Mubes Kerajaan Moronene Keuwia-Rumbia Tegaskan Keabsahan Raja dan Teguh Jaga Marwah Adat

1 day ago 6

GUNA menjaga keutuhan adat dan memperkuat legitimasi kepemimpinan tradisional, Kerajaan Moronene Keuwia-Rumbia menggelar Musyawarah Besar (Mubes) pada Rabu (11/6). Pelaksanaan Mubes dilakukan di Rumah Adat Moronene Rumbia (Raha Mpu’u), Kelurahan Taubonto, Kecamatan Rarowatu, Kabupaten Bombana, Sulawesi Tenggara (Sultra).

Acara adat yang berlangsung khidmat ini dihadiri langsung oleh Raja Moronene-Pauno Rumbia VII Paduka Yang Mulia (PYM) Apua Mokole Alfian Pimpie serta tokoh-tokoh adat lintas wilayah Moronene seperti Raja Moronene Poleang, para sesepuh kerajaan, Mokole Penyangga (Tukono Wonua), Bonto, Mokole Pa’aluma, Kapitalao, Tobu, Sara Ea, Tolea, Limbo, hingga Tamalaki.

Hadirnya para tokoh adat menunjukkan kekompakan dan soliditas dalam menghadapi dinamika internal kerajaan. Musyawarah menghasilkan lima poin penting yang menjadi pijakan hukum adat ke depan.

Pertama, Lembaga Adat Kerajaan Moronene Keuwia (LAKM-Keuwia) sah secara hukum. LAKM-Keuwia dinyatakan sebagai lembaga adat resmi yang sah dan memiliki legalitas hukum melalui Akta Notaris Nomor 06 tanggal 23 Oktober 2017. Penegasan ini penting di tengah klaim sepihak yang berpotensi memecah belah struktur adat Moronene.

Kedua, LAM Bukan Bagian dari LAKM-Keuwia. Musyawarah menegaskan bahwa Lembaga Adat Moronene (LAM), khususnya yang dipimpin oleh Yunus N.L., bukan bagian dari LAKM-Keuwia. Keputusan ini bertujuan untuk memperjelas struktur adat serta menghindari tumpang tindih kewenangan.

Ketiga, penolakan terhadap upaya perpecahan. Seluruh perangkat adat menyatakan sikap tegas menolak segala bentuk upaya yang berpotensi memecah keluarga besar Moronene.

“Kami tidak menghendaki perpecahan. Adat adalah pemersatu, bukan pemecah,” tegas Sekretaris Jenderal LAKM-Keuwia, Mokole Gufran Kapita saat membacakan hasil musyawarah.

Mekanisme Pergantian Raja

Keempat, dipertegas Raja Moronene-Pauno Rumbia hanya dapat diganti karena tiga alasan, yakni wafat, terbukti melakukan tindakan amoral, atau mengundurkan diri karena alasan fisik dan rohani yang sah. Hal ini untuk memastikan kesinambungan kepemimpinan tetap dalam koridor nilai-nilai adat.

Kelima, sebagai poin terkahir adalah Pengukuhan PYM Apua Mokole Alfian Pimpie sebagai raja yang sah. Musyawarah secara resmi menegaskan kembali bahwa PYM Apua Mokole Alfian Pimpie adalah Raja Moronene Keuwia-Rumbia yang sah, baik secara adat maupun secara struktural.

“Keputusan ini tidak hanya sah secara adat, tetapi juga mengikat secara struktural bagi seluruh komponen masyarakat adat Moronene,” imbuh Mokole Gufran.

Ia melanjutkan, mubes ini menjadi tonggak penting dalam menjaga muruah adat Moronene, memperkuat identitas budaya, dan memastikan penyelesaian persoalan internal diselesaikan dengan cara-cara yang bijaksana.

Gufran menegaskan, isu pencopotan PYM Apua Mokole Alfian Pimpie dari jabatan raja oleh kelompok tertentu pun mendapat respons keras dari para pemangku adat. Dalam pernyataannya, Mokole Alfian menilai wacana tersebut tidak berdasar secara adat dan melanggar tatanan tradisi Moronene.

“Setelah mengikuti musyawarah besar ini, saya tegaskan bahwa segala bentuk pencopotan yang tidak melalui mekanisme adat yang sah adalah inkonstitusional secara adat. Itu mencederai warisan leluhur kami,” tegasnya.

Ia juga menyebut bahwa keputusan LAM yang dipimpin Yunus NL tidak memiliki legitimasi adat karena tidak melalui proses musyawarah dan tidak dikukuhkan oleh Raja.

“Yang bersangkutan sebelumnya hanya sekretaris, tetapi tiba-tiba mengangkat dirinya sendiri sebagai ketua. Padahal sejak 1 Oktober 2017, lembaga tersebut telah didemisionerkan. Lembaga baru yang sah dan diakui adalah LAKM-Keuwia,” tambahnya.

Menurut Gufran, pencopotan tersebut cacat prosedur karena dilakukan oleh lembaga yang tidak sah dan tanpa keterlibatan perangkat adat yang memiliki wewenang.

“Kalau mau disederhanakan, pencopotan itu tidak berdasar hukum adat. Dilaksanakan di luar koridor adat, oleh lembaga yang sudah dimisionerkan. Maka secara adat gugur dengan sendirinya,” jelasnya.

Gufran juga menggarisbawahi bahwa pengangkatan seorang raja bukan perkara administratif semata, melainkan proses sakral yang harus melibatkan restu para sesepuh dan masyarakat adat.

“Pengukuhan raja harus disahkan oleh perangkat adat dan Raja sebelumnya. Dalam hal ini, hanya PYM Alfian Pimpie yang memenuhi semua syarat itu. Tidak ada ruang untuk dualisme,” ungkap dia.

Di akhir pernyataannya, Mokole Gufran menyampaikan harapan agar hasil mubes dapat mengakhiri polemik internal dan membawa ketertiban di wilayah adat Moronene, khususnya di Kabupaten Bombana.

“Kami berharap seluruh masyarakat dapat kembali bersatu. Adat adalah rumah bersama yang harus kita jaga dari kepentingan pribadi. Mari kita ciptakan efek domino yang positif bagi generasi mendatang,” tandasnya.

Dengan berakhirnya musyawarah besar ini, Kerajaan Moronene Keuwia-Rumbia telah meneguhkan arah perjuangan adat mereka secara tegas dan bermartabat. Komitmen untuk merawat nilai-nilai leluhur menjadi benteng terakhir menghadapi arus perubahan yang terus bergulir.

Saat dikonfirmasi, Alfian Pimpie belum memberikan tanggapan. (RR/E-

Read Entire Article
Tekno | Hukum | | |