik. Hal ini diperparah oleh pertumbuhan investasi yang hanya mencapai 2,1%, mencerminkan menurunnya kepercayaan investor terhadap arah kebijakan ekonomi nasional.

Di sisi eksternal, dampak lanjutan dari ketegangan perdagangan global, terutama retaliasi tarif dari Amerika Serikat dan perlambatan ekonomi Tiongkok, telah mulai mereduksi kinerja ekspor Indonesia.

"Akibatnya, struktur pertumbuhan ekonomi nasional menjadi semakin rapuh dan rentan terhadap guncangan eksternal," katanya.

Rizal menegaskan apabila pemerintah terus mengandalkan narasi optimisme tanpa diiringi kebijakan konkret untuk mendorong produktivitas, memperluas pasar ekspor nontradisional, dan mempercepat realisasi belanja infrastruktur produktif, maka risiko resesi bukan lagi bersifat spekulatif.

"Tetapi, semakin nyata dan bersifat sistemik," imbuhnya.

Dia menambahkan gejala krisis struktural juga terlihat dari gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) yang membesar sejak awal 2025. Tercatat lebih dari 24 ribu pekerja kehilangan pekerjaan hingga April 2025.  Sebagian besar dari sektor industri pengolahan, sektor yang selama ini menjadi tulang punggung penciptaan lapangan kerja nasional.

Dengan peningkatan jumlah pengangguran menjadi 7,28 juta orang, Rizal menilai seharusnya mendorong pemerintah untuk mengubah pendekatan kebijakan ketenagakerjaan, dari reaktif menjadi proaktif.

Ini termasuk mempercepat program pelatihan ulang tenaga kerja (reskilling), serta menyediakan insentif fiskal yang mendukung reindustrialisasi dan penciptaan lapangan kerja ramah lingkungan dan berbasis digital.

"Sayangnya, program vokasi masih stagnan dan adopsi kebijakan sosial berbasis produktivitas berlangsung lambat" pungkasnya.

Dhubungi terpisah, Wakil Ketua Kadin Bidang Perindustrian, Saleh Husin mengatakan melihat masih minimnya Indonesia mengalami resesi ekonomi. Meskipun pertumbuhan ekonomi pada triwulan I 2025 melambat, dianggap masih positif. Menurutnya, resesi akan terjadi jika pertumbuhan ekonomi negatif selama dua kuartal berturut-turut.

"Sehingga, kemungkinan terjadinya resesi dalam jangka pendek masih relatif kecil," tuturnya.

Untuk itu, ungkap Saleh, menekankan perlu ada intervensi dari pemerintah untuk mencegah semakin melambatnya pertumbuhan ekonomi. Salah satunya, ungkapnya, dengan merelaksasi kebijakan efisiensi anggaran untuk mempercepat realisasi penyerapan anggaran pemerintah terutama di daerah. (H-3)

Read Entire Article
Tekno | Hukum | | |