Lestari Moerdijat: Pemahaman Masyarakat tentang Mitigasi Bencana Harus Konsisten Ditingkatkan

2 weeks ago 15
 Pemahaman Masyarakat tentang Mitigasi Bencana Harus Konsisten Ditingkatkan Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat.(Dok. MI)

UPAYA mempersiapkan mitigasi bencana sebagai langkah antisipasi menghadapi potensi dampak cuaca ekstrem merupakan bagian dari kewajiban negara untuk melindungi setiap warganya.

"Peringatan dini BMKG mesti menjadi alarm bagi pemerintah untuk mengantisipasi potensi dampak bencana," kata Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat pada sambutan tertulisnya pada diskusi daring bertema Waspada Banjir Rob di Awal Puasa yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12, Rabu (26/2).

Diskusi yang dimoderatori Arimbi Heroepoetri, S.H., L.LM (Tenaga Ahli Wakil Ketua MPR RI) itu menghadirkan Dr. Raditya Jati, S.Si., M.Si. (Deputi Bidang Sistem dan Strategi, Badan Nasional Penanggulangan Bencana/BNPB), Dr. Eko Prasetyo, M.T. (Direktur Meteorologi Maritim, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika/BMKG), Miftadi Sudjai, Ph.D, (Pakar Teknologi untuk Mitigasi Dampak Banjir Rob Universitas Telkom), dan Jeanny Silvia Sari Sirait  (Urban Justice Campaigner Greenpeace Indonesia) sebagai narasumber.

Berdasarkan perkiraan Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) akan terjadi banjir rob di sejumlah wilayah Indonesia pada 25 Februari hingga 7 Maret 2025.

Menurut Lestari, informasi BMKG itu dapat menjadi pijakan bagi seluruh elemen pemerintah untuk mengantisipasi terjadinya bencana, khususnya ancaman banjir rob pada awal Ramadan.

Rerie, sapaan akrab Lestari mengapresiasi peran aktif BMKG yang senantiasa memberikan informasi terkini terkait perubahan cuaca, termasuk tentang kemungkinan bencana.

Rerie yang juga anggota Komisi X DPR RI dari Dapil II Jawa Tengah itu berpendapat, melalui persiapan matang dalam menyikapi anjuran BMKG itu, pemerintah dan elemen terkait dapat menciptakan situasi dan kondisi yang aman bagi masyarakat dalam aktivitas keseharian mereka.

Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu berharap, para pemangku kepentingan di tingkat pusat dan daerah seperti Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dapat membangun koordinasi yang kuat dengan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) di sejumlah daerah rawan bencana untuk menghadapi berbagai kemungkinan dampak potensi perubahan cuaca ekstrem di tanah air.

Deputi Bidang Sistem dan Strategi BNPB, Raditya Jati mengungkapkan bencana akibat rob merupakan kondisi yang spesifik di Indonesia, di mana kawasan pesisir memiliki risiko bencana lebih besar.

Menurut Raditya, begitu dahsyatnya ancaman bencana di wilayah pesisir seperti yang terjadi pada tsunami Aceh pada 2004, sehingga penanggulangan risiko akibat banjir rob dan tsunami merupakan langkah yang penting.

Saat ini, ungkap Raditya, merupakan fase puncak hidrometeorologi yang bersamaan dengan mulai bertugasnya para kepala daerah yang terpilih pada Pilkada beberapa waktu lalu.

"Mudah-mudahan para kepala daerah yang baru ini memiliki komitmen kuat dalam membangun rencana penanggulangan bencana di daerahnya masing-masing," ujarnya.

Menurut Raditya, membangun resiliensi bangsa terhadap ancaman dampak bencana akibat cuaca ekstrem sangat penting menyusul terjadinya perubahan iklim di tingkat global.

Daerah Terancam Banjir Rob

Direktur Meteorologi Maritim BMKG, Eko Prasetyo mengungkapkan pihaknya mencatat ada 18 daerah pesisir di Indonesia yang terancam banjir rob, mulai dari Indonesia bagian Barat hingga Indonesia bagian Timur. Sejumlah informasi itu, menurut Eko, sudah disampaikan kepada pihak-pihak terkait dan masyarakat.

