Negosiasi Dagang dengan AS Berpotensi Jadi Pisau Bermata Dua

3 hours ago 3
Negosiasi Dagang dengan AS Berpotensi Jadi Pisau Bermata Dua Foto udara seorang pekerja berdiri di tumpukan peti kemas di Pelabuhan Kendari New Port, Kendari, Sulawesi Tenggara(ANTARA FOTO/Andry Denisah)

NEGOSIASI perdagangan antara Indonesia dan Amerika Serikat dinilai sebagai peluang sekaligus ancaman. Itu karena kesepakatan yang tercipta bisa memperkuat ekspor Indonesia, namun juga berpotensi menekan surplus perdagangan yang selama ini dinikmati.

"Saya melihat ada potensi perubahan dalam lanskap perdagangan kedua negara ke depan, baik dari sisi peluang maupun tantangan," kata Peneliti dari Center of Reform on Economics (CoRE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet saat dihubungi, Senin (21/4).

Menurutnya, bila hasil negosiasi memungkinkan penurunan tarif bagi produk unggulan Indonesia seperti tekstil, alas kaki, dan elektronik ringan, maka volume ekspor Indonesia ke AS bisa meningkat signifikan. Hal ini, ujarnya, berpeluang memperbesar surplus dagang Indonesia.

Namun dia mengingatkan, keuntungan ini bisa menjadi ilusi jika Indonesia tidak berhati-hati. “Negosiasi ini bisa saja menjadi pisau bermata dua,” tegasnya.  

AS, kata Yusuf, kerap memberi tekanan kepada negara-negara dengan surplus perdagangan tinggi. Dalam konteks Indonesia, hal itu bisa diwujudkan dalam bentuk tuntutan agar membuka pasar lebih lebar bagi produk asal AS, terutama pertanian, barang konsumsi, hingga jasa.

*Jika Indonesia terpaksa menurunkan hambatan tarif atau non-tarif tanpa kompensasi setara, arus impor bisa meningkat dan menekan surplus. Dalam skenario terburuk, surplus itu bisa terkikis atau bahkan berbalik jadi defisit," jelasnya.

Yusuf menekankan pentingnya posisi tawar yang solid dalam negosiasi. Menurutnya, pemerintah harus memastikan prinsip resiprokal dalam setiap kesepakatan dan menilai dampaknya terhadap sektor dalam negeri.

Ia juga mendorong langkah struktural untuk memperkuat daya saing ekspor Indonesia. "Ini mencakup perbaikan logistik, insentif fiskal untuk industri padat karya, serta diplomasi dagang yang aktif membuka pasar alternatif di luar AS," tutur Yusuf. 

Menyoal masa depan surplus perdagangan dengan AS, Yusuf menyebut arahnya sangat tergantung pada hasil negosiasi dan kesiapan domestik. "Kuncinya ada pada bagaimana Indonesia menegosiasikan kepentingannya, sembari terus membangun fondasi industri ekspor yang kokoh," pungkas Yusuf. (Mir/M-3)

Read Entire Article
Tekno | Hukum | | |