
LAHAN sawah di Kabupaten Malang, Jawa Timur, kian menyusut lantaran petani lebih senang menanam tebu. Kondisi ini berpengaruh pada anjloknya produksi padi maupun beras. Penurunan luas persawahan ini bisa jadi juga karena alih fungsi lahan menjadi kawasan terbangun.
"Kita akui ada penurunan," tegas Kepala Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan Kabupaten Malang, Avicenna Saniputera, Rabu (7/5).
Avicenna mengungkapkan luas tanam padi di sawah irigasi sekarang 37.000 ha. Adapun luas lahan tebu tahun ini ada penambahan 3.000 ha sehingga totalnya 47.000 ha.
Menurut Avicenna, para petani di Kabupaten Malang biasanya mengolah sawah selain tanam padi, juga tebu dan hortikultura. "Kita tidak bisa membatasi petani tanam. Terkadang lahan ditanami padi, tebu dan hortikultura, termasuk jagung," katanya.
Kondisi itu membuat produksi padi merosot saban tahun. Sesuai data tetap BPS Kabupaten Malang, luas panen padi pada 2024 mencapai 41.020 hektare dengan produksi padi sebanyak 254.794 ton gabah kering giling (GKG). Gabah dikonversi menjadi beras untuk pangan penduduk mencapai 147.123 ton.
BPS mengungkapkan luas panen padi di Kabupaten Malang tahun 2024 sebesar 41.020 ha atau menurun 2,90 ribu ha atau 6,60% ketimbang luas panen 2023 mencapai 43,92 ribu ha.
Penurunan luas panen padi itu membuat produksi GKG pada 2024 ikut menurun sebanyak 8,80% atau 24,57 ribu ton. Sebab, total produksi GKG tahun 2024 hanya 254,79 ribu ton, sedangkan produksi GKG pada 2023 mencapai 279,37 ribu ton.
Solusi atas problematika tersebut, Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan Kabupaten Malang menghadirkan varietas baru padi bernama Sukma (Sanusi Kabupaten Malang). Dari hasil uji multilokasi, varietas padi itu diklaim bisa menghasilkan 14,8 ton per ha. Jenis padi hibrida konvensional ini dengan usia panen 110 hari. "Sekarang, proses sertifikasi di Kementan," ujarnya.
Dengan varietas baru padi ini diharapkan bisa menggenjot produksi beras sehingga mencapai target surplus beras 2% tahun ini.(E-2)