Mudah-mudahan semua data itu, ujar Eko, dapat ditindaklanjuti dengan baik oleh para pemangku kepentingan di daerah dalam bentuk langkah-langkah antisipasi dalam penanggulangan dampak bencana alam.

Karena, tambah Eko, banjir rob tidak hanya berdampak pada lingkungan, tetapi juga terhadap kesehatan masyarakat di lingkungan yang terdampak dengan berjangkitnya sejumlah penyakit.

Eko menyarankan sejumlah daerah rawan banjir rob melakukan penataan lingkungan, terutama daerah yang memiliki kawasan-kawasan pesisir.

Pakar Teknologi Mitigasi Dampak Banjir Rob Universitas Telkom, Miftadi Sudjai mengungkapkan pihaknya bersama BRIN, University of Woolongong Australia, Kemendiktisaintek, dan BAPPENAS saat ini sedang melakukan penelitian dengan memanfaatkan teknologi untuk memantau kenaikan permukaan air di sejumlah sungai akibat banjir rob di pantai Utara, Jawa Tengah.

Menurut Miftadi, pihaknya fokus pada pengembangan teknologi untuk membantu memitigasi sejumlah daerah di pesisir Utara Jawa, seperti banjir rob di Pekalongan dan Semarang Utara.

Hasil monitoring banjir rob tersebut, jelas Miftadi, dapat disampaikan ke masyarakat melalui aplikasi yang bisa diunduh oleh masyarakat pada gawainya masing-masing. Dengan mekanisme itu, tambah dia, masyarakat bisa segera mengantisipasi dengan sejumlah langkah yang diperlukan.

Miftadi berharap solusi pemanfaatan teknologi dapat dimanfaatkan dalam perencanaan sejumlah kawasan agar mampu melahirkan langkah mitigasi juga pencegahan.

Pemicu Banjir Rob

Urban Justice Campaigner Greenpeace Indonesia, Jeanny Silvia Sari Sirait  mengungkapkan, banjir rob dipicu sejumlah hal antara lain peningkatan permukaan air laut yang dipicu krisis iklim berupa pemanasan global. Banjir rob, ungkap Jeanny, di sejumlah daerah dipicu penurunan muka tanah yang dipicu eksploitasi pembangunan di sejumlah wilayah.

Menurut dia, Indonesia yang merupakan negara kepulauan, sehingga luasan daratannya lebih kecil bila dibandingkan dengan luasan lautnya, akan  berdampak pada rendahnya daya dukung pulau-pulaunya terhadap ancaman banjir rob.  Sehingga, ujar Jeanny, sejatinya dibutuhkan solusi yang berkelanjutan untuk melindungi sejumlah kawasan yang rawan terdampak banjir rob.

Wartawan senior Usman Kansong mengungkapkan selama ini kita mendapat informasi terkait banjir rob dan bencana dari BMKG dan BNPB. Kedua lembaga itu, ujar Usman, sejatinya memegang peran penting dalam memprediksi, memitigasi, dan memberi rekomendasi dalam upaya pencegahan terhadap bencana.

Menurut Usman, semestinya anggaran kedua lembaga ini tidak perlu dipangkas. Namun, apa boleh buat anggaran BMKG dipangkas setengahnya menjadi tinggal Rp1,4 triliun dan anggaran BNPB dipangkas dari Rp1,3 triliun menjadi tinggal Rp900 miliar. Sejatinya, tegas Usman, ada dua rumus untuk keluar dari keterbatasan yaitu prioritas dan kolaborasi.

Jadi, ujar Usman, kita harus menerapkan prioritas dalam upaya memitigasi penanggulangan banjir rob. Di sisi lain, tambahnya, pemerintah pusat dan daerah harus memiliki political will dalam upaya penanggulangan bencana alam, termasuk banjir rob. (H-3)

Read Entire Article
Tekno | Hukum | | |