Peran Dolar AS Sebagai Safe Haven Terancam

5 hours ago 2
Peran Dolar AS Sebagai Safe Haven Terancam Ilustrasi--Seorang teller menata uang pecahan dolar Amerika Serikat di sebuah tempat penukaran mata uang di Jakarta.(MI/Susanto)

DOLAR Amerika Serikat (AS), mata uang cadangan dunia dan aset safe haven paling diandalkan, kini menjadi mata uang major dengan kinerja terburuk di 2025. Ini penjelasannya menurut Broker Octa. 

Peran historis dari dolar AS sebagai mata uang safe haven terdepan di dunia sedang terancam. Meskipun ketidakpastian makroekonomi meningkat, investor menjauh dari dolar AS, menentang arus safe haven konvensional. 

Depresiasi cepat dari greenback selama beberapa minggu terakhir telah memicu spekulasi tentang hilangnya kepercayaan pada status safe haven-nya. 

Dengan berita trading USDCHF yang terendah dalam beberapa tahun, Octa Broker menganalisis apakah kita sedang berada di tengah perubahan rezim dramatik di pasar dan menjelaskan mengapa dolar AS kesulitan di tengah pergolakan perdagangan global.

Dolar AS (USD), the buck atau greenback, seperti yang sering disebut secara informal, telah lama menduduki posisi yang cukup eksklusif dalam keuangan global. Sejak akhir Perang Dunia II dan berdirinya sistem moneter Bretton Woods, greenback memainkan peran penting dalam memfasilitasi transaksi lintas batas dan memperlancar arus perdagangan internasional, serta berfungsi sebagai mata uang cadangan utama bagi bank sentral di seluruh dunia. 

Menjadi mata uang resmi dari ekonomi terbesar di dunia, AS, tentu membantu dolar mempertahankan posisinya yang dominan. Memang, besarnya ekonomi AS, pasar keuangan yang dalam dan likuid, hak milik pribadi yang kuat, dan supremasi hukum yang tercantum dalam Konstitusi AS, serta yang terakhir dan tidak kalah pentingnya, kekuatan militer AS yang tak tertandingi, menjadikan dolar AS sebagai mata uang global yang paling dipercaya. 

Akibatnya, greenback menjadi apa yang disebut oleh pelaku pasar sebagai 'mata uang safe haven', perlindungan bagi investor selama masa ketidakpastian makroekonomi atau gejolak pasar. 

Namun, belakangan ini, ketidakstabilan pasar keuangan global yang dipicu oleh kenaikan tarif perdagangan dan diperparah oleh ketakutan akan resesi global tampaknya telah mengguncang narasi ini, melemahkan peran lama dolar.

Ketegangan perdagangan

Dolar AS telah terdepresiasi hampir tanpa henti sejak pertengahan Januari. Dalam tiga setengah bulan saja, Indeks Dolar (DXY), yang mengukur nilai greenback relatif terhadap kelompok enam mata uang asing utama, termasuk euro, yen Jepang, pound sterling Inggris, dolar Kanada, krona Swedia, dan franc Swiss, kehilangan lebih dari 10% nilainya (dari level tertinggi 13 Januari hingga terendah 21 April). 

Pada 11 April, nilainya tembus batas kritis 100,00, dan meskipun telah meningkat sedikit setelahnya, dolar AS tetap menjadi mata uang berkinerja terburuk di antara mata uang major lainnya sejauh ini tahun ini. 

Penurunan ini telah menimbulkan pertanyaan penting: Apakah dolar AS. kehilangan status safe haaven-nya, atau ini hanya kemunduran sementara?

Pemacu penurunan dolar berakar pada meningkatnya ketegangan perdagangan, terutama kebijakan tarif agresif yang diberlakukan Presiden AS Donald Trump. 

Dalam beberapa minggu terakhir, AS. memberlakukan tarif dasar 10% pada semua impor, dengan tarif yang jauh lebih curam dikenakan pada mitra dagang utama seperti Tiongkok, yang kemudian membalas dengan tarif 125% pada barang-barang AS. 

Langkah-langkah ini telah memicu ketakutan akan resesi global, karena rantai pasokan internasional mungkin terganggu dengan konsekuensi yang berpotensi menghancurkan bagi ekonomi dunia. 

Secara historis, ketidakpastian semacam itu akan memperkuat dolar, ketika investor mencari perlindungan di aset AS. Namun, kali ini, greenback melemah, sementara mata uang safe haven alternatif seperti franc Swiss (CHF) dan yen Jepang (JPY) menguat. 

Kar Yong Ang, analis pasar finansial di Octa Broker, mengatakan kelemahan dolar AS baru-baru ini didorong oleh pergeseran diversifikasi di antara investor ke mata uang safe haven alternatif, didorong oleh lindung nilai risiko dan kekhawatiran akan prospek pertumbuhan ekonomi AS. 

"Kita sedang menyaksikan peralihan modal besar-besaran. Pelaku pasar menyadari bahwa dalam perang dagang, tidak ada pemenang. Dalam jangka pendek, ekonomi AS akan menghadapi konsekuensinya, yang tidak akan bagus," ujar Kai. 

"Pemain besar dengan investasi besar di AS menyadari mereka perlu melindungi risiko mata uang mereka, jadi mereka beralih ke franc Swiss dan yen Jepang. Juga, tarif yang lebih tinggi meningkatkan ketakutan akan resesi, sehingga trader meningkatkan taruhan mereka pada penurunan suku bunga tambahan oleh Fed [Federal Reserve]. Hal itu juga berdampak buruk pada greenback," lanjutnya.

Memang, pada 21 April, USDCHF turun di bawah angka 0.80500, level yang belum pernah terlihat dalam hampir 14 tahun, sementara USDJPY melayang di dekat area kritis 140,00, ketika penurunan di bawahnya akan membuka jalan menuju posisi terendah baru dalam beberapa tahun. 

Perubahan signifikan dalam alokasi arus modal mendorong beberapa analis menyimpulkan bahwa dolar AS menghadapi krisis kepercayaan. 

Namun, analis Octa memiliki pandangan berbeda dan percaya bahwa situasi saat ini tidak mencerminkan erosi luas dari kepercayaan jangka panjang investor pada dolar AS. 

Kar mengatakan, "Masalahnya bukanlah hilangnya kepercayaan yang mendasar pada prospek jangka panjang dolar AS. Apa yang kita saksikan sekarang ini adalah respons dramatis tetapi logis terhadap kemungkinan dampak ekonomi dari kebijakan perdagangan Donald Trump. Anda memiliki pemerintahan, yang efektif mengatur ulang tatanan perdagangan global, yang tidak menyembunyikan ketidakpuasannya dengan Fed dan tampaknya percaya dolar melemah." 

"Jika Anda seorang investor asing di AS., Anda sama sekali tidak bisa tidak melindungi diri Anda dari risiko akhir-akhir ini. Namun, jangan lupakan juga bahwa greenback telah jatuh dari tingkat yang relatif tinggi, jadi memang sudah waktunya koreksi ke bawah yang sehat," imbuhnya. 

Dengan kata lain, penurunan baru-baru ini di dolar AS bukan fenomena yang tidak biasa atau anomali; justru cukup alami dan mungkin hanya terjadi sementara. 

Bahkan, setelah penurunan 11% di tahun 2025, greenback masih berada sekitar 38% di atas level terendah historis yang ditetapkan pada 2008. Selanjutnya, jelas bahwa begitu aktor global utama mengadopsi retorika diplomatik yang lebih damai dan terlibat dalam negosiasi perdagangan aktif, situasi akan segera normal kembali. 

Status dominan dolar untuk prospek jangka panjang dolar kemungkinan besar akan terus ditantang, tetapi tidak ada mata uang tunggal yang dapat mengambil mahkotanya untuk saat ini.  

Menurut Bank for International Settlements (BIS), dolar AS masih menyumbang hampir 88% dari transaksi internasional, dan dominasinya di pasar Forex tetap tidak tertandingi, dengan volume trading harian melebihi yen atau franc. 

Menurut Dana Moneter Internasional (Inetrnational Monetary Fund atau IMF), lebih dari setengah (57,8%) dari US$12,4 triliun cadangan devisa global berbentuk dolar AS. 

Oleh karena itu, meskipun greenback mungkin tidak menjadi tempat perlindungan otomatis seperti sebelumnya, perannya sebagai landasan Forex tetap berlanjut untuk saat ini. (Z-1)

Read Entire Article
Tekno | Hukum | | |