
SOSOK Nadirsyah Hosen, atau akrab disapa Gus Nadir selama ini dikenal sebagai seorang cendekiawan Muslim sekaligus akademisi di University of Melbourn. Gus Nadir dikenal dunia internasional atas keahliannya di bidang Syariah dan hukum Indonesia dengan menjadi anggota dewan editorial untuk dua jurnal hukum terkemuka di bidangnya: Asian Journal of Comparative Law (Cambridge University Press) dan The Australian Journal of Asian Law (The University of Melbourne).
Namun, pada Ramadhan ini, umat Islam bisa membaca tulisan Gus Nadir tentang sebuah dialog penuh cinta dan kebijaksanaan dalam buku yang berjudul "Surat Cinta Gus Nadir: Ilmu, Iman, Kehidupan". Buku ini adalah kumpulan refleksi yang mengajak pembaca untuk menelusuri nilai-nilai Islam dengan kejernihan akal dan kebeningan hati.
Editor Bentang Pustaka, Ardhias Nauval mengatakan, Gus Nadir menuliskan buku ini bukan hanya untuk satu orang, melainkan bagi semua yang merindukan kedamaian dalam ber-Islam. Di tengah derasnya arus informasi digital, sering kali esensi Islam diperdebatkan lebih banyak daripada direnungkan.
“Gus Nadir juga menulis dengan mengadaptasi format media sosial yang singkat dan to the point untuk mencerahkan dan menghangatkan hati dalam 10 bab,” terang dia, terang Ardhias, Sabtu (1/3).
Berbagai hal dibahas, misalnya, terakait refleksi diri, yang menyoroti perjalanan personal Gus Nadir dalam menaklukkan ego dan menemukan makna mencintai diri sendiri.Bab lainnya juga membahas tentang risalah cinta, memaknai cinta dalam berbagai aspek, mulai dari kasih sayang Tuhan, hubungan antarsesama, hingga bagaimana mencintai diri sebagai bentuk penghormatan terhadap kehidupan.
Gus Nadir juga memberi pemahaman tentang perspektif religius dari berbagai ajaran Islam. Oleh sebagian orang, agama sering kali hanya dijadikan pelarian daripada sebagai pedoman untuk bertumbuh. “Misalnya, bismillah dan maknanya (yang membahas tentang) tafsir mendalam tentang esensi kalimat "Bismillah" dalam kehidupan sehari-hari,” terang Ardhias.
Ia berharap, pembaca bisa mengambil semangat cinta dari Gus Nadir, yang senantiasa mengedepankan saling paham bukan saling tuding dalam segala hal, sekalipun soal fikih yang kerap dipandang penuh penghakiman. Hanya dengan pemahaman satu sama lain, cinta bisa terbangun dan hidup jadi lebih nyaman dihidupi.
Dalam pengantarnya, Gus Nadir pun mengajak pembaca untuk menghayati lembar demi lembar buku ini dengan hati yang lapang. “Kau akan menemukan senyum yang menenangkan, kisah yang menerbitkan harapan, dan renungan yang menyentuh relung hati terdalam," ujar Gus Nadir dalam pengantar bukunya. (H-2)