
PAKAR hubungan internasional dari Universitas Padjadjaran, Teuku Rezasyah, menilai kebijakan imigrasi yang digencarkan Presiden Amerika Serikat Donald Trump cederung dipaksakan di tengah penolakan yang meluas.
Menurutnya, pendekatan yang dilakukan Trump tanpa mempertimbangkan secara matang dampak sosial, budaya, ekonomi, serta potensi gangguan terhadap stabilitas dalam negeri.
"Trump memaksakan sebuah operasi imigrasi tanpa mendalami dampak sosial budaya, ekonomi, dan keamanan dalam negeri," ungkap Rezasyah ketika dihubungi, Kamis (12/6)
Lebih lanjut, ia menyoroti kondisi lembaga intelijen di AS yang menurutnya saat ini dipimpin oleh individu-individu loyalis Trump. Hal itu, menurut Rezasyah, membuat mereka kurang sensitif terhadap dinamika yang terjadi di berbagai wilayah, khususnya kota-kota besar yang menghadapi tantangan multikulturalisme dan tekanan ekonomi.
“Banyak institusi intelijen Amerika Serikat saat ini dipimpin oleh para loyalis Donald Trump, sehingga mereka kurang peka atas dinamika yang berkembang di berbagai wilayah. Terutama sekali di wilayah perkotaan yang multikultur dan sedang bermasalah secara pertumbuhan ekonomi,” jelasnya.
Operasi penangkapan massal yang dilakukan, imbuh Rezasyah, juga telah menciptakan rasa takut di tengah komunitas imigran. Kekhawatiran ini tak hanya dirasakan oleh imigran yang masih dalam proses memperoleh kewarganegaraan, tetapi juga mereka yang telah lahir dan dibesarkan di Amerika Serikat.
“Operasi asal tangkap ini sangat mencemaskan masyarakat imigran, baik yang sudah lahir di AS maupun dalam proses menjadi warga negara AS,” tegasnya.
“Patut diduga, Trump tanpa sadar menghidupkan DNA fasisme yang lama tersembunyi dalam dirinya," tukasnya. (I-3